Menghapus Stigma pada Perempuan yang Bercerai

 Menghapus Stigma pada Perempuan yang Bercerai

Erma (bukan nama sebenarnya) adalah seorang ibu rumah tangga yang bercerai setelah menikah selama 17 tahun. Perjuangan Erma mempertahankan rumah tangganya tidak diketahui banyak orang. Sebab, sang suami selalu mengunjingkannya kepada orang lain selama pernikahan mereka.

“Istri saya tidak pandai memasak makanya saya suka makan di luar!”  tutur sang suami saat berbelanja di warung dekat rumah mereka.

Sang suami juga melarang istrinya untuk bekerja. Apabila Erma mulai bekerja, ia akan menuduh Erma berselingkuh dengan teman kerjanya. Kecemburuan suami Erma membuat lingkungan kerja Erma menjadi tidak nyaman dan Erma memilih berhenti dari pekerjaannya.

Lama-kelamaan, Erma tidak tahan dan mengajukan gugatan cerai. Namun, sang suami membujuknya untuk tidak melanjutkan gugatannya. Erma luluh dan memutuskan untuk mencabut gugatan tersebut.

Baca Juga: Akhir KDRT dengan Perceraian

Meski begitu, kelakuan suaminya tidak membaik. Kecanduan suami Erma pada judi slot membuat mereka kehilangan seluruh harta benda. Utang menumpuk di mana-mana, sampai rumah pun disita oleh bank. Erma juga tidak pernah diberi nafkah. Namun, tidak ada orang yang tahu karena Erma tidak ingin masalah rumah tangganya diketahui oleh orang lain.

Saking tidak tahan, Erma pun mengajukan gugatan perceraian kedua. Ia juga memutuskan untuk berjuang mencari nafkah secara mandiri. Setelah itu, suami Erma melarang anak-anak menemuinya. Bahkan keluarga Erma pun tidak boleh menemui anak-anaknya.

Begitu resmi bercerai, Erma menghadapi berbagai tantangan, termasuk stigmatisasi sosial dan ekonomi yang membuatnya kian merasa terpuruk. Stigmatisasi sosial adalah proses di mana seseorang atau kelompok diberi label negatif oleh masyarakat karena atribut tertentu yang dianggap menyimpang dari norma sosial. Namun, Erma memutuskan untuk bangkit dan memulai perjalanan baru dalam hidupnya. Ia menutup kupingnya dari gunjingan masyarakat sekitar yang menuduh dirinya tega meninggalkan anak-anak, sementara masyarakat menganggap suaminya sudah sangat baik dan sabar menerima kekurangan Erma.

Erma memulai langkah awal dengan membangun kembali kehidupannya. Dia mengambil langkah kecil untuk menemukan pekerjaan yang dapat menghidupi dirinya. Meskipun sulit, dia tidak menyerah dan terus berusaha mencari pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan minatnya. Erma menyadari pentingnya dukungan sosial dalam mengatasi masa sulit pasca perceraian. Dia aktif mencari dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas lokal yang dapat membantunya dalam proses pemulihan. Dukungan ini memberinya kekuatan dan semangat baru untuk terus melangkah maju.

Meskipun awalnya merasa rendah diri setelah bercerai, Erma memutuskan untuk mengubah pandangan tentang dirinya sendiri. Dia belajar menerima dirinya apa adanya dan membangun rasa percaya diri yang lebih kuat melalui pencapaian-pencapaian kecil dalam kehidupannya sehari-hari. Dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas lokal untuk perempuan kepala rumah tangga sangat membantu mental Erma dan menambah keyakinan Erma bahwa ia tidak berjuang sendiri.

Baca Juga: Bertahan Pasca Perceraian

Pandangan Masyarakat terhadap Perempuan yang Bercerai

Kisah Erma menyiratkan bahwa pada dasarnya perempuan yang memasuki perkawinan tentu menginginkan ikatan hubungan yang harmonis dan bahagia. Akan tetapi, tidak semuanya berjalan dengan sesuai rencana. Salah satunya adalah terjadinya perceraian, termasuk yang diakibatkan adanya kekerasan dalam rumah tangga.

Bagi perempuan, perceraian dapat berdampak signifikan secara emosional. Perceraian sering sekali menyebabkan tingkat stres dan kecemasan yang tinggi pada perempuan karena mereka harus menghadapi perubahan besar dalam kehidupannya.

Saya melihat perempuan di lingkungan saya yang mengalami depresi setelah bercerai karena merasa kesepian, kehilangan harga diri, atau merasa gagal dalam hubungan mereka. Depresi dapat memengaruhi kesehatan mental dan fisik mereka secara keseluruhan. Perempuan sering kali merasa bersalah atau gagal karena bercerai, terutama jika mereka merasa bertanggung jawab atas kegagalan hubungan tersebut.

Perceraian juga dapat menyebabkan kesulitan bagi perempuan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru mereka, terutama jika mereka harus menghadapi perubahan besar dalam kondisi ekonomi atau tanggung jawab peran ganda sebagai ibu dan pekerja. Padahal keputusan mereka untuk bercerai sangatlah sulit.

Beberapa perempuan mungkin mengalami isolasi sosial setelah perceraian karena mereka merasa tidak nyaman atau dijauhi oleh lingkungan sekitar yang mungkin memberikan stigmatisasi terhadap status perceraian mereka. Bahkan mereka memilih untuk mengasingkan diri dengan cara berpindah tempat di lingkungan yang tidak pernah mengenal mereka.

Masyarakat atau lingkungan sekitar seringkali merespons perceraian dengan memberikan stigma atau pandangan negatif terhadap perempuan yang bercerai. Perempuan sering dianggap sebagai korban atas keputusannya sendiri. Pandangan masyarakat di lingkungan saya terhadap perempuan yang bercerai amat beragam. Misalnya, perempuan tersebut tidak bisa memasak sehingga diceraikan oleh suaminya.

Stigma buruk terhadap perempuan yang bercerai dapat memengaruhi kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi mereka. Teman saya yang telah bercerai menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan atau mendapatkan dukungan ekonomi karena stigma yang melekat.

Baca Juga: Bayang-bayang Broken Home bagi Korban KDRT

Peranan Masyarakat Membuang Stigma Terhadap Perempuan yang Bercerai

Peranan masyarakat sangatlah penting untuk membuang stigma negatif pada perempuan pascaperceraian. Untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya pemahaman dan dukungan terhadap perempuan pascaperceraian, beberapa langkah dapat dilakukan yaitu:

  1. Edukasi dan Kampanye: Mengadakan kegiatan edukasi dan kampanye yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang realitas yang dihadapi perempuan pascaperceraian. Kampanye ini dapat dilakukan melalui media sosial, seminar, diskusi kelompok, atau kegiatan komunitas lainnya.
  2. Penggalian Kisah Sukses: Menggali dan membagikan kisah-kisah sukses perempuan yang berhasil bangkit dari perceraian dan membangun kembali kehidupan mereka. Kisah-kisah ini dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi perempuan lain yang mengalami situasi serupa, serta membantu mengubah pandangan masyarakat tentang perempuan pascaperceraian.
  3. Pelatihan Keterampilan: Memberikan pelatihan keterampilan kepada perempuan pascaperceraian untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mencari pekerjaan atau memulai usaha mandiri. Peranan pemerintah di sini sangatlah penting karena dapat membantu perempuan meningkatkan kemandirian ekonomi mereka dan mengurangi stigma terhadap perempuan yang bercerai.
  4. Dukungan Psikologis dan Sosial: Mendorong terciptanya jaringan dukungan sosial dan psikologis bagi perempuan pascaperceraian, baik dari keluarga dan teman maupun komunitas. Dukungan ini dapat membantu perempuan mengatasi dampak emosional dari perceraian dan membangun kembali kepercayaan diri mereka.
  5. Advokasi: Melakukan advokasi untuk meningkatkan perlindungan hukum dan kebijakan yang mendukung perempuan pascaperceraian. Hal ini termasuk mengadvokasi kebijakan yang menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan pascaperceraian di berbagai aspek kehidupan.

Baca Juga: Notifikasi Cerai dan Kesungguhan Saudi Mengusung Kesetaraan Gender

Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan komunitas sangatlah penting bagi perempuan untuk mengatasi dampak perceraian dan stigma yang mereka hadapi. Dukungan ini dapat membantu mereka dalam proses pemulihan dan penyesuaian diri. Masyarakat harus bisa membuang stigma predikat “janda” yang sudah membudaya sebagai hal yang buruk. Masyarakat perlu lebih memahami realitas yang dihadapi perempuan pascaperceraian dan memberikan dukungan serta empati untuk membantu mereka bangkit dari situasi sulit yang mereka hadapi. Pemahaman yang lebih baik tentang perjuangan perempuan pascaperceraian dapat membantu mengurangi stigma dan meningkatkan kesadaran akan perlunya dukungan sosial yang lebih besar bagi mereka.

Perceraian adalah hal yang tidak diinginkan. Ketika perempuan memilih untuk bercerai, mari bantu, lindungi, dan dukung terciptanya perempuan hebat mandiri. Dengan begitu, secara tidak langsung kita akan meningkatkan perekonomian di lingkungan bermasyarakat.

 

Ashatania, seorang yang aktif di organisasi Gapeka. Hobi olahraga dan menjadi salah satu pelatih taekwondo dan instruktur kebugaran. Saat ini sedang belajar tentang hukum.

Digiqole ad