RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak sebagai Upaya Menjamin Kesejahteraan Ibu dan Anak
Oleh: Alviani Sabillah
Setidaknya, terdapat 3 (tiga) RUU (Rancangan Undang-Undang) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2022 yang memuat kepentingan perlindungan terhadap perempuan dan anak. Selain RUU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) dan RUU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga), ada RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak. RUU ini menjadi angin segar untuk menjamin kesejahteraan sekaligus memberikan pemenuhan hak bagi ibu dan anak di Indonesia.
Berbeda dari RUU TPKS dan RUU PPRT yang telah mendekam menahun dalam proses pembentukan perundang-undangan di DPR, RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) diusulkan pada Februari 2020 dan langsung masuk ke dalam daftar Prolegnas RUU Prioritas pada 2022. Hal ini tercantum dalam Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR/RI/II/2021-2022 tentang Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2022 dan Program Legislasi Nasional RUU Perubahan Ketiga Tahun 2020-2024 yang ditetapkan pada 7 Desember 2021 lalu.
Sebagaimana dimuat dalam situs pusatpuu.dpr.go.id, RUU ini didasarkan pada sila kedua dan kelima Pancasila, yang dijabarkan dalam Pasal 28B ayat (2) dan 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Atas dasar “kemanusiaan yang adil dan beradab” dan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, maka setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Lebih sesifik, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Baca Juga: Membumikan Pancasila
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusulkan RUU ini pada 18 Februari 2020 dengan melihat kesehatan dan kesejahteraan ibu sebagai faktor fundamental keberhasilan pemerintah dalam bidang pembangunan kesehatan. Ibu yang sehat dan sejahtera diharapkan akan membentuk anak yang tumbuh dengan baik, sehat, cerdas, kreatif, dan produktif. Anak yang sehat dengan tumbuh kembang yang baik berpotensi menjadi sumber daya manusia unggul dan penerus bangsa unggul untuk masa depan. Dengan demikian, negara perlu menjamin kesejahteraan ibu dan anak secara menyeluruh, mulai dari masa persiapan kehamilan ibu, masa kehamilan, melahirkan dan pasca melahirkan, sampai dengan pertumbuhan usia anak.
Ditinjau dari aspek materi muatan, RUU KIA menjamin hak mendasar bagi ibu, termasuk hak bagi ibu yang bekerja dan ibu penyandang disabilitas. Hal ini mencakup hak untuk mendapat pelayanan dan jaminan kesehatan sebelum dan saat masa kehamilan, saat dan pasca melahirkan, dan akses yang mudah terhadap pelayanan kesehatan. Selain itu, mencakup pula hak atas rasa aman dan nyaman serta perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, dan berhak mendapat pendampingan serta layanan psikologi (Pasal 4 ayat (1) RUU KIA).
Adapun perempuan/ibu yang bekerja, berhak mendapat waktu istirahat khusus selama waktu kerja untuk memerah air susu ibu. Cuti melahirkan selama enam bulan, waktu istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran, dan hak lainnya. Lebih dari itu, ada cuti pendampingan selama 40 (empat puluh hari) dan 7 (tujuh) hari untuk pendampingan keguguran bagi suami dan/atau keluarga yang istri/keluarganya melahirkan.
Materi muatan RUU KIA yang memberikan perlindungan bagi perempuan pekerja adalah suatu langkah progresif dalam skema perlindungan ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya bagi pekerja perempuan. Saat ini, skema perlindungan bagi perempuan yang bekerja adalah cuti haid, cuti melahirkan, menyusui, waktu istirahat, dan pengupahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun nyatanya, perempuan pekerja masih sulit mendapatkan cuti haid, kehilangan upah/tunjangan saat mengambil cuti hamil, bahkan kehilangan perpanjangan kontrak setelah cuti hamil (Experiences of Indonesia Women Domestic Workers, dalam Diskusi Publik Maternity Protection in Southeast Asia, 18 Februari 2022).
Di samping aspek perlindungan terhadap perempuan pekerja/ibu yang bekerja, RUU KIA berpotensi untuk mengevaluasi pelaksanaan program kesejahteraan ibu dan anak yang telah dilakukan oleh pemerintah. Selama ini, pelaksanaan program pemerintah terkait kesejahteraan ibu dan anak dinilai tidak optimal—parsial, sporadis, dan tidak terpadu.
Selain itu, koordinasi lintas sektoral terkait pemetaan, perencanaan dan penganggaran, penyelenggaraan program kesejahteraan ibu dan anak antarkementerian/lembaga dan organisasi perangkat daerah tidak sistematis. Dengan demikian, sistem data terpadu yang diusung dalam RUU KIA diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah program kesejahteraan ibu dan anak yang telah berjalan.
Baca Juga: Menyoal ‘Dihilangkannya’ Partisipasi Publik dalam Pembentukan RUU TPKS
Melihat pada aspek jaminan hak bagi ibu/perempuan yang bekerja, serta perbaikan pelaksaan program kesejahteraan ibu dan anak, RUU KIA menyasar beberapa pemangku kepentingan. Pertama, adalah pemerintah pusat dan daerah untuk penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak melalui pemberian dukungan fasilitas, bantuan bagi ibu dan anak pada tahap pra dan saat kehamilan, saat dan pasca melahirkan. Mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Kedua, adalah para pengusaha/pemberi kerja. Dalam hal ini adalah memberikan hak cuti kepada perempuan, suami, maupun keluarga sebagai pendamping. Khususnya menjamin pekerjaan bagi ibu/perempuan yang bekerja untuk tidak diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap mendapat haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Saat ini, RUU KIA masih harus menempuh jalan panjang pembentukan undang-undang di DPR. Kini, prosesnya masih dalam tahap penyusunan, dan masih sangat mungkin untuk berubah secara substansi serta materi muatan. Berdasarkan pantauan Rapat Pleno Badan Legislasi (Baleg DPR RI) 17 Januari 2022, masih diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai terminologi kesejahteraan dalam RUU KIA. Selain itu, diperlukan penguatan tujuan dan lamanya waktu cuti bagi perempuan, dan perlu komunikasi lebih lanjut dengan pihak-pihak terkait.
RUU KIA berpeluang menjadi pintu masuk pengaturan yang dapat menjamin kesejahteraan ibu dan anak, melindungi hak perempuan pekerja yang juga seorang ibu, dan menjadi evaluasi peraturan kesejahteraan anak. Mengingat, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang mengatur kesejahteraan anak telah berusia berlaku 43 (empat puluh tiga) tahun tanpa peninjauan dan perubahan sama sekali. []
Peneliti di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia
Sumber:
“Detail Naskah Akademik (Rencana Penyusunan NA) – RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak”, pusatpuu.dpr.go.id, diakses pada 25 Januari 2022.
Live Streaming – Baleg DPR RI Rapat Pleno RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, Youtube Baleg DPR RI, diakses pada 25 Januari 2022.
“RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak Disebut Kunci Menuju Indonesia Emas”, republika.co.id 19 Januari 2022, , diakses pada 25 Januari 2022.
Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak, Pusat PUU Badan Keahlian DPR RI, 06 Desember 2021, diakses pada 2 Februari 2022.
Experiences of Indonesia Women Domestic Workers, dalam Diskusi Publik Maternity Protection in Southeast Asia, 18 Februari 2022.