Peran Perempuan  Membangun Jati  Diri Bangsa

 Peran Perempuan  Membangun Jati  Diri Bangsa

Ilustrasi (JalaStoria.id)

Oleh: Dr. Lusia Mangiwa

Kondisi bangsa Indonesia saat ini, dihadapkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghadirkan berbagai macam ancaman dan tantangan yang  tidak dapat dihindari. Kemajuan berjalan terus mengikuti perkembangan zaman yang pada saat ini muncul pula era Revolusi Industri 4.0 dan Civil Cociety 5.0 yang harus dihadapi dengan kesigapan dan kecerdasan yang mumpuni agar dapat bersaing dengan bangsa lain. Oleh sebab itu karakter serta budaya bangsa Indonesia harus dipersiapkan dalam menghadapi permasalahan global.

Ir. Soekarno, Presiden RI pertama menekankan bahwa pentingnya membangun jati diri bangsa melalui pembangunan karakter bangsa (national and character building). Para pendiri bangsa (founding fathers and mothers) Indonesia bersepakat bahwa membangun jati diri bangsa atau membangun karakter bangsa harus dilakukan secara berkesinambungan dari kemajemukan masyarakat Indonesia.

Indonesia sebagai bangsa lahir melalui proses sejarah yang panjang, hingga akhirnya para pendiri bangsa Indonesia menetapkan 4 (empat) pilar pondasi sebagai jati diri bangsa yaitu: Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Undang-Undang Dasar 1945,  dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Agar keempat pilar tersebut dapat menjadi dasar pondasi yang kuat dan kokoh bagi anak bangsa agar tidak mudah terombang ambing, pilar-pilar tersebut harus didasari dengan Pendidikan karena melalui Pendidikan menanamkan nilai-nilai dan menumbuhkan budi pekerti (kekuatan batin, karakter) dan pikiran (intellect) bagi anak bangsa.

 

Pendidikan Karakter

Mengapa pembangunan karakter harus melalui Pendidikan? Karena melalui Pendidikan itu akan terbentuk karakter yang mampu berinteraksi dan bersosialisasi dalam kemajemukan sehingga terbentuk integritas serta attitude anak bangsa. Pembangunan karakter melalui pendidikan akan menumbuhkan keinginan untuk mewujudkan kesepakatan nasional yang berpegang teguh pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Hal ini sebagaimana dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang  Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang tersebut ada 5 dari  8 potensi peserta didik yang implementasinya sangat melekat dengan tujuan pembentukan pendidikan karakter. Kelekatan inilah yang menjadi dasar hukum sangat pentingnya pelaksanaan Pendidikan karakter.

Dalam perkembangan jaman, terbuka kesempatan yang sama bagi warga negaranya baik laki-laki ataupun perempuan untuk terlibat langsung dalam pembangunan. Perempuan kini diharapkan tidak hanya menjadi “obyek” pembangunan, namun diharapkan mampu menjadi “subyek” dan berkontribusi aktif dalam pembangunan. Apalagi jika mengingat jumlah kaum perempuan lebih besar, sehingga perempuan menyimpan potensi besar bagi pembangunan negara dan bangsa.

 

 Tuntutan kepada Perempuan

 Seiring perkembangan jaman dan kondisi yang makin kompleks, perempuan dituntut untuk bisa menjadi seseorang yang “multitasking” dan sekaligus “multitalent”. Perempuan masa kini dituntut harus serba bisa dan serba bertalenta. Apapun peran perempuan, baik itu perempuan berkarir, perempuan pengusaha, perempuan di rumah tangga, dan lain sebagainya tetap memiliki tanggung jawab yang begitu kompleks. Ini adalah fenomena beban ganda perempuan yang tidak terlepas dari kuatnya sistem patriarkhi di tengah masyarakat.

Perempuan dituntut harus lebih adaptif dengan kondisi kekinian, bagaimana dia mampu memberdayakan potensi dirinya, berprestasi, mengaktualisasi intelektualitas diri, bermanfaat bagi lingkungannya, dengan tetap menjalankan tanggung jawabnya bagi keluarga.  Di keluarga, perempuan merupakan benteng dan pendidik bagi anak-anaknya. Padahal, kewajiban mendidik anak bukan semata tugas perempuan, ada tugas laki-laki juga di sana.

Di bidang pendidikan, perempuan dengan jumlah yang besar menjadi potensi tenaga kerja dan SDM yang berkualitas jika pendidikannya dikelola dengan baik, dan ini potensi bagi bangsa. Di bidang ekonomi, perempuan melalui berbagai jalur mampu terlibat dalam meningkatkan ekonomi keluarga, pun demikian di bidang-bidang lainnya.

 

Tantangan

Tantangan sekarang ini, adalah bagaimana cara kita menyiapkan perempuan sebagai kader pencetak generasi bangsa yang berkualitas  di tengah kondisi masih eksisnya pandangan sebagian pihak yang masih menjadikan perempuan sebagai obyek. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kekerasan pada perempuan, tingginya angka perdagangan perempuan (human traffict), dan kekerasan seksual yang berimplikasi pada perempuan sebagai korbannya.

Perempuan Indonesia masa kini adalah yang mampu menjadi motor penggerak dan perubahan (agent of change). Mereka juga harus sadar dan paham memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Bagi yang sudah berkeluarga, hal tersebut dapat diterapkan dengan pembagian tugas, peran dan tanggung jawab yang seimbang antara suami-istri dalam rumah tangga sehingga pemenuhan kasih sayang dan hak–hak anak pun tidak terabaikan. Banyaknya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, seperti kekerasan dalam rumah tangga, pornografi, radikalisme, intoleransi, kekerasan ekonomi sampai kejahatan seksual dan perdagangan orang menyadarkan kita akan pentingnya peran keluarga melalui sinergi suami dan istri di dalamnya.

Tantangan bagi kita semua untuk mengubah segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dengan memberikan “ruang gerak” yang lebih luas, namun tetap memandang dan menempatkan kaum perempuan tetap dari sudut pandang sebagai perempuan, tanpa harus mengubah jati diri perempuan itu sendiri. Hal ini sejalan dengan kampanye dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak yang disebut “Three Ends”, yaitu “Akhiri Kekerasaan terhadap Perempuan dan Anak”, “Akhiri perdagangan perempuan dan anak (human trafficking)”, dan “Akhiri Kesenjangan Akses Ekonomi bagi Perempuan.”

Seluruh perempuan Indonesia berperan penting dalam menghasilkan generasi penerus bangsa dan menjadi mitra pembangunan bangsa yang dapat diandalkan. Peran itu diharapkan dapat diwujudkan melalui kemitraan perempuan dan laki–laki dengan menciptakan suatu ketahanan keluarga. Meski berbeda kodrat dengan laki-laki, perempuan mempunyai peranan bersama sebagai mitra.

Besar harapan kualitas suatu bangsa tertumpu pada perempuan. Oleh karena itu, sejauh mana kaum perempuan dengan perannya mampu berkontribusi dan berkarya bagi bangsa ini, dan sejauh mana perempuan mencetak generasi-generasi bangsa yang berkualitas. Tentu saja, tidaklah adil jika membebankan sepenuhnya kepada perempuan saja untuk memenuhi harapan itu tanpa penyediaan fasilitasi yang memadai agar perempuan terbebas sepenuhnya dari diskriminasi.[]

 

Penulis bertugas di Pusat Pengembangan Profesi Pekerja Sosial dan Penyuluh Sosial, Kementerian Sosial RI

Digiqole ad