Kilas 2022: Perempuan di Enam Lembaga Negara

 Kilas 2022: Perempuan di Enam Lembaga Negara

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

Sepanjang 2022, terdapat estafet kepemimpinan di sejumlah lembaga negara di Indonesia. Pimpinan terpilih akan menjabat selama periode 2022-2027 bagi lembaga negara dengan masa jabatan selama 5 tahun. Sebagai ruang strategis penentu kebijakan di lembaga negara, keterwakilan perempuan di masing-masing lembaga tersebut merupakan hal krusial untuk memastikan kepentingan perempuan terakomodasi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing lembaga.

Bagaimana keterwakilan perempuan di lembaga negara yang menjalani estafet kepemimpinan pada 2022?

  1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Dalam pleno Komisi III DPR tanggal 3 Oktober 2022, sembilan anggota Komnas HAM resmi terpilih. Tiga di antaranya adalah perempuan. Mereka adalah Atnike Nova Sigiro, Anis Hidayah (Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM), dan Putu Elvina (Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan).  Atnike kemudian didaulat menjadi Ketua Komnas HAM, sekaligus perempuan pertama yang menempati posisi tersebut di lembaga pengawas pemajuan HAM ini. Adapun Anis Hidayah dan Putu Elvina masing-masing bertugas di Subkomisi Pemajuan HAM dan Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan.

Mengacu Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM adalah lembaga mandiri setingkat dengan lembaga negara lain. UU tersebut juga mengatur ruang lingkup tugas Komnas HAM dalam melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.

Baca Juga: Perempuan di Masa Kolonial Membayangkan Indonesia

Sementara itu, berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Komnas HAM berwenang melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran HAM berat. Di sini Komnas HAM dapat membentuk tim ad hoc dengan melibatkan unsur masyarakat.

Adapun kewenangan lainnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, berupa pengawasan melalui serangkaian tindakan. Ini bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah secara berkala atau insidentil dengan cara memantau, mencari fakta, menilai guna, serta menemukan ada tidaknya diskriminasi yang ditindaklanjuti dengan rekomendasi.

  1. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

Komisi VIII DPR RI menetapkan 9 dari 18 calon anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kamis (17/11/2022). Dari sembilan nama tersebut ada enam perempuan yang lolos uji kelayakan dan kepatutan pada 22 September 2022.  Mereka adalah Ai Maryati Solihah (Ketua KPAI), Margaret Aliyatul Maimunah (unsur organisasi kemasyarakatan), Sylvana Maria (unsur tokoh agama). Dari unsur masyarakat ada Ai Rahmayanti, Dian Sasmita,  dan Diyah Puspitarini.

Pembentukan KPAI merupakan mandat UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pembentukan KPAI mengacu Pasal 74 bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan pemenuhan Hak Anak.

Baca Juga: Ibu Sud: Laku Perempuan untuk Negeri

KPAI merupakan lembaga negara independen yang menurut Pasal 76 yang memiliki tujuh tugas. Yaitu memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan Perlindungan Anak, mengumpulkan data dan informasi mengenai Perlindungan Anak.

KPAI juga bertugas menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan Masyarakat mengenai pelanggaran Hak Anak, melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran Hak Anak. Tugas KPAI lainnya adalah bekerja sama dengan lembaga yang dibentuk masyarakat di bidang Perlindungan Anak, serta memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap undang-undang.

  1. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Di hadapan Rapat Paripurna DPR, Ketua Komisi XI Kahar Muzakir menyampaikan hasil keputusan rapat konsultasi pengganti Rapat badan Musyawarah DPR RI terkait pemilihan calon anggota DK OJK masa jabatan 2022-2027

Komisi XI DPR RI menetapkan tujuh dari 14 calon anggota DK OJK yang dinyatakan lolos dalam uji kelayakan dan kepatutan pada 6 dan 7 April 2022. Dua dari tujuh anggota DK OJK adalah perempuan, yakni Frederica Widyasari Dewi (dipercaya menjadi anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen) dan Sophia Issabella Watimena yang kemudian menjabat sebagai Ketua Dewan Audit.

