KUPI: Mendekatkan Tradisi Keilmuan

 KUPI: Mendekatkan Tradisi Keilmuan

Tangkapan layar Opening Ceremony of International Conference KUPI II

Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) ke-2 resmi digelar. Serupa dengan pelaksanaan KUPI pertama (2017), KUPI ke-2 juga memilih pesantren dan kampus Islam sebagai lokasi kongres.

Jika KUPI pertama diselenggarakan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati dan Pesantren Kebon Jambu Cirebon. Maka pada KUPI ke-2 kongres digelar di Universitas Islam Negeri (UIN) Semarang dan Pesantren Hasyim Asy’ary Jepara.

Pemilihan dua lokasi ini tentu bukan tanpa pertimbangan. Dalam sambutan pembukaan KUPI ke-2 pada Rabu (23/11/2022) Ketua Majelis Musyawarah KUPI Badriyah Fayumi menyampaikan alasan pesantren dan kampus islami dipilih sebagai tempat perhelatan kongres. Berikut sebab pesantren dan kampus Islami menjadi lokasi penyelenggaraan KUPI:

  1. Tradisi Keilmuan Islam

Pesantren dan kampus Islami merupakan tiang penting dari cara berpikir keulamaan KUPI dalam merespons segala persoalan, termasuk merumuskan hasil musyawarah keagamaan serta rekomendasi. Keduanya punya penekanan khas. Pesantren mewakili tradisi keilmuan Islam berbasis kitab turos, belajar secara urut sampai khatam. Sementara kampus mewakili tradisi keilmuan Islam yang memandang persoalan secara tematik dan komprehensif dengan pendekatan multidisipliner.

Baca Juga: Jihad Gender untuk Mengurai Masalah Kekerasan

  1. Punya Historisitas

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, mewakili masa lalu. Kampus Islami merupakan produk pendidikan Islam modern. “Sehingga historisitas, modernitas, lokalitas, semuanya menyatu menjadi konteks dan itulah KUPI dalam merespons dan menyikapi segala persoalan, konteks sekaligus cara berpikir,” jelas Badriyah.

Pesantren bergerak di bidang dakwah pemberdayaan masyarakat dan pendidikan. Pesantren mewakili dan menemani akar rumput, menemani mereka yang terpinggirkan dan terluka. Sementara kampus islami, dengan tri dharma, memiliki akses dan daya jangkau lebih luas hingga level dunia.

“Di situlah range gerakan KUPI, mengakar dan melebar di akar rumput, membersamai mereka yang terpinggirkan dan terluka sekaligus bisa mempengaruhi kebijakan nasional dan bisa diamplifikasi dan juga bisa disuarakan dan bergema di dunia internasional,” imbuh Badriyah.

  1. Ruang Kaderisasi

Pesantren dan kampus Islam merupakan arena pengkaderan utama bermula. Pesantren dan kampus adalah ruang khidmat utama bagi para ulama perempuan. Jika ulama perempuan akademisi berkhidmat di kampus dengan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Sementara ulama perempuan di pesantren atau biasa disebut dengan bu nyai, berkhidmat pada pendidikan dakwah dan pemberdayaan masyarakat. “Ini tiga fungsi pesantren yang secara eksplisit ada di UU Pesantren dilakukan oleh para ibu nyai di pesantren” kata Badriyah.

Baca Juga: Penghapusan Kekerasan Seksual dan Kongres Ulama Perempuan Indonesia

Terhitung sejak Rabu (23/11/2022) sampai Sabtu (26/11/2022) ada lebih dari 1.600 peserta berhimpun dalam gelaran KUPI ke-2.  Panitia penyelenggara menyatakan menerima pendaftaran hampir seribu peserta di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sebanyak 715 peserta hadir di auditorium II UIN Walisongo Semarang dalam pembukaan KUPI ke-2. Mereka terdiri dari 434 perempuan dan 281 laki-laki yang hadir dan siap berdiskusi. Puluhan perwakilan negara juga hadir seperti dari Afghanistan, Australia, Belgia, Mesir, Perancis, Burrundy, Jerman, Hongkong, India, dan Irak. Ada pula dari Jepang, Kenya, Malaysia, Belanda, Nigeria, Pakistan, Filipina, Puorto Rico, Rusia, Singapura, Slovakia, Afrika Selatan, Srilanka, Swedia, Syiria, Thailand, Uganda, United Kingdom, dan Amerika. [Nur Azizah]

 

Artikel ini merupakan bagian dari kontribusi JalaStoria dalam penyelenggaraan KUPI ke-2 di Semarang dan Jepara, 2022.

 

Digiqole ad