Ini Perjuangan 3 Buruh Wanita Paling Fenomenal di Dunia, Salah Satunya dari Indonesia

 Ini Perjuangan 3 Buruh Wanita Paling Fenomenal di Dunia, Salah Satunya dari Indonesia

3 Pejuang Nasib Buruh di Dunia.

Perjuangan Kartini agar perempuan memperoleh hak yang setara dengan laki-laki bisa dibilang sudah berhasil, khususnya dalam hal pendidikan. Angka partisipasi sekolah pada perempuan saat ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki pada seluruh kelompok umur.

Namun tak begitu halnya dalam dunia pekerjaan atau ketenagakerjaan. Faktanya masih terdapat ketimpangan pasar kerja dan diperparah dengan perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan.

Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia berkisar pada angka 53,34 persen, jauh di bawah partisipasi laki-laki yang nilainya pada di atas 82,27 persen. Hal ini tidak terlepas dari peran domestik perempuan dalam rumah tangga.

Tak hanya soal jumlah tenaga kerja perempuan, dalam hal upah pun buruh perempuan masih lebih rendah ketimbang laki-laki. Ditambah lagi, keberadaan buruh perempuan masih rentan dengan kekerasan dan ketidakadilan.

Diketahui kekerasan di dunia kerja, tidak melulu tentang perbuatan yang mengakibatkan luka di badan. Kekerasan verbal, bahkan tatapan tajam dari atasan kepada buruh adalah bentuk kekerasan yang juga harus dilawan.

 

Baca Juga: Miskonsepsi tentang Feminisme dalam Pendidikan

 

Hal itu pernah diakui oleh Siti Istikharoh dari Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN). Dia menyebut kekerasan verbal menjadi pemandangan biasa di pabrik-pabrik.

Kondisi yang sama juga diakui Sumiyati dari Serikat Pekerja Nasional (SPN). Serikat ini membawahi sektor padat karya yang didominasi buruh perempuan, seperti pabrik sepatu, garmen, tekstil hingga ritel. Menurutnya, sektor ini masih diwarnai budaya kerja yang sarat pelecehan, kekerasan, dan intimidasi.

“Budaya kerja ketika ingin mengejar target kerja, kata-kata kasar masih muncul, hardikan, intonasi bernada tinggi dan tatapan tajam, itu masih mewarnai perintah kerja yang dilakukan atasan,” kata Sumiyati.

Hal senada juga diakui Vivi Widyawati dari Perempuan Mahardhika. Dia menyebut sistem kerja target sebagai faktor dominan yang menciptakan kondisi rentan kekerasan. Target yang tinggi, kata Vivi, menyebabkan perusahaan tidak memberikan kompromi, dan pada gilirannya, menciptakan lingkungan kerja yang sarat kekerasan.

 

Baca Juga:

Memperingati Hari Buruh di Indonesia, Ini Sosok Marsinah yang Berjuang hingga Titik Darah Penghabisan

      

Semisal, industri garmen yang mayoritas buruhnya perempuan adalah tempat di mana kekeraan verbal mudah ditemukan. Kondisi ini berdampak pada psikologis buruh, bahkan hingga tidak berani meminta izin untuk buang air kecil.

Berkaca dari hal itulah, ada beberapa pejuang wanita yang dikenal sangat peduli pada nasib buruh. Bahkan ada 3 pejuang buruh di dunia yang sangat fenomenal. Salah satunya berasal dari Indonesia, yakni Marsinah.

Berikut ini 3 sosok pejuang wanita yang selalu memperjuangkan nasib buruh, dilansir JalaStoria dari berbagai sumber:

 

  1. Clara Zetkin

Clara Zetkin lahir di Jerman pada 1857. Sejak kecil, ia sudah menyaksikan kehidupan buruh pabrik yang miskin di sekitar rumahnya. Ibunya seorang aktivis feminis yang mendorong Clara untuk melanjutkan kepemimpinan perjuangan perempuan. Clara Zetkin adalah aktivis yang memperjuangkan pembebasan perempuan dan sosialisme melalui perjuangan kelas pekerja. Talenta Clara dalam perjuangannya adalah menggunakan newsletter sebagai medianya.

Pejuang wanita yang meninggal pada 1933 ini banyak menerbitkan artikel, pamflet dan slogan-slogan perjuangan yang populer. Sebut saja seperti “Proletarier aller Lander, vereinigt euch”. Slogan ini berarti seruan untuk para pekerja dari seluruh dunia agar bersatu. Slogan ini juga menjadi moto negara Rusia.

 

Baca Juga: Memandang Makna Kartinisasi di Kalangan Kelas Menengah

 

  1. Marsinah

Marsinah asalah satu pejuang hak-hak buruh kenamaan Indonesia. Marsinah yang hidup pada masa Orde Baru itu ditemukan meninggal pada 8 Mei 1993, setelah sempat menghilang selama tiga hari. Kematian Marsinah saat itu menjadi salah satu kasus yang memperlihatkan secara jelas potret buruknya zaman Orde Baru.

 

  1. Sharran Burrow

Sharran Burrow adalah seorang Sekretaris Jenderal Konferedasi Serikat Buruh Internasional (International Trade Union Conferedation) yang lahir pada 12 Desember 1954 di New South Warren, Australia. Dia menjadi wanita pertama yang menjadi Sekjen ITUC sejak didirikan pada 2006 lalu. Sharran telah melakukan banyak hal untuk memperjuangkan kesejahteraan buruh di banyak negara, termasuk Indonesia.

Digiqole ad