Tak Mudah, Begini Problematika Pemulangan Korban TPPO ke Tanah Air

 Tak Mudah, Begini Problematika Pemulangan Korban TPPO ke Tanah Air

Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin mengkhawatirkan. Tindakan kejahatan ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga merusak keberlanjutan dan martabat kemanusiaan. Bahkan, pemulangan korban TPPO juga menuai problematika yang tidak kalah peliknya.

Dibutuhkan kerja sama dari semua pihak agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang karena perdagangan orang termasuk dalam kejahatan serius yang melanggar hak asasi manusia dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian universal. Harus diingat korban dari TPPO bisa jadi sulit meneruskan kehidupan layaknya orang normal. Mengapa? Ada trauma mendalam yang disisakan dalam hidup mereka. Mirisnya tak hanya trauma, beberapa korban TPPO bahkan harus meregang nyawa saat berada di negara orang.

Bupati Purworejo, Hj Yuli Hastuti, menyebutkan bahwa TPPO harus menjadi perhatian pemerintah. Dia meminta pemerintah harus melakukan edukasi dan peningkatan kesadaran atau sosialisasi secara rutin kepada masyarakat tentang TPPO.

“TPPO menjadi perhatian serius bagi kita semua, karena memakan korban tidak hanya fisik, tetapi juga mencuri hak asasi manusia yang paling dasar. Oleh karena itu, pemerintah bersama-sama dengan seluruh lapisan masyarakat, harus bersatu dalam upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan bagi korban TPPO,” katanya.

 

Baca Juga: Ingin Meraih Mimpi, Malah Berujung Jadi Korban Eksploitasi Seksual

 

Mirisnya, nasib para korban TPPO tak berhenti usai mereka diselamatkan dari tangan orang-orang tak bertanggung jawab. Ada lagi probematika yang dihadapi, yakni pemulangan korban ke Tanah Air. Tak sederhana, ternyata proses pemulangan para korban TPPO pun memakan waktu dan banyak kendala.

 

Lantas apa saja problematika pemulangan korban TPPO? Berikut data-data yang dirangkum tim JalaStoria:

 

Masalah Dana

Masalah dana atau uang kerap menjadi kendala saat seorang korban TPPO ingin dipulangkan ke Tanah Air. Salah satunya seorang WNI asal Kabupaten Purworejo berinisial DS yang menjadi korban TPPO di Malaysia. Berbagai pihak terkait bersama keluarga terus berupaya mengurus proses pemulangan korban.

Demi memulangkan DS, Baznas Kabupaten Purworejo memberikan bantuan sosial sebesar Rp6 juta dan Palang Merah Indonesia sebesar Rp1 juta. Bantuan diserahkan oleh Bupati Purworejo Hj Yuli Hastuti kepada perwakilan keluarga.

 

Dokumen tidak resmi

Tak hanya masalah dana, salah satu problem terbesar pemulangan korban TPPO adalah berkas atau dokumen tidak resmi. Pasalnya saat berangkat ke luar negeri, para korban dibekali dengan dokumen ilegal.

Hal tersebut diakui Komisi III DPR RI yang menyuarakan kekhawatiran akan banyaknya warga Kalimantan Barat yang tergoda dengan tawaran dari sindikat PMI Ilegal untuk bekerja di negeri orang tanpa dokumen resmi dengan iming-iming gaji besar.

 

Baca Juga: Sering Dianggap Sasaran Empuk, Ini Kasus TPPO dengan Korban Anak 2023

 

Sebagai provinsi yang memiliki perbatasan langsung dengan Negeri Jiran, Kalimantan Barat dikhawatirkan menjadi jalan tikus bagi oknum pekerja migran. Kondisi ini tentu akan merugikan pekerja tersebut karena menjadikannya rentan tidak mendapatkan haknya, mengalami tindak penganiayaan mental dan fisik, hingga cacat atau bahkan kehilangan nyawa.

 

Korban TPPO tak mau dipulangkan

Salah satu problematika pemulangan korban TPPO adalah ulah si korban sendiri. Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Kalimantan Barat (Kalbar), Pria Wibawa, menyebutkan bahwa Kanwil Kemenkumham Kalbar telah menjalankan kerja sama dengan instansi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat demi mencegah praktik penyelundupan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal. Sayangnya ada satu yang menjadi hambatan, yakni saat proses pemulangan PMI ke daerah asal oleh BP2MI.

“Yang jadi masalah ialah ketika proses deportasi dari Malaysia, mereka sampai di sini tidak memiliki dana sama sekali untuk pulang. Maka mereka akan curi-curi kembali ke Malaysia untuk mencari biaya hidup, dan mengajak sanak saudara untuk menjadi PMI ilegal lewat jalur belakang yang ada di wilayah Kalbar ini sehingga menjadi masalah yang terus-menerus berulang,” kata Pria Wibawa.

Itulah problematika yang dialami saat pemulangan korban TPPO ke Tanah Air. Perlu ada kerja sama dan komitmen di antara banyak pihak, termasuk para korban. Jangan sampai karena kendala yang ada, para korban malah kembali terjerumus dalam lubang TPPO yang tak berkesudahan.

Apabila Sobat mengetahui atau mengalami TPPO, jangan ragu untuk mencari bantuan layanan penanganan, pelindungan, dan pemulihan. Sobat yang berada di luar negeri dapat menghubungi KBRI setempat, atau kontak BP2MI. Apabila membutuhkan informasi tentang lembaga penyedia layanan untuk korban, dapat menghubungi JalaStoria melalui kontak 0858-4000-1001 atau klik tautan pengaduan yang kami sediakan.

Elvira Siahaan, perempuan apa adanya, mencintai anjing, dan suka petualangan baru.

 

Digiqole ad