Pesan untuk Pengesahan RUU TPKS Menjadi RUU Inisiatif DPR
JAKARTA, JALASTORIA.ID – Pernyataan Ketua DPR RI mengenai rencana penetapan RUU TPKS menjadi RUU Inisiatif DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI Selasa (11/1/2022) mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan. Di antaranya, pegiat hak asasi manusia, pegiat isu pemilu, pekerja seni, pekerja kreatif, ulama, akademisi, dan mahasiswa, yang berkesempatan menyampaikan secara langsung kepada Ketua DPR RI, Puan Maharani, pada Rabu (12/1/2022).
Di antara para pihak yang duduk bersama Ketua DPR RI di lobby Gedung Nusantara pada Rabu sore itu, tampak Sakdiyah Ma’ruf, pekerja seni dan komedian, dan Titi Anggraini, pegiat isu pemilu.
Berikut ini JalaStoria merangkum beberapa pesan dari Sakdiyah dan Titi yang disampaikan kepada Ketua DPR RI, sebagaimana disiarkan secara live melalui kanal Youtube DPR RI.
- Ciptakan Ruang Aman untuk Perempuan Berkarya
Pekerja seni dan stand up komedian, Sakdiyah Ma’ruf menyatakan, banyak halangan dan tantangan yang dihadapi perempuan untuk berkiprah di bidang seni dan budaya. Padahal, seni dan budaya merupakan potensi bangsa yang dapat mengharumkan nama bangsa baik di dalam negri maupun di luar negeri.
“Selain stigmatisasi yang menghambat kami dalam berkarya, seperti juga profesi-profesi yang lain, pengalaman perempuan pada umumnya itu tidak lepas dari bayang bayang kekerasan khususnya kekerasan seksual,” ungkapnya.
Baca Juga: Kekerasan terhadap Perempuan dan Upaya Pemberdayaan Korban
Ia menambahkan, kekerasan seksual sudah menimbulkan banyak korban dan membuat perempuan seringkali memilih mundur. “Padahal kalau kami mundur maka potensi bangsa yang seharusnya ada dan dapat mengharumkan nama bangsa [menjadi] hilang,” jelasnya.
Oleh karena itu, Sakdiyah mengingatkan agar semua pihak menyiapkan seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya ruang bagi perempuan untuk berkarya, bersuara, dan berkreasi. Demikian pula dengan ruang publik yang aman bagi perempuan untuk beraktivitas, termasuk aman dari kekerasan seksual.
“Inilah urgensi RUU TPKS ini untuk segera disahkan,” tegasnya.
- Hentikan Pewarisan Kekerasan Seksual ke Generasi Berikutnya
Sakdiyah Ma’ruf menilai, salah satu keistimewaan RUU TPKS adalah adanya jaminan perlindungan hak-hak korban kekerasan seksual. Selain itu, RUU ini juga menjamin pencegahan dan upaya peningkatan kesadaran bersama untuk penghapusan kekerasan seksual.
Peningkatan kesadaran untuk menghapuskan kekerasan seksual menurut Sakdiyah merupakan hal yang sangat penting. “Bagi saya, satu PR (pekerjaan rumah – Red) generasi kita yang harus diselesaikan adalah penghapusan kekerasan seksual,” tegasnya seraya menambahkan, “Jangan sampai ini (kekerasan seksual – Red) kita wariskan ke generasi berikutnya.”
- Hadirkan Proteksi terhadap Kelompok Rentan Kekerasan Seksual
Menurut Titi Anggraini, Dewan Pembina Perludem, penegasan Ketua DPR RI mengenai rencana penetapan RUU TPKS menjadi RUU Inisiatif DPR menunjukkan makna substantif keterwakilan perempuan di parlemen. Hal itu sekaligus menjadi titik balik bagi perempuan politik di DPR dan gerakan masyarakat yang bekerja dalam penguatan perwakilan perempuan di politik.
Titi tidak memungkiri terdapat stigma terhadap gerakan yang aktif mendorong keterwakilan perempuan dalam politik. Stigma itu berupa anggapan bahwa kehadiran perempuan di parlemen kurang berkontribusi substantif terhadap produk legislasi yang pro perempuan.
“Ini betul-betul jadi perjuangan, tidak hanya perempuan politik di DPR tapi juga bagi kami yang bergerak di penguatan perwakilan perempuan di politik,” ungkap Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia ini. Menurut Titi, RUU TPKS merupakan produk legislasi yang diharapkan memproteksi perempuan, anak, dan kelompok marjinal dari kekerasan seksual.
Baca Juga: MPI: 2 RUU Masih Menunggu Penetapan sebagai RUU Inisiatif DPR RI
- Tepis Kekhawatiran Over Kriminalisasi
Menurut Titi, terdapat narasi yang menyiratkan kekhawatiran bahwa RUU TPKS akan berdampak pada over kriminalisasi (pengaturan ketentuan pidana berlebihan atau mempidanakan hal yang seharusnya tidak dipidana – Red). Selain itu, juga terdapat narasi bahwa RUU ini hanya untuk perempuan.
