Menantikan Implementasi Menyeluruh Permendikbud PPKS

 Menantikan Implementasi Menyeluruh Permendikbud PPKS

Ilustrasi (Sumber: Jaringan Muda Setara)

Pendidikan diharapkan sebagai ruang intelektual guna menghasilkan manusia yang berkualitas, nyatanya belum sepenuhnya menjadi ruang aman bagi perempuan. Menurut Catatan Komnas Perempuan selama periode 2012-2021, terdapat 2.247.594 kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual dengan peningkatan kasus setiap tahunnya. Kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, sepanjang 2015-2021 data yang masuk ke Komnas Perempuan berjumlah 67 dengan 35 di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi. Hal ini disampaikan oleh Olivia, Wakil Ketua Komnas Perempuan dalam Studium General Institut Teknologi Bandung (ITB)

Sementara di tahun 2022, Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan mencatat ada 11 kasus pelecehan seksual terjadi di kampus sepanjang 2022. Kasus tersebut terbilang meningkat dari tahun sebelumnya yakni 6 kasus di 2021. Data ini berdasarkan kasus yang dilaporkan pada Nurani Perempuan.

Tidak ada satupun jenjang pendidikan yang luput dari kekerasan seksual,  termasuk perguruan tinggi. Data yang telah dipaparkan, merupakan data yang terlapor. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa data tersebut bukanlah angka kasus yang sebenarnya. Masih banyak kejadian yang belum terhitung. Hampir setiap minggu terdapat berita kekerasan seksual di media sosial selama tahun 2022. Kekerasan seksual di lingkungan pendidikan mengancam generasi dan masa depan bangsa.

Mengapa Terjadi Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi?

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual di perguruan tinggi. Pertama, pengaruh sosial budaya. Budaya patriarki yang menjadikan perempuan sebagai kelas kedua, menyebabkan perempuan rentan mengalami kekerasan seksual. kedua, adanya relasi kuasa. Pelaku kekerasan seksual biasanya memiliki pangkat atau jabatan yang lebih tinggi. Melalui kekuasaan yang dimiliki, pelaku menekan korban agar bisa melakukan tindakan keji.

Baca Juga: Masihkah Ada Ruang Aman Bagi Perempuan di Indonesia?

Ketiga, perguruan tinggi tidak memihak korban. Perguruan tinggi cenderung enggan mengangkat kasus kekerasan seksual ke muka publik atau meja hukum, dengan dalih menjaga nama baik. Padahal dengan berada di sisi korban, justru citra kampus akan semakin baik. Sebab telah menjunjung tinggi nilai kemanusiaan serta memiliki komitmen selayaknya orang berpendidikan.

Keempat, payung hukum di perguruan tinggi tidak komprehensif. Beberapa perguruan tinggi belum terlalu responsif dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual. Meski Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 31 Agustus 2021 telah menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi, nyatanya masih terdapat beberapa perguruan tinggi yang belum membentuk Satuan Tugas (Satgas) pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Tidak ada penegakan hukum akan membuat pelaku lebih leluasa melancarkan aksinya.

Baca Juga: Polemik Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021

Urgensi Implementasi Permendikbudristek PPKS

 Mengingat pentingnya hukum perlindungan terhadap korban, Permendikbudristek PPKS penting sekali untuk diimplementasikan secara komprohensif. Dengan cara membentuk satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Selain untuk melindungi korban, penegakan peraturan ini diharapkan dapat menciptakan situasi hukum yang baik, agar pelaku ditindak dengan semestinya. Seperti yang terjadinya pada akhir tahun 2022,  dua orang pelaku pelecehan seksual yang dipersekusi dengan ditelanjangi dan dicekoki air kencing, adalah salah satu bukti bahwa adanya PPKS di satu sisi akan memberi hukuman yang setimpal terhadap pelaku, supaya tidak terjadi main hakim sendiri.

Perguruan tinggi harus segera mengambil inisiatif menghentikan kekerasan seksual. Iklim perguruan tinggi seyogyanya memberi ruang aman bagi seluruh pihak yang mengenyam pendidikan. [Uung Hasanah]

 

Digiqole ad