Halakah Pra KUPI II: Paradigma dan Metodologi Fatwa Khas KUPI
Oleh : Uung Hasanah
Kongres Ulama Perempuan Indonesia kedua akan digelar di Semarang dan Jepara pada 23-26 November 2022. Untuk menyambut kegiatan itu KUPI menyelenggarakan Halakah Nasional, menyampaikan gagasan-gagasan yang akan dibahas dan diputuskan pada saat kongres. Perlu diketahui bahwa Kongres Ulama