Predator Seksual Berjubah Agama: Pemberitaan  Media 2021

 Predator Seksual Berjubah Agama: Pemberitaan  Media 2021

Ilustrasi (Sumber: Freepik.com)

JAKARTA, JALASTORIA.ID – Awal Desember 2021, sejumlah media memberitakan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Herry Wirawan, seorang pimpinan pondok pesantren di Bandung, terhadap belasan santriwati. Pengungkapan kasus ini kembali menunjukkan lingkungan sekolah berasrama yang berbasis agama juga tidak terhindar dari terjadinya kekerasan seksual.

JalaStoria selanjutnya mendokumentasikan 7 kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan institusi keagamaan yang diberitakan oleh media pada 2021. Kasus kekerasan seksual itu antara lain terjadi di sekolah berasrama dan panti asuhan berbasis agama, di mana pelaku  pada umumnya merupakan pihak-pihak yang dihormati di lingkungan  tersebut. Antara lain, karena posisinya sebagai pendidik ataupun sebagai otoritas yang memiliki kekuasaan dan kewenangan atas institusi keagamaan yang dipimpinnya.

 

1

April 2021. Pengadilan Tinggi Jawa Timur memperberat vonis yang dijatuhkan kepada Hanny Layantara, pendeta yang melakukan pencabulan kepada jemaatnya. Pelaku melakukan kekerasan seksual kepada korban sejak korban berusia 10 tahun dan baru terungkap saat korban akan menikah di usia 26 tahun. Pelaku dilaporkan sejak Maret 2020 dan divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya pada 21 September 2020. (Detik, BBC)

Baca Juga: Pernyataan Sikap Tokoh Lintas Agama Mengenai RUU P-KS

 

 

2

September 2021.  Ustadz di Trenggalek Cabuli 34 Santriwati. Terungkap setelah ada 1 orang korban melapor. Dalam melakukan perbuatannya, pelaku menyatakan kepada korban “Sama guru harus nurut, jangan membantah” (Detik)

3

Oktober 2021. Pelaku adalah 2 orang ustadz pengasuh pondok pesantren di Ogan Ilir, Sumatera Selatan. 1 orang pelaku melakukan pencabulan dan sodomi kepada 29 orang santri, sementara 1 pelaku lainnya melakukan pencabulan terhadap 1 korban lainnya. Total korban berjumlah 30 orang, yang kesemuanya adalah laki-laki. (Surakarta.Suara)

 

4

November 2021. Kasus ini dilaporkan sejak 22 Oktober 2021. Pelaku (SM) adalah pimpinan pondok pesantren di Pinrang, Sulawesi Selatan. Pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka pada 8 November 2021. Setidaknya terdapat 4 korban yang merupakan santriwati di pesantren yang dipimpin oleh pelaku tersebut. Pada 12 November 2021, polisi menahan pelaku. (Limapagi)

 

5

November 2021. Imam Mas, seorang Ustadz sebuah pondok pesantren di Dusun 1, Desa Banpres Kecamatan Tuah Negeri, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, ditangkap polisi atas laporan pencabulan terhadap santriwati. Pelaku menyuruh korban datang ke kamarnya dengan alasan meminta dikerok dan pijit, juga memfitnah ada makhluk halus di tubuh korban. (Sindonews)

Baca Juga: Mengaplikasikan Rahmah (Kasih Sayang) dalam Keberagaman dan Keberagamaan

6

Desember 2021. Kasus pencabulan terhadap anak-anak panti oleh Bruder Angelo, seorang rohaniawan, dilaporkan sejak 2019. Kasus ini sempat terhenti karena penegak hukum menilai perkara tidak memenuhi dua alat bukti. Kasus ini diangkat kembali pada September 2020, dan pertama kali disidangkan di PN Depok pada 15 September 2021. Sampai dengan 2 Desember 2021, persidangan di PN Depok masih berlanjut. (Radardepok, Depoktoday.Hops dan sumber lainnya)

7

Desember 2021. Pelaku Herry Wirawan melakukan perkosaan terhadap 12 orang santriwati di rumah tahfidz gratis yg dikelola pelaku. Kekerasan seksual terjadi bertahun-tahun sampai terlahir 9 bayi dan saat ini 2 korban sedang hamil. Kasus ini menjadi perhatian media sejak diangkat oleh akun Twitter @N***a***h pada 7 Desember 2021. Menurut akun @M***_*******a pada 10 Desember 2021, jumlah korban kemungkinan bertambah dengan semakin terkuaknya kasus ini. (CNNIndonesia dan Twitter)

 

 ***

Berdasarkan berbagai pemberitaan tersebut, diketahui bahwa:

  1. Pasca kejadian, tidak serta merta kasus terungkap. Bahkan ada yang baru terungkap setelah kejadian berlangsung selama bertahun-tahun.
  2. Lembaga pendidikan berasrama dan panti asuhan bernuansa agama merupakan salah satu lokus terjadinya kekerasan seksual.
  3. Korban tidak hanya perempuan, melainkan juga laki-laki.
  4. Pada umumnya dalam kasus-kasus tersebut korban berusia anak.
  5. Relasi kuasa antara pelaku dan korban berlapis, yaitu a) pelaku adalah pendidik/pengasuh sementara korban adalah murid/anak asuh; b) pelaku menyandang predikat yang dinilai panutan dalam agama (ustadz/pengasuh pondok pesantren/pendeta/rohaniawan) sementara korban dalam posisi sebaliknya. Relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban merupakan salah satu faktor yang membuat pelaku leluasa melakukan kekerasan seksual.

 

***

Berdasarkan pendokumentasian kasus kekerasan seksual di lingkungan institusi keagamaan tersebut, JalaStoria mengajak semua Sobat JalaStoria untuk bergerak mencegah keberulangan, berikut ini ya:

  1. Ajari anak-anak untuk mengenali bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain dan agar bercerita apabila menalami pelanggaran.
  2. Dukung Pemerintah khususnya Kementerian Agama untuk melakukan pengawasan intensif terhadap semua lembaga pendidikan berasrama yang bernuansa agama.
  3. Bangun lingkungan keluarga dan masyarakat yang mendukung korban kekerasan seksual untuk bersuara dan mengakses pemulihan.
  4. Ungkap kasus kekerasan seksual semata-mata untuk mewujudkan keadilan bagi korban.

***

Selain 7 kasus itu, sepanjang 2021 tentu masih terdapat kasus lainnya yang terjadi, termasuk yang luput dari pemberitaan media. Nah, kalau kamu mengetahui terjadinya kekerasan seksual di lingkungan sekitarmu, segera kontak lembaga penyedia layanan ya agar korban segera mendapatkan penanganan dan pemulihan serta agar proses hukum terhadap pelaku dapat segera dilakukan. Selain itu, jika kasus tersebut akan diangkat menjadi pemberitaan media, ingat selalu untuk menjaga kerahasiaan identitas korban ya! [MUK]

 

Digiqole ad