Perlindungan Data Pribadi dengan UU PDP

 Perlindungan Data Pribadi dengan UU PDP

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

Oleh: Zainab Az Zahro

Pada tahun 2018 LBH Jakarta melaporkan terdapat 1.330 korban pinjaman online dari aplikasi pinjaman online financial technology (fintech). Dilansir dari indotelko.com (11/12/2018), pelanggaran yang dilakukan oleh fintech tersebut antara lain penagihan yang tidak hanya dilakukan pada peminjam atau kontak darurat yang disertakan oleh peminjam. Selain itu, data pribadi peminjam juga tidak mendapatkan perlindungan karena adanya penyebaran data pribadi serta penyebaran foto dan informasi pinjaman ke kontak yang ada pada gawai peminjam. Ada pula fintech yang menggunakan data pribadi peminjam untuk pengajuan pinjaman di tempat lain.

Dalam hal penagihan dilakukan oleh pihak ketiga, diduga fintech telah membagikan data pribadi ke pihak ketiga yang menggunakan cara-cara yang tidak etis dalam menagih. Mereka yang berutang melalui aplikasi tersebut terkadang mengalami ancaman, kekerasan nonverbal, hingga pelecehan seksual.

Pada tahun 2021, kebocoran data pribadi terjadi pada instansi pemerintahan yakni Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang diduga adanya jual beli data pribadi kepada RaidForums. Kala itu banyak sekali yang mengkhawatirkan disalahgunakan, mengingat KPAI banyak menerima aduan pelecehan terhadap anak, meskipun KPAI mengklaim bahwa pelayanan tetap berjalan dengan aman (Chandra Iswinarno, 2021).

Baca Juga: Bijaklah dalam Menggunakan Media Sosial

Sebelum adanya UU Perlindungan Data Pribadi, ketentuan mengenai perlindungan data pribadi masih tersebar secara sektoral, diantaranya UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 6 ayat (3) huruf c UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi, dan lainnya (Erlina Maria Christin Sinaga, 2020). Namun berbagai aturan tersebut masih belum optimal dalam penerapan serta belum bisa menjamin perlindungan terhadap data pribadi masyarakat. Oleh karena itu, upaya menghadirkan undang-undang yang fokus melindungi data pribadi menjadi  kebutuhan. Pada 2022, setelah melewati proses yang panjang, RUU Perlindungan Data Pribadi diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (disingkat UU PDP).

Dalam naskah akademik, disebutkan tiga landasan adanya UU ini disahkan, yakni pertama landasan filosofis bahwa Indonesia memiliki ideologi Pancasila dan merupakan negara hukum, maka Indonesia harus mampu menciptakan payung hukum yang jelas mengenai perlindungan data pribadi. Adapun kelima sila Pancasila tersebut dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia.

Kedua, landasan sosiologis, bahwa di era yang telah maju ini, memungkinkan adanya pelayanan publik, sehingga negara turut campur dalam mengetahui data pribadi masyarakat. Oleh karena itu adanya UU ini juga diharapkan dapat melindungi hak-hak individual masyarakat mulai dari pengumpulan, pemrosesan, pengelolaan, serta penyebarluasan data pribadi agar tidak disalahgunakan. Selain itu masyarakat juga akan lebih leluasa dalam memberikan data pribadi guna tujuan tertentu tanpa kekhawatiran.

Baca Juga: 4 Langkah Pemberdayaan Ekonomi Survivor

Ketiga, berdasarkan landasan yuridis bahwa adanya perlindungan data pribadi adalah merupakan amanat konstitusi yang telah termanifestasikan dalam Pasal 28G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu juga dipertegas dalam peraturan lain seperti halnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-I/2003 mengingatkan agar kepastian dalam perlindungan data pribadi harus berbentuk undang-undang (bphn.go.id n.d.)

Dengan telah berlakunya UU Perlindungan Data Pribadi, penyalahgunaan data pribadi termasuk menggunakan sarana teknologi informasi dapat dicegah dan ditangani. Termasuk ancaman, kekerasan nonverbal, dan pelecehan seksual seperti yang dilakukan oleh aplikasi pinjaman online sebagaimana diuraikan di atas dapat dicegah. Selain itu, apabila peristiwa serupa terjadi lagi, UU ini dapat dijadikan landasan hukum dalam penjatuhan sanksi kepada pelaku sebagaimana diatur dalam UU ini. Adapun penyelesaian dapat dilakukan secara arbitrase, perdata, atau pidana, tergantung tingkat kasus yang terjadi. []

 

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

 

REFERENSI

BPHN, “NA Perlindungan Data Pribadi” dalam bphn.go.id, https://bphn.go.id/data/documents/na_perlindungan_data_pribadi.pdf , diakses pada 30 Januari 2023  pukul 14.19 WIB.

Maria Christin Sinaga, Erlina, Merly Christian Putri. 2020. “Formulasi Legislasi Perlindungan Data Pribadi dalam Revolusi Industri 4.0” dalam Media Pembinaan Hukum Nasional: Jurnal Rechts Vinding, Agustus, Volume 9 Nomor 2 (hlm. 247-253).

Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Tahun 2022.

“Soal Dugaan Kebocoran Data Pengaduan Pelecehan Seksual, Begini Penjelasan KPAI”, suara.com, 21 Oktober 2021, https://www.suara.com/news/2021/10/21/215252/soal-dugaan-kebocoran-data-pengaduan-pelecehan-seksual-begini-penjelasan-kpai, diakses pada 30 Januari 2023 pukul 14.16 WIB.

“OJK Tuntaskan Korban Pinjol”, indoteko.com, 16 Desember 2018, https://www.indotelko.com/read/1544487332/ojk-tuntaskan-korban-pinjol, diakses 21 Februari 2023.

 

Digiqole ad