Menyuarakan Kesetaraan Bukan Pilihan

 Menyuarakan Kesetaraan Bukan Pilihan

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

Oleh: Uung Hasanah

Ah! Kamu bilang begitu karena kamu perempuan”

“Ikut-ikutan aja kan biar terkenal. Sok ngomongin gender”

“Kalau kamu merasa mampu, nggak usah bawa-bawa gender. Buktikan!”

Gerakan kesetaraan gender yang mulai membumi di Indonesia belum bisa mengonter pandangan sinis orang-orang yang masih menggunakan kaca mata primitif. Kalimat di atas sering dilontarkan kepada saya, atau mungkin banyak orang lainnya yang sedang berjuang melawan ketidakadilan gender. Gerakan kesetaraan yang seyogyanya untuk kemaslahatan bersama, masih sering disalahartikan sebagai propaganda perempuan untuk menaikkan popularitas.

Benarkah gerakan kesetaraan gender didesain untuk kepentingan perempuan? Kesetaraan diambil dari kata baku tara, dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) berarti yang sama baik tingkatnya maupun kedudukannya. Sementara gender oleh Prof. Dr. H Nasaruddin Umar, MA dalam buku Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan sosial-budaya. Gender berbeda dengan sex. Sex adalah perbedaan laki-laki dan perempuan berdasarkan anatomi tubuh yang tidak dapat diubah. Tidak seperti gender yang dipengaruhi oleh sosial budaya, maka sifatnya berubah-ubah sesuai konstruk masyarakat.

Berdasarkan definisi di atas, gerakan kesetaraan gender adalah suatu gerakan untuk menempatkan perempuan dan laki-laki pada kedudukan yang sama secara sosial dan budaya. Tidak menempatkan laki-laki di atas derajat perempuan, atau perempuan di atas derajat laki-laki. Gerakan ini memungkinkan adanya pertukaran peran domestik dan publik antara laki-laki dan perempuan. Untuk melawan pola pikir bahwa publik adalah wilayah kekuasaan laki-laki, sedangkan domestik untuk perempuan.

Lalu, siapa yang memperjuangkan kesetaraan gender? Jawabannya adalah semua orang, baik itu perempuan maupun laki-laki. Selama keduanya memiliki cara pandang bahwa setiap orang berhak atas pendidikan, pekerjaan, sosial, keamanan, kebebasan, dan kehidupan yang layak. Meski isu yang dibawa adalah isu yang berkenaan dengan persoalan perempuan, seperti perkosaan, pelecehan seksual, pendidikan perempuan, dan kekerasan dalam rumah tangga, gerakan ini berdiri di atas kepentingan bersama. Permasalahan tersebut melibatkan dua subjek kehidupan, perempuan dan laki-laki. Maka pemecahan masalah pun harus melibatkan keduanya.

Baca Juga: Menuju Kesetaraan Gender

Untuk memutuskan sesuatu dalam hidup, terdapat banyak sekali pilihan. Tapi menyuarakan kesetaraan bukanlah sebuah pilihan. Ketika ketidakadilan gender seperti subordinasi, stereotip, kekerasan, beban ganda, dan marjinalisasi bertebaran di muka bumi ini, maka ikut bergerak memperjuangkan kesetaraan adalah kewajiban.

Tugas Kemanusiaan

Dalam buku “Mendekati Tuhan dengan Kualitas Feminin” yang ditulis oleh Prof. Dr. H Nasaruddin Umar, MA menjelaskan bahwa manusia mewarisi sifat-sifat Tuhan, yakni sifat feminin dan maskulin. Sifat maskulin meliputi kuat, perkasa, dan berkuasa. Sifat feminin ditunjukkan dengan sifat pemaaf, penyayang, dan bijaksana. Meski demikian, tidak semua sifat Tuhan dimiliki manusia karena manusia hanyalah ciptaan Tuhan. Keberadaan manusia di muka bumi sebagai manisfestasi dari citra Tuhan.

Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Adanya dualitas maskulin dan feminin semestinya membuat manusia bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Sebagai manisfestasi citra Tuhan, manusia harus tahu kapan menggunakan sifat-sifat maskulin dan kapan harus menggunakan sifat-sifat feminin. Lebih lanjut Prof. Dr. H Nasaruddin Umar, MA menyebutkan, 75 % dari sifat-sifat Tuhan adalah feminin.

Hubungan manusia dengan Tuhan adalah hubungan penghambaan, di mana manusia harus taat dan patuh kepada perintahNya. Sedangkan antarsesama manusia adalah hubungan kesetaraan, sama-sama ciptaan Tuhan. Tidak diperbolehkan adanya penghambaan manusia kepada selain penciptanya, karena derajat manusia adalah sama. Artinya melawan bentuk penindasan, diskriminasi, marjinalisasi dan bentuk ketidakadilan gender lainnya adalah tugas kemanusiaan yang mutlak.

Hak Perlindungan Negara

Negara berkewajiban melindungi hak warga negaranya. Hak adalah kuasa untuk menerima sesuatu yang semestinya diterima. Hak perlindungan sebagai warga negara akan diberikan kepada seseorang yang telah diakui kewarganegaraannya. Dilansir dari situs resmi Mahkamah Konstitusi, hak warga negara Indonesia meliputi hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2), hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia (pasal 28C ayat 1), hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum (pasal 28D ayat 2), dan lain-lain.

Baca Juga: Serangan Air Keras Sebagai Kekerasan Berbasis Gender

Dengan kata lain, perjuangan untuk diperlakukan setara adalah gerakan pemenuhan hak. Bukan meminta untuk diperlakukan istimewa, bukan pula untuk menaikkan pamor. Keadilan baru bisa dicapai jika diperjuangkan oleh seluruh lapisan instansi dan masyarakat. Negara memberi perlindungan hukum, masyarakat meniadakan kelas antara laki-laki dan perempuan.

Pengalaman Hidup Perempuan

Secara anatomi tubuh, perempuan memiliki perbedaan dengan laki-laki. perempuan menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. Fungsi reproduksi tersebut tidak dapat digantikan laki-laki. Dari perbedaan tersebut, makna setara bagi pengalaman hidup perempuan adalah memberikan hak sesuai kebutuhan. Perempuan yang sedang hamil atau baru saja melahirkan tidak bisa disamakan dengan laki-laki sehat untuk bekerja lebih dari 12 jam dalam sehari, karenanya ada cuti hamil dan melahirkan. Perbedaan ini tidak bisa dimaknai sebagai perlakuan istimewa, tetapi sebagai keragaman dari kesetaraan gender, yang basis nilainya adalah kemaslahatan atau kebaikan bersama. []

 

Mahasiswa Pascasarjana ini menerbitkan buku pertamanya “Menggugat Feminisme” dengan nama pena Uunk Crispy

 

Sumber:

Umar, Nasaruddin. 1999. Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran. Jakarta Selatan: Paramadina.

Nasaruddin Umar. 2014. Mendekati Tuhan dengan Kualitas Feminin. Jakarta: Quanta (PT. Alex Komputindo)..

https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11732

 

 

 

Digiqole ad