Di Ujung Penantian Putusan Pengadilan Kasus Anak Panti Asuhan, Depok

 Di Ujung Penantian Putusan Pengadilan Kasus Anak Panti Asuhan, Depok

Ilustrasi (Sumber: Succo/Pixabay.com)

Oleh: Ermelina Singereta

 

Berbilang tahun kami mengawal kasus ini. Ini adalah satu di antara sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak yang kami dampingi. Kekerasan seksual ini dilakukan oleh terdakwa bernama Lukas Lucky Ngalngola, alias Bruder Angelo. Terdakwa ini mengaku diri  sebagai rohaniwan yaitu Bruder.

Korbannya adalah sejumlah anak yang merupakan anak asuh di Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani di Perumahan Mutiara Depok, Jawa Barat. Relasi Kuasa dalam perkara ini sangatlah kuat. Terdakwa adalah pemimpin dan pengelola Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani di Perumahan Mutiara Depok, Jawa Barat, dan korban adalah anak asuh panti asuhan yang dipimpin dan dikelola oleh Terdakwa.

Posisi Terdakwa sebagai pemimpin dan pengelola panti asuhan berpotensi menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki terhadap anak asuh panti asuhan yang dalam posisi lemah dan tidak berdaya. Hal ini dikarenakan adanya ketergantungan anak asuh panti asuhan terhadap pemimpin dan pengelola panti asuhan untuk kehidupan sehari-hari selama tinggal di panti asuhan. Kekuasaan yang dimiliki Terdakwa sebagi pemimpin dan pengelola panti asuhan menjadi latar belakang yang memungkinkan Terdakwa melakukan kekerasan seksual terhadap korban. Tentu Terdakwa akan dengan mudah mengancam korban jika melapor atau melawan.

Baca Juga: Predator Seksual Berjubah Agama: Pemberitaan  Media 2021

Tuntutan Penuntut Umum

Perkara ini teregistrasi di Pengadilan Negeri Depok dengan nomor register perkara 317/Pid.Sus/2021/PN Dpk. Adapun Jaksa Penuntut Umum menuntut Terdakwa dengan Pasal  82 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 64 KUHP (perbuatan berlanjut).

Tuntutan yang dijatuhkan terhadap Terdakwa adalah 14 tahun hukuman penjara dan denda Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau subsider 3 bulan kurungan.

Kami selaku kuasa hukum berpendapat, hukuman penjara sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa layak dijatuhkan sebagai bentuk pertanggungjawaban Terdakwa karena melakukan tindak pidana.

 

Pengawalan Bersama

Setelah hampir 2 tahun mengawal kasus ini, proses peradilan pidana sejak penyidikan dan penuntutan serta pemeriksaan di sidang pengadilan kini berujung di Pengadilan Negeri Depok dengan Pembacaan Putusan Pengadilan. Vonis Hakim terhadap Terdakwa itu akan dibacakan pada hari Kamis, 13 Januari 2022.

Perkara ini sudah lama dilaporkan di Polres Metro Depok pada tanggal 7 September 2020, dengan laporan Polisi Nomor: LP/2096/K/IX/2020/PMJ/Restro Depok. Itupun setelah laporan sebelumnya tidak berlanjut tanpa kejelasan.

Awalnya penanganan perkara  ini terkesan berjalan lambat dan sempat tidak berjalan atau mengalami kemandekan di Polres Metro Depok. Namun karena adanya desakan masyarakat sipil dan juga lembaga negara, akhirnya Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Depok menindaklanjuti penanganan perkara ini. Lembaga negara yang turut bergerak adalah Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Baca Juga: Laki-laki Pun Dapat Menjadi Korban Pelecehan Seksual

Sementara itu, masyarakat sipil yang terhimpun dalam  Jaringan Masyarakat Sipil Untuk Penuntasan Kasus Kekerasan Seksual Yang Dialami Anak Panti Asuhan Depok pada April 2021 bergerak melakukan desakan publik agar kasus ini segera dituntaskan. Selain saya dan rekan saya Judianto yang tergabung dalam Tim Pembela Hukum Anak Indonesia yang bertindak selaku kuasa hukum, pemerhati isu anak juga terlibat mengawal kasus ini. Antara lain, Jaringan Peduli Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Mitra Imadei, Kelompok Perempuan Katolik Pegiat HAM dan Kemanusiaan, dan ECPAT Indonesia.

Berbagai upaya ini memperkuat langkah yang kami bangun dalam mengawal perkara ini agar proses penanganannya bergerak maju.

Penanganan perkara ini yang akhirnya sampai ke meja persidangan merupakan kemajuan dalam penegakan untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban.  Rekan saya, Judianto Simanjuntak, yang juga Kuasa Hukum Korban, menjelaskan bahwa fakta persidangan menunjukkan dugaan kekerasan seksual (pencabulan) yang dilakukan oleh Terdakwa kepada korban sangat kuat. Hal ini sesuai dengan keterangan 3 orang anak yang merupakan korban dalam persidangan. Selain itu, juga didukung keterangan saksi dan bukti Visum et Revertum.

Dengan demikian sangat beralasan Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa Terdakwa Lukas Lucky Ngalngola, alias Bruder Angelo terbukti secara syah dan meyakinkan melakukan kekerasan seksual terhadap korban.

 

Harapan Kuasa Hukum

Apa yang kami harapkan dalam perkara ini? Agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman penjara maksimal (seberat-beratnya) dan menambahkan hukuman pemberatan terhadap Terdakwa.

Hal ini didasarkan beberapa alasan, yaitu, pertama, relasi kuasa antara Terdakwa dengan korban di mana posisi Terdakwa adalah pemimpin dan pengelola panti asuhan di mana korban tinggal.

Pemberatan pidana ini layak dijatuhkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2014, yang  menyebutkan “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”

Baca Juga: Mengetahui Hak-hak Anak adalah Hak Anak

Kedua, terdapat korban lebih dari 1 (satu) orang, di mana dalam perkara ini ada 3 (tiga) anak yang merupakan korban kekerasan seksual dari Terdakwa dan  menerangkan dalam persidangan bahwa korban mengalami kekerasan seksual (pencabulan) dari Terdakwa.

Ketiga, kekerasan seksual yang dilakukan Terdakwa terhadap korban mengakibatkan korban mengalami trauma, ketakutan, dan cemas.

Keempat, kekerasan seksual yang dilakukan Terdakwa terhadap korban merupakan perbuatan berlanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 KUHP. Menurut korban, Terdakwa melakukan sodomi terhadap korban pada 2018, dan kembali berulang pada 2019 di tempat kejadian perkara yang berbeda.

Keempat, keterangan korban, keterangan saksi, dan alat bukti lainnya merupakan bukti yang menguatkan terjadinya kekerasan seksual oleh Terdakwa, sekalipun dalam persidangan Terdakwa tidak mengakui tindak pidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum.

Pelaksanaan sidang perkara ini sampai pada vonis hakim pada dasarnya untuk memberikan perlindungan dan memberikan keadilan kepada korban. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Oleh karena itu, diharapkan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini memberikan putusan yang adil untuk memenuhi rasa keadilan korban.[]

 

Advokat

Digiqole ad