“Padahal, tidak,” tegas Titi. “RUU ini untuk kita semua.”
Kekhawatiran over kriminalisasi, menurut Titi, merupakan logika pelaku yang ketakutan. Sementara, RUU ini menggunakan logika perlindungan korban yang merupakan terobosan untuk melindungi korban. “Sehingga tidak perlu ada kekhawatiran akan menjadi over kriminalisasi,” tegasnya.
Sebaliknya menurut Titi, RUU TPKS menegaskan integrasi penegakan hukum dengan perlindungan dan pemenuhan hak korban.
Baca Juga: Data 3 Lembaga Bicara Kekerasan terhadap Perempuan
Titi menyebutkan, kekhawatiran serupa juga muncul dalam pembahasan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Padahal, perjalanan implementasi UU PKDRT ini menunjukkan kekhawatiran over kriminalisasi itu tidak terjadi.
***
Sebagaimana diinformasikan sebelumnya, Ketua DPR RI pada Selasa, (11/1/2022) menyampaikan penetapan RUU TPKS menjadi RUU Inisiatif DPR RI akan diagendakan dalam Rapat Paripurna Selasa, (18/1/2022).
Baca Juga: Gema RUU TPKS dan RUU PPRT dalam Paripurna DPR
Sebelumnya, Badan Legislasi DPR RI menyelesaikan penyusunan RUU TPKS pada Rabu, (8/12/2021). Namun, sekalipun mengantongi sebagian besar dukungan fraksi untuk dibawa ke Rapat Paripurna, terdapat mekanisme yang belum selesai dilalui sehingga RUU TPKS tidak terdapat dalam agenda Rapat Paripurna DPR RI yang sekaligus menutup Masa Persidangan II 2021-2022 pada Kamis (16/12/2021).
Puan Maharani dalam konferensi pers di lobby Gedung Nusantara, Rabu (12/1/2022), menjelaskan, untuk ditetapkan sebagai RUU Inisiatif DPR, RUU TPKS harus menempuh mekanisme yang berlaku di DPR RI.
“Saya berkeyakinan bahwa suatu Undang-undang itu harus dilakukan sesuai dengan mekanismenya,” tegas Puan saat menerima aktivis perempuan di lobby Gedung Nusantara, Rabu (12/1/2022).
Hal itu, menurut Puan, dimaksudkan agar Undang-undang yang dihasilkan tidak cacat hukum.
Merujuk ke Tata Tertib DPR RI, mekanisme tersebut yaitu melalui Rapat Badan Musyawarah (Bamus) sebagai forum pengambilan keputusan untuk menjadwalkan agenda yang dibahas dalam Rapat Paripurna.
Berdasarkan pemantauan JalaStoria, pada Desember 2021, Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus telah selesai diselenggarakan pada Senin, (6/12/2021). Sementara itu, Badan Legislasi menyelesaikan pengambilan keputusan terhadap RUU TPKS pada Rabu, (8/12/2021) dan Rapat Paripurna Penutupan Masa Persidangan II Tahun 2021-2022 dijadwalkan Kamis, (16/12/2021).
Dengan rentang waktu tersebut, RUU TPKS perlu menunggu jadwal Rapat Bamus atau Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus berikutnya yaitu pada Kamis (13/1/2022). Situasi itulah yang menyebabkan RUU TPKS tidak menjadi agenda pembahasan dalam Rapat Paripurna DPR RI di akhir tahun 2021.
Baca Juga: Jaringan Perempuan Desak DPR RI Segera Sahkan RUU TPKS sebagai Inisiatif DPR
***
Dalam kesempatan terpisah, Tim Eksekutif Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan, Lucia Wenehen menyatakan, rencana penetapan RUU TPKS menjadi Inisiatif DPR pada 18 Januari 2022 merupakan kabar sukacita yang telah lama ditunggu.
Ia berharap, penetapan itu agar tidak lagi ditunda karena tidak ada alasan bagi DPR RI untuk kembali menunda. “Tanpa disahkan, RUU TPKS tidak dapat melangkah ke tahap pembahasan,” jelasnya.
Selain itu, ia berharap agar DPR RI menugaskan Badan Legislasi (Baleg) untuk membahas RUU TPKS bersama Pemerintah dalam tahap pembahasan. Adapun Pemerintah diharapkan segera menyiapkan Surat Presiden (Supres) sehingga tidak perlu menunggu lama untuk memasuki tahap pembahasan. “Pemerintah segera menunjuk kementerian/lembaga yang akan menjadi leading sector dalam tahap pembahasan bersama DPR RI,” ungkapnya.
Dalam tahap pembahasan kelak, Lucia berharap baik Pemerintah maupun DPR RI memperhatikan masukan dari masyarakat sipil untuk penyempurnaan materi muatan RUU. Oleh karena itu, Lucia mengingatkan, “Penting melibatkan masyarakat sipil yang mengawal RUU TPKS ini dalam tahap pembahasan bersama Pemerintah,” pungkasnya. []
Diana Amaliah