Ibu Sud: Laku Perempuan untuk Negeri
Oleh: Supriyadi
Selama ini, Ibu Sud senantiasa dikenal sebagai penggubah lagu anak. Banyak lagu anak yang telah digubahnya, seperti “Pergi Sekolah”, “Menanam Jagung”, “Cicak-cicak di Dinding”, dan lain sebagainya. Karya-karyanya memuat kekuatan musikal yang khas: lirik yang sederhana, tema yang karib ditemui anak, hingga pilihan nada yang mudah dijangkau atau tidak perlu mengeluarkan urat leher.
Karya-karya ini tentu patut untuk ditengok kembali. Pasalnya, lagu anak kian bangkrut. Suguhan lagu-lagu bertema percintaan dan patah hati mendominasi saat ini. Alhasil, lagu-lagu ini menjadi nutrisi musikal yang tidak ideal bagi anak. Tema percintaan dan patah hati tidak tepat dikonsumsi oleh anak, dengan demikian tidak menyokong pertumbuhan anak. Dari situasi ini, lagu-lagu gubahan Ibu Sud menjadi oase yang perlu dikunjungi.
Atas banyaknya gubahan lagu anak dari Ibu Sud, negara melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengukuhkannya sebagai “Perintis Lagu Kanak-kanak Indonesia”. Penghargaan ini diterimanya pada tanggal 17 Agustus 1969. Selain itu, Ibu Sud juga meraih Satya Lencana Kebudayaan pada tanggal 6 Juni 1983. Diiringi lagu gubahannya bertajuk “Tanah Airku” yang dikumandangkan oleh 100 anak, penyematan Satya Lencana Kebudayaan dilakukan oleh Prof. Dr. Nugroho Notosusanto selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu.
Baca Juga: Menyoal Posisi Perempuan dalam Sesal
Di balik kisah ria atas penghargaan yang diterimanya, terdapat juga lika-liku kehidupan yang dialaminya. Perempuan yang bernama lengkap Saridjah Bintang Sudibjo ini diduakan oleh suaminya. Suaminya berpoligami dengan perempuan lain. Kenyataan itu tidak membuat Ibu Sud jatuh dalam kesedihan yang berlarut. Ibu Sud melakoni hidupnya dengan ketegaran. Ia memfokuskan diri untuk mengabdi kepada negeri melalui tatanan irama yang digubahnya, terlebih untuk lagu-lagu anak.
Laku
Kala era kolonial Belanda, para siswa diwajibkan untuk menyanyikan lagu-lagu Belanda yang termuat dalam buku “Kun je nong Zingzen, Zing dan mee”. Ibu Sud menengarai kesulitan para siswa dalam memaknai dan mencerap lagu tersebut. Selain itu, penanaman cinta terhadap negeri seharusnya sudah dilakukan sejak dini. Alhasil, ia menciptakan lagu anak untuk menjawab keresahannya itu.
Lagu-lagu yang ia ciptakan kemudian diajarkan kepada para siswa. Kultur gethok tular (mulut ke mulut) yang berkembang saat itu, membantu tersebarnya lagu-lagu yang digubahnya dengan cepat. Selain itu, pekerjaannya sebagai penyiar radio membuat Ibu Sud memiliki kesempatan untuk menyiarkan lagu-lagunya.
Lagu-lagu yang digubah oleh Ibu Sud tidak hanya berkelindan pada lagu-lagu anak. Ibu Sud juga menggubah lagu-lagu untuk membarakan semangat perjuangan, salah satu karya monumentalnya ialah “Berkibarlah Benderaku!”. Dilansir dari Historia (26/4/2019), lagu ini mengisahkan ihwal peristiwa RRI Jakarta. Belanda mengintervensi Yusuf Ronodipuro, pemimpin RRI kala itu, untuk menurunkan bendera merah-putih dan mengganti dengan bendera merah-putih-biru, namun intervensi ditolak. Para pejuang memilih untuk mempertahankan kibaran bendera negara.
Baca Juga: Pagglait: Babak (Masalah) Baru Perempuan India
Lagu lainnya juga menyampaikan pesan yang sama, yakni lagu bertajuk “Menanam Jagung”. Lagu yang mengisahkan tentang susahnya pangan kala dijajah oleh Jepang ini dikemas dengan begitu ringan. Kendati kemasannya ringan, latar belakang karya ini menyiratkan sebuah duka. Dilansir dari Historia (23/4/2019), pangan begitu sulit didapatkan ketika Jepang menjajah Indonesia. Solusi untuk bertahan dari tekanan ini ialah menanam makanan sendiri. Alhasil, ajakan ini tergubahkan dalam lagu “Menanam Jagung”.
Perlawanan dan perjuangan Ibu Sud untuk kemerdekaan Indonesia menempuh jalur yang berbeda dari kebanyakan orang. Perjuangannya bukan melalui senjata, politik, ataupun diplomasi. Ibu Sud menempuh alunan irama untuk menyuarakan perjuangan.
Baca Juga: Sinergi Perempuan dan Laki-Laki dalam Membangun Negeri
Menyohorkan Negeri
Ibu Sud tidak hanya berkiprah di dalam negeri. Ia juga berkiprah dalam mengharumkan nama negara di hadapan bangsa lain. Kiprahnya tidak hanya berkelindan pada laku musikal, melainkan juga batik. Ibu Sud mahir dalam berbusana, khususnya batik. Sumardi menyatakan, “Ibu Sud pada mulanya memang tertarik pada batik, karena batik dapat membentuk tubuh”. Lanjutnya, “Ia berkemauan keras untuk melestarikan batik tradisional dan mempopulerkan batik secara nasional” (1985: 60).
Kemahiran berbusana dan kemauan keras Ibu Sud untuk melestarikan batik menuntunnya untuk mendirikan usaha batik. Ketekunan mengantarkannya pada pencapaian yang besar yaitu dipercaya Bung Karno untuk mengadakan pameran batik di World Fair yang digelar di New York pada tahun 1964. Sebelumnya, Ibu Sud juga melakukan pameran di tempat yang sama dalam acara New York Fair tahun 1954. Dalam rangka memperkenalkan kebudayaan negeri, Ibu Sud menunaikan tugas ini. Pameran juga berlanjut di beberapa negara Eropa dan Asia, salah satunya di Bangkok pada tahun 1969.
Baca Juga: Fakta Sosial dan Kesadaran Seks Perempuan dalam Film Yuni (2021)
Kekariban Ibu Sud dengan anak terejawantahkan melalui lagu-lagunya. Tidak hanya lagu, Ibu Sud bahkan menciptakan operet bertajuk “Anak yang Kasih akan Ibunya”. Dalam membuat operet ini, Ibu Sud dibantu oleh R.A.J Sujasmin untuk menata musik dengan nuansa Jawa. Operet ini dipentaskan dalam acara Konferensi Asia-Afrika di Schouburg (gedung kesenian Pasar Baru, Jakarta). Dalam kegiatan ini, upaya menegaskan budaya negeri nampak pada operet, yakni nuansa Jawa yang terkumandangkan melalui musik pengiring operet. Secara subyektif, hal ini didasarkan pada masifnya budaya musik dari luar nusantara kala itu, sehingga identitas musikal nusantara ditonjolkan. Dalam hal ini diwakili oleh nuansa Jawa.
***
Perempuan yang melakoni tiga masa (penjajahan Belanda, Jepang, dan kemerdekaan Indonesia) ini menekuni jalur seni dan budaya untuk menyuarakan perjuangan. Kecintaannya terhadap batik mampu menyohorkan negeri. Tangan dingin Ibu Sud mampu menggubah alunan nada untuk membarakan semangat para pejuang. Ibu Sud menjadi perempuan yang sejajar dengan Usmar Ismail ataupun W. R. Supratman yang memilih laku musik untuk berjuang. Ibu Sud membuktikan bahwa kesetaraan memanglah nyata.
Ibu Sud sudah tiada, namun karya-karyanya masih langgeng terkumandangkan hingga kini. Semangat Ibu Sud adalah sebuah tauladan bangsa. []
Mahasiswa Etnomusikologi, ISI Surakarta
Referensi:
Sumardi, S. Saridjah Bintang Sudibjo (Ibu Soed): Karya dan Pengabdiannya. 1985. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Martin Sitompul, “Lika-Liku Hidup Ibu Sud”, Historia.id, 26 April 2019.
Martin Sitompul, “Ibu Sud Bahagiakan Anak Indonesia”, Historia.id, 23 April 2019.