Membumikan Pancasila

 Membumikan Pancasila

Flyer Talkshow Ramadhan Salam I

JAKARTA, JALASTORIA.ID – Hak untuk beribadah dijamin oleh Konstitusi. Namun demikian, tidak setiap umat beragama memiliki tempat khusus yang diperuntukkan bagi keperluan beribadah.

Misalnya, di lingkungan Akademi Militer (Akmil). Saat Pangdam Jaya, Mayjen TNI Dudung Abdurrahman, menjabat sebagai Gubernur Akmil, tempat ibadah tersedia bagi muslim dan protestan. Namun bagi taruna selain muslim dan protestan, untuk beribadah mereka menggunakan suatu ruangan kelas. Bangku dan meja disusun, lalu para taruna pun beribadah di sana.

Hal itu disadari Dudung sebagai diskriminasi. “Mereka punya hak yang sama sebagai umat beragama, sesama taruna, kenapa yang minoritas ini tersingkirkan?” tanyanya.

Ia pun kemudian menggulirkan gagasan untuk membangun gereja katholik dan pura di lingkungan Akmil. Pendirian tempat ibadah itupun akhirnya terealisasi berkat dukungan dari umat yang berbondong-bondong membangun secara swadaya.

 

Kampung Pancasila

Upaya yang telah dirintis oleh Dudung di Akmil itu erat dengan semangatnya untuk mengajarkan toleransi beragama sejak dini kepada generasi muda. Sebagai seorang muslim, Ia mengingatkan, Tuhan mengajarkan bahwa Islam itu agama rahmatan lil alamin. Oleh karena itu, umat Islam seharusnya bisa menyebarkan cinta kasih untuk sesama manusia.

Dudung juga mengingatkan agar bangsa Indonesia berpedoman kepada Pancasila sebagai ideologi bangsa. Bait “bangunlah jiwanya bangunlah [badan] raganya” dalam Lagu Indonesia Raya telah menginspirasi Pangdam Jaya Dudung untuk membumikan Pancasila ke tengah masyarakat.

Menurut Dudung, percuma membangun suatu bangunan apabila orangnya tidak dipersiapkan. Membangun jiwa bangsa Indonesia perlu dilakukan, menurut Dudung, dengan menanamkan pemahaman nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat sedini mungkin.

Kampung Pancasila yang digagas oleh Pangdam Jaya ini direalisasikan secara offline dan online. Secara offline, penjelasan tentang nilai-nilai Pancasila dituangkan di atas tembok yang tidak bertuan. Adapun yang online disebarkan melalui teknologi digital termasuk dengan menggunakan komik. Intisari Kampung Pancasila adalah antara lain penjabaran terhadap Sila 1 Pancasila, menghargai seseorang, gotong royong, dan keadilan kepada orang lain yang terpapar Covid-19.

Dudung mengakui, di antara warga masyarakat masih terdapat yang tidak hafal dan tidak tahu berbagai sila dalam Pancasila. Hal itu pada akhirnya terkait dengan pembumian nilai-nilai Pancasila yang mungkin tidak akan dapat diimplementasikan oleh masyarakat.

Pembumian nilai-nilai Pancasila adalah bagian dari pembentukan karakter bangsa. Menurut Dudung, institusi pendidikan sudah seharusnya memperhatikan pembentukan karakter peserta didik sebagai target pendidikan. Institusi pendidikan seharusnya mengajarkan kepada peserta didik bagaimana menyikapi informasi yang keliru. Demikian pula agar pengajaran agama mengajarkan sesuai yang diajarkan Nabi. Di saat yang sama, juga menghindarkan pengajaran pemahaman yang keliru dalam beragama.

Dengan demikian, sistem pendidikan seharusnya tidak menargetkan nilai, tetapi bagaimana membentuk peserta didik menjadi manusia seutuhnya. Dengan demikian,  “diharapkan menjadi manusia secara mental yang berintegritas, loyalitas, disiplin, ketaatan,” ungkap Dudung.

Kekerasan atas Nama Agama

Pemahaman agama yang keliru turut memberi andil pada eskalasi kekerasan atas nama agama, demikian juga dengan terorisme. Saat Dudung menjabat sebagai Pangdam Jaya, terdapat fenomena pemasangan ratusan baliho yang mengajak revolusi jihad dan revolusi akhlak dengan bahasa yang memprovokasi. Ia sangat menyayangkan hal itu terjadi, di mana agama tertentu merasa benar sendiri, menghalalkan segala cara, menebarkan kebencian, bahkan sampai menghina-hina presiden.

Ia pun menanyakan kepada pemerintah daerah, “kenapa yang seperti ini dibiarkan?” Akhirnya, kepolisian dan satpol PP pun bertindak. Terdapat setidaknya 338 baliho yang diturunkan. Sayangnya, setelah diturunkan, satpol pp didatangi oleh FPI untuk dipasangkan kembali, dengan membawa senjata tajam, sampai akhirnya puluhan baliho kembali terpasang. Hal ini menunjukkan ada yang keliru dalam implementasi kehidupan keberagamaan.

Dudung mengingatkan, pemahaman (beragama) yang salah, akan menimbulkan implikasi yang salah. Oleh karena itu, Dudung menegaskan bahwa Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan dan kebencian. “Islam juga tidak pernah mengajarkan bagaimana yang selain islam itu kafir dan harus dibunuh, tidak!” tegasnya.

Nabi bahkan telah mencontohkan bagaimana menerapkan toleransi beragama dan menjauhi kekerasan terhadap pemeluk agama lain. Sebagaimana diketahui, Nasrani dan Yahudi telah ada jauh sebelum jaman Nabi. Nabi telah berpesan kepada pengikutnya, jangan sampai merusak tempat peribadatan yang lain.

Oleh karena itu, Dudung menilai ada kontradiksi antara jihad yang diserukan kelompok tertentu dengan ajaran agama Islam itu sendiri. Saat bertugas ke Filipina Selatan, Dudung bertemu dengan Abu Sayyaf, di mana mereka semua rata-rata orang Islam. “Menurut mereka, mereka berjihad, karena lawannya kristiani, seakan-akan membunuh mereka itu adalah jihad.”

Agama Islam, ungkap Dudung, tidak mengajarkan terorisme. “Islam tidak mengajarkan itu. Membunuh itu menurut Islam adalah dosa yang paling besar,” tegas Dudung.

Menjadi Muslim yang Cerdas

Dengan demikian, menurut Dudung, menjadi orang Islam itu harus cerdas, agar ketika mendapat informasi tidak ditelan mentah-mentah. Misalnya, iming-iming akan masuk surga dan ditunggu bidadari. Padahal menurut Dudung, iming-iming masuk surga dan neraka itu kadang-kadang manusia yang menentukan. Seperti seruan untuk berjihad yang pintunya terbuka lebar dan agar para orang tua mengijinkan putra-putrinya untuk ikut berjihad. Seruan ini dapat merasuk kepada orang Islam yang tidak dilatih untuk cerdas menyaring informasi.

Ia juga mengingatkan, apabila ada kalimat yang menjelekkan dan memojokkan seseorang, memprovokasi, itu bukan ajaran agama Islam.

“Jika ada pengaruh dari agama dan sebagainya, jangan terkontaminasi,” pesan Dudung. Selain itu, Dudung juga mengingatkan,  “jangan merasa yang paling benar.”

“Hindari bahasa provokasi dan informasi yang salah yang akan menjerumuskan. Jika mendapatkan informasi, tanya kepada ortu kita, guru kita, kyai kita, untuk kebenarannya, agar tidak menelah mentah-mentah, bukan mendapatkan surga yang dijanjikan, tapi kekonyolan yang tidak bisa diterima,” pungkasnya. (MUK)

 

Liputan Serial Talkshow Ramadhan Salam Seri I: Visi Islam rahmatan lil alamin sebagai Pondasi Kebangsaan, yang ditayangkan melalui kanal Youtube JalaStoria Indonesia dan berbagai kanal lainnya (RMB Sejati, AMAN Indonesia, Mubadalah, Official IAIN Syekh Nurjati Cirebon), pada 22 April 2021. Ikuti Talkshow Seri I ini di sini.

Digiqole ad