Bijaklah dalam Menggunakan Media Sosial

Ilustrasi (Sumber: Pikisuperstar/Freepik.com)
Oleh: Yenni Datu Limbong
Perkembangan teknologi saat ini sangat memengaruhi kehidupan manusia khususnya bagi pengguna media sosial. Penggunaan media sosial tentu dapat memberikan dampak positif dan juga dampak negatif. Dampak positif penggunaan media sosial yaitu dapat berkomunikasi dengan keluarga ataupun kerabat jauh, mencari informasi yang diinginkan dengan cepat, dan dapat menjadi sarana untuk mengedukasi atau mengembangkan potensi diri.
Sedangkan dampak negatif penggunaan media sosial dapat merugikan diri sendiri ataupun orang banyak. Contohnya menyebarkan ujaran kebencian atau informasi yang tidak benar, melakukan bullying (perundungan) terhadap orang lain melalui komentar di media sosial dan sebagainya. Tidak menutup kemungkinan bahwa kasus kekerasan juga dapat terjadi karena penggunaan media sosial.
Berdasarkan data terkait kasus kekerasan seksual pada anak sepanjang tahun 2021, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat sebanyak 14.517 kasus kekerasan anak. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati dalam diskusi virtual pada Rabu (19/1/2021) yang dituliskan dalam berita CNN Indonesia (20/1/2021).
Baca Juga: Data 3 Lembaga Bicara Kekerasan terhadap Perempuan
Ada beberapa kasus kekerasan yang dapat terjadi melalui media sosial, misalnya kekerasan seksual. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa kejadian tersebut banyak terjadi pada perempuan dan anak. Salah satu contoh penyalahgunaan media sosial yaitu kasus kekerasan seksual yang terjadi pada seorang anak di Kota Kendari berinisial AA berusia 13 tahun. Kronologis dari kasus tersebut berawal saat AA tidak diberikan handphone oleh orang tuanya dan pada saat AA sedang belajar online ia meminjam telpon tantenya. Kemudian saat tantenya lengah, AA menerima telpon dari DE (14 tahun) untuk bertemu. AA kemudian langsung keluar rumah walaupun dilarang oleh neneknya.
Singkatnya, AA kabur bersama DE dan bertemu dengan seseorang yang dikenal oleh DE berinisial IL (34 tahun). Setelah bertemu dengan IL, DE memperkenalkan AA kepada pelaku IL dan membawa AA ke penginapan. Setelah sampai di penginapan pelaku melakukan hubungan badan dengan AA dan memberikan uang kepada DE. Kasus tersebut masih berlanjut pada tahap penyidikan di salah satu kantor polisi di Kendari dan pelakunya masuk dalam status daftar pencarian orang (DPO).
Contoh kasus lain yang ditangani oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari yaitu kekerasan yang terjadi pada perempuan berinisial MA (19 tahun) oleh pelaku KR yang berprofesi sebagai tukang ojek. Mereka berdua awalnya berpacaran dan termasuk dalam pacaran yang tidak sehat karena berdasarkan kronologis dari korban bahwa pada saat mereka melakukan video call di WhatsApp, pelaku meminta MA untuk membuka bajunya. Awalnya MA tidak mau tetapi pelaku mengatakan bahwa dia tidak akan merekamnya. Namun, secara diam-diam pelaku merekam kejadian tersebut. Pada saat pelaku menyuruh korban untuk berhubungan badan, pelaku juga kembali mengancam untuk menyebarkan video tersebut kepada teman dan tante korban sehingga korban terpaksa menuruti kemauan pelaku.
Baca Juga: 7 Cara Mendukung Korban Kekerasan Seksual Berani Bersuara
Selama itu, korban sempat mendapatkan perlakuan kekerasan seperti sering dipukuli dan diseret ke lantai, bahkan sampai dicekik. Pelaku bahkan menutup muka korban dengan kain sampai korban terkadang tidak dapat bernafas. Kondisi ini membuat korban merasa tertekan dengan ancaman yang dilontarkan kepadanya melalui sambungan telepon di WhatsApp sehingga korban dibawa oleh orang tuanya ke LBH Kendari untuk meminta bantuan hukum dan pendampingan. Setelah itu, kami langsung menindaklanjuti kasus tersebut dengan membuat surat kuasa dan mencatat kronologis berdasarkan informasi dari korban.
Banyak sekali kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak dan perempuan apalagi adanya kondisi pandemi yang berdampak pada penggunaan teknologi yang semakin tinggi membuat orang menyalahgunakan media sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa kekerasan seksual juga dapat terjadi bahkan pelakunya dapat merupakan orang terdekat sekalipun yang dipercaya. Kejadian seperti itu sangat menyayat hati. Seharusnya mereka menjadi pelindung malah tega melakukan perbuatan kekerasan.
Baca Juga: Pentingnya Perlindungan Korban Kekerasan Seksual Melalui Revisi UU ITE
Kejadian tersebut memberikan pembelajaran agar setiap orang bergerak memberikan pemahaman serta edukasi kepada anak-anak dan orang tua untuk mencegah dan mengenali terjadinya kekerasan seksual. Bagi orang tua, itulah pentingnya menjalin komunikasi yang baik pada anak, serta memberikan edukasi seks pada anak agar dapat membuat batasan seperti dengan tegas menolak jika ada seseorang yang ingin menyentuh tubuhnya bahkan sekalipun orang itu adalah orang terdekatmya. Selain itu, tentunya setiap orang juga harus melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat pentingnya untuk bijak menggunakan media sosial. []
Penulis bekerja di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari dan biasa melakukan pendampingan terhadap perempuan dan anak
