Warna Nggak Punya Jenis Kelamin
JAKARTA, JALASTORIA.ID – Mungkin ada yang bilang, laki-laki nggak pantes pake warna pink. Sebaliknya, perempuan juga dibilang nggak cocok pake warna biru.
Ya, selama ini warna pink diidentikkan dengan perempuan, dan biru dengan laki-laki. Menurut doktergenz.hipwee.com (2018), sejak era 1980-an ada stereotip terhadap warna pink sebagai ciri feminin, sementara biru maskulin.
Sayangnya, saking lekatnya asosiasi warna tertentu dengan suatu jenis kelamin tertentu, nggak jarang di masyarakat kita justru timbul diskriminasi terhadap seseorang yang mengenakan pakaian dengan warna yang berbeda dengan yang diasosiasikan terhadap jenis kelaminnya.
Misalnya, ada seorang laki-laki pake kemeja warna pink. Lingkungan sekitarnya mungkin tidak akan berhenti mengolok-oloknya karena ia dianggap memakai warna baju perempuan. Dan hal ini nyata terjadi, lho! Pemilik akun Twitter @the_daddiess pernah mencuitkan soal ini (1/06/2021). Walaupun dia menjelaskan kepada orang yang mengoloknya, nggak cukup mempan untuk menghentikan tindakan diskriminatif itu.
Hmmm…beda banget ya dengan di Norwegia. Ruswandi Y. Karlsen, pengajar PAUD di negara yang terkenal dengan northern lightnya itu, bercerita bahwa anak-anak di sana sudah ngerti kalo yang namanya warna itu nggak punya jenis kelamin. Atau dengan kata lain, nggak ada yang namanya warna khusus buat laki-laki atau perempuan.
“Ada murid cowok usia 4,5 tahun bikin Iron Man pink. Katanya yg merah udah banyak. Ga ada yg ngetawain. Temennya bilang, “Det finnes ikke guttefarger eller jentefarger” alias “Ga ada itu warna khusus cowok ato cewek,” tulis Ruswandi melalui akun twitter @rykarlsen (1/06/2021).
Nah, berawal dari cerita Iron Man pink itu, Ruswandi juga menceritakan bahwa pink sesungguhnya adalah warna yang sering dipakai laki-laki pada jaman dahulu. Melalui akun twitternya, ia membagikan juga bukti foto dan kutipan artikel terkait.
Nah, supaya nggak penasaran, simak berikut ini ya!
- Penggunaan Warna Pink sebelum Tahun 1900an
“Anak laki-laki dan pria dewasa di Eropa dan US banyak yg menggunakan warna pink sejak ratusan tahun lalu. Lukisan anak kecil oleh John Vanderbank pada tahun 1964 dan orang dewasa oleh Pierre Thomas Le Clers pada 1779,” tulis Ruswandi.
Dengan menuliskan sumber foto dari christies.com dan cnn.com, berikut ini penjelasan Ruswandi:
- Saran Warna dari Ladies’ Home Journal Juni 1918
“Artikel Ladies’ Home Journal bulan Juni 1918 membahas bahwa warna pink menggambarkan kekuatan anak laki-laki dan biru mewakili kelembutan wanita. Ada sumber lain yg menyebutkan biru cocok untuk bayi bermata biru & pakaian pink untuk bayi bermata cokelat,” ungkap Ruswandi.
Cekidot berikut ini ya:
- Survei Majalah TIME 1927
Ruswandi menuliskan, pada tahun 1927, Majalah TIME mengadakan survei warna pakaian anak di berbagai departemen store di Amerika Serikat. Hasilnya, tambah Ruswandi, hampir semua toko menyarankan pink untuk anak laki-laki dan warna biru lebih tepat untuk anak perempuan.
- Asosiasi Warna Pink sebagai Homoseksual 1940an
Ada perubahan signifikan sejak 1940-an. Tepatnya, di masa kamp konsentrasi yang dibangun Nazi di mana kode warna pink diberikan untuk tahanan homoseksual.
”Masa gelap warna pink dimulai pada tahun 1940-an, terutama saat Nazi memberi kode pink untuk tahanan gay di kamp konsentrasi,” tulis Ruswandi. Credit foto: The CJM.
- Pink dan biru sebagai penanda jenis kelamin mulai 1980
Ruswandi menjelaskan, “Pink untuk semua jenis kelamin juga menjadi hal yg sering dibahas pada kebangkitan feminisme (termasuk mengusung equality) di tahun 1960 hingga 1980. Namun setelah itu hingga saat ini pink lebih mewakili wanita dan biru untuk pria.”
Mengutip Profesor Joe B. Paoletti, Tirto.id (19/11/2016) melaporkan, gencarnya tuntutan kesetaraan gender di tahun 1960an termasuk di dunia fashion turut berkontribusi merebut asosiasi warna pink yang semula maskulin menjadi feminin. Ini memengaruhi perubahan fashion yang di tahun 1970-an memperkenalkan pakaian perempuan dengan warna pink berhiaskan renda-renda. Tren ini makin berkembang hingga ke 1980-an.
Sementara itu, Fatkhur Rozi dalam doktergenz.hipwee.com (2018) menyebutkan perbedaan peruntukan warna pink untuk perempuan dan biru untuk laki-laki yang berkembang sejak 1980 itu tidak terlepas dari strategi pemasaran banyak perusahaan retail di Amerika Serikat. Kala itu promosi gencar dilakukan dengan menerapkan warna pink dan biru sebagai pembeda untuk baju, aksesori, mainan, perabotan, hingga segala kebutuhan bayi. Inilah awal mula warna pink dan biru digunakan sebagai penanda jenis kelamin.
- Pink dalam Alkitab dan tradisi Kehidupan Islam
Melalui cuitannya, Ruswandi mengajak kita untuk kembali menengok warna pink dalam tradisi dua agama besar dunia. Pertama, kristiani. “Lukisan “Fra Angelico” pada tahun 1432 menggambarkan Malaikat Jibril mengenakan pakaian berwarna pink saat bertemu Bunda Maria. Pink dalam Alkitab menggambarkan kekuatan dan hubungan yg baik dengan Tuhan serta kepedulian-Nya,” tulisnya. Credit foto dari wikipedia.com.
Kedua, Islam. Ruswandi menunjukkan bahwa dalam tradisi Islam, pakaian berwarna pink juga dijumpai dalam penggambaran malaikat dan ragam kehidupan Islam terdahulu. Berikut ini sejumlah foto yang ditunjukkan Ruswandi, dengan credit foto dari bl.uk, VMFA Museum, Toronto Public Library, dan Pinterest.
==
Demikianlah kisah warna pink yang mengalami perubahan asosiasi dalam perjalanan waktu. Mengutip Modul Pelatihan Adil Gender untuk Perempuan Marginal dari KAPAL Perempuan (2006), itulah yang disebut gender. Ia dilekatkan oleh masyarakat sebagai ciri dan harapan terhadap laki-laki atau perempuan yang dapat berubah berdasarkan ruang dan waktu.
Perubahan itu sendiri sebenarnya nggak masalah, lho! Yang menjadi masalah adalah ketika ada stereotip gender terhadap warna pink sebagai milik perempuan sehingga menimbulkan diskriminasi terhadap laki-laki yang menggunakan warna pink.[MUK]