Baca Juga: Perempuan Pedesaan dalam Pusaran Kredit: Belajar dari Kasus Ibu Darsi (Bagian 1)

OJK merupakan lembaga negara yang pembentukannya bertujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel. OJK juga bertanggung jawab untuk mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Selain itu, OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap kegiatan di beberapa sektor seperti sektor jasa keuangan, perbankan, pasar modal, dan IKNB (Industri Keuangan Non-Bank).

  1. Komisi Pemilihan Umum (KPU)

Tujuh calon anggota KPU ditetapkan dalam rapat paripurna DPR RI ke-16 masa persidangan III tahun sidang 2021-2022. Tujuh calon anggota KPU terpilih melalui uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi II DPR RI untuk masa bakti 2022-2027.

Dari tujuh nama yang lolos proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) oleh Komisi II DPR RI, Rabu (16/2/2022), hanya ada satu perempuan, yakni Betty Epsilon Idroos. Sebelumnya Betty menjabat sebagai Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta periode 2018-2022.

Baca Juga: Perempuan Pedesaan dalam Pusaran Kredit: Belajar dari Kasus Ibu Darsi (Bagian 2)

Tugas KPU,  berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum antara lain merencanakan program, anggaran, dan menetapkan jadwal pelaksanaan pemilu. KPU juga bertugas memutakhirkan data pemilih, membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta pemilu dan Bawaslu. KPU juga bertugas mengumumkan calon anggota DPR, calon anggota DPD, dan pasangan calon terpilih.

5. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)

Lima dari sepuluh nama calon anggota Bawaslu terpilih untuk periode jabatan 2022-2027. Dari kelimanya, hanya ada satu perempuan, yaitu Lolly Suhenty. Di Bawaslu RI, ia memimpin divisi pencegahan, partisipasi masyarakat, dan hubungan masyarakat. Sebelumnya, Lolly merupakan Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat sebagai Koordinator Divisi Humas. Ia merupakan aktifis perempuan yang fokus menyuarakan isu perempuan, kesetaraan, antikorupsi, dan partisipasi.

Tugas utama Bawaslu adalah mengawasi penyelenggaraan Pemilu. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 memberikan kewenangan utama Bawaslu untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana pemilu, serta kode etik. Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011, Bawaslu memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.

6. Dewan Pers

Dewan Pers merupakan lembaga independen yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Lembaga ini dibentuk dalam rangka mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.

Baca Juga: MPI Dorong DPR RI Kawal Tuntas Keterwakilan Perempuan di KPU dan Bawaslu

Keanggotaan Dewan Pers terdiri dari 9 orang, yang terbagi dalam 3 kategori. 3 orang mewakili unsur wartawan, 3 orang mewakili pimpinan perusahaan pers, dan 3 orang dari tokoh masyarakat. Masa jabatan Anggota Dewan Pers adalah selama 3 tahun.  Anggota Dewan Pers 2022-2025 mulai bekerja pada bulan Mei 2022 bersamaan dengan diselenggarakannya serah terima jabatan dari Anggota Dewan Pers masa jabatan 2019-2022.

Di antara 9 Anggota Dewan Pers 2022-2025, hanya terdapat 1 orang perempuan, yaitu Ninik Rahayu, mewakili tokoh masyarakat. Ia sebelumnya merupakan Komisioner Komnas Perempuan 2007-2009 dan 2010-2014 serta Anggota Ombudsman RI 2016-2021. Ia juga merupakan pendiri dan direktur Perkumpulan JalaStoria Indonesia.

***

Kehadiran perempuan di berbagai lembaga negara terutama state auxiliary organs atau lembaga negara penunjang menunjukkan kiprah perempuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan khususnya dalam ruang-ruang strategis pengambilan keputusan. Namun di saat yang sama, komposisi jumlah perempuan di masing-masing lembaga negara tersebut sebagian besar di antaranya masih belum memenuhi angka kritis keterwakilan perempuan di institusi penentu kebijakan. [Nur Azizah]

 

 

Digiqole ad