Perjalanan RUU TPKS Masih Berlanjut

 Perjalanan RUU TPKS Masih Berlanjut

Tangkapan layar Rapat Paripurna DPR RI, Selasa, (18/1/2022) dengan agenda penyampaian pendapat fraksi terhadap RUU TPKS dilanjutkan pengambilan keputusan (Sumber: Youtube DPR RI)

Oleh: Siti Aminah Tardi

Sidang paripurna DPR RI (18/01/2022) telah menyetujui RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR dengan delapan fraksi menyetujui dan satu fraksi menolak. Pengesahan ini sebagaimana disampaikan oleh Ketua DPR RI dalam Rapat Paripurna yang digelar seminggu  sebelumnya.

Hal ini tentunya patut diapresiasi, terlebih jika kita melihat perjalanan RUU TPKS -dulu bernama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual- yang sejak 2016 mengalami maju mundur. Mulai dari gagal disahkan pada 2019, kembali ke nol untuk semua prosesnya, diturunkan dari prolegnas, sampai berbagai kabar bohong dan miskonsepsi atas materi yang diatur, yang mengeskalasi penolakan terhadap RUU ini. Namun, apakah persetujuan sidang paripurna ini bermakna RUU TPKS telah disahkan menjadi undang-undang?

Tulisan singkat ini menjelaskan proses pembentukan peraturan perundang-undangan, dengan RUU TPKS sebagai ilustrasinya. Proses pembentukan Undang-Undang (UU) diatur dalam UU  Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan UU Nomor 15 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Berdasarkan UU 12/2011 terdapat lima tahapan  yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

Baca Juga: Pesan untuk Pengesahan RUU TPKS Menjadi RUU Inisiatif DPR

 

  1. Perencanaan Undang-Undang

Tahap perencanaan dilaksanakan melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang ditetapkan untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas.  Prolegnas jangka menengah dilakukan pada awal masa keanggotaan DPR yaitu untuk jangka waktu lima tahun.

Pada periode DPR 2014-2019, RUU P-KS menjadi RUU Inisiatif DPR (2017) melalui mekanisme Prolegnas Tambahan yang ditetapkan di awal 2016. Namun, sampai dengan 2019, tidak ada satu nomor DIM pun yang berhasil disetujui bersama pemerintah.  Oleh karena itu, RUU P-KS kemudian  tidak dikategorikan sebagai RUU carry over, dan pada periode DPR 2020-2024  harus dimulai dari awal.

 RUU P-KS pada periode 2019-2024 menjadi bagian dari Prolegnas jangka menengah. Pada 2020, Komisi VIII menyatakan mengembalikan RUU ini kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Selanjutnya, Rapat kerja Baleg, DPD dan Menkumham RI tentang Evaluasi Prolegnas pada 2 Juni 2020 kemudian memutuskan RUU P-KS dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2020. Keputusan ini telah menuai polemik dan mendorong berbagai elemen masyarakat untuk mendorong RUU PKS kembali menjadi prioritas tahunan pada 2021. Pada proses perencanaan ini, menurut saya terdapat pembelajaran bagaimana pentingnya mengkomunikasikan RUU P-KS kepada para legislator yang memiliki mandat baik secara hukum maupun politik sebagai pengusul RUU.

Baca Juga: 6 Masukan atas RUU TPKS

 

  1. Penyusunan

Usulan RUU dapat berasal dari DPR atau Presiden, yang disertai Naskah Akademik (NA) untuk menggambarkan landasan pentingnya sebuah undang-undang dibentuk. Usulan dari DPR dapat diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau Baleg.

Pada tahapan penyusunan ini terdapat sejumlah tahapan yang harus dilewati yaitu penugasan tim tenaga ahli untuk melakukan pengkajian RUU TPKS, mendapatkan masukan dari para pihak di antaranya melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), kunjungan kerja daerah, dan studi banding ke luar negeri. Atas kajian dan masukan berbagai pihak, kemudian disusunlah NA dan RUU. Demikian pula pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi oleh Baleg.

Proses ini sudah dilaksanakan oleh Panja RUU TPKS dan disampaikan dalam rapat pleno Baleg (8/12/2021) yang kemudian disetujui oleh 7 fraksi (PDIP, Nasdem, PKB, PAN, PPP, Demokrat dan Gerindra) untuk dilanjutkan ke sidang paripurna, Fraksi PKS menolak dan Fraksi Golkar meminta ditunda pada 2022.

Kini, dengan disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR sudah ada NA dan RUU TPKS yang harus dikirimkan kepada Presiden. Pernyataan Presiden pada 5 Januari 2022 yang telah memerintahkan Menteri PPPA dan Menkumham untuk berkoordinasi dan konsultasi dengan DPR RI untuk percepatan pembahasan dan kepada Gugus Tugas Pemerintah untuk menyiapkan DIM adalah upaya menyambut proses yang berlangsung di DPR. Namun, secara formal penyusunan DIM Pemerintah harus didahului dengan pengiriman NA dan RUU melalui surat pimpinan DPR kepada Presiden.

 

  1. Pembahasan Tingkat I dan II

Untuk pembahasan RUU baik DPR maupun Pemerintah akan membentuk tim yang akan mewakili untuk membahas dan mengambil keputusan. Pembahasan RUU dilakukan dalam dua tingkat yaitu Tingkat I dan II. Pembahasan Tingkat I dilakukan dalam rapat antara perwakilan Pemerintah dan alat kelengkapan dewan (AKD) yang ditunjuk. Pembahasan Tingkat I ini terdiri dari tiga agenda utama yaitu pengantar musyawarah, pembahasan DIM, dan penyampaian pendapat mini fraksi.

Sedangkan Pembahasan Tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna yang merupakan pengambilan keputusan. Agenda pembahasan ini terdiri dari: (a). penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, hasil pembahasan tingkat I; (b). pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap fraksi dan anggota yang diminta oleh pimpinan; dan (c). penyampaian pendapat akhir Presiden. Jika persetujuan tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, maka pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.

Baca Juga: Mengkritisi RUU KUHP

 

  1. Pengesahan

RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden akan disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari. Pengesahan oleh Presiden dengan cara membubuhkan tanda tangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak disetujui bersama. Jikapun tidak ditandatangani oleh Presiden, RUU tetap sah menjadi UU dan wajib diundangkan.

 

  1. Pengundangan

Pengundangan adalah penempatan UU dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Dengan diundangkan, maka setiap orang dianggap telah mengetahui dan karenanya mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

***

Dari tahapan pembentukan undang-undang di atas, maka penetapan RUU TPKS sebagai RUU Inisiatif DPR RI merupakan langkah awal untuk memasuki tahap pembahasan antara Pemerintah dan DPR. Perjalanan RUU TPKS masih berlanjut. Oleh karenanya saran dan masukan khususnya dari korban, penyintas, keluarga korban, dan lembaga penyedia layanan bagi korban harus tetap disampaikan agar UU yang dihasilkan nanti sesuai dengan kebutuhan korban kekerasan seksual.

Sebagai proses politik, sama seperti halnya proses-proses sebelumnya, saya berkeyakinan pembahasan RUU TPKS akan bergerak dinamis: antara yang mendukung dan menolak, antara yang mengedepankan kepentingan korban dengan kepentingan politik praktis. Ayo bersiap dan bergerak! []

 

Komisioner Komnas Perempuan Periode 2020-2024, tulisan penulis tidak mencerminkan pendapat institusi

 

Digiqole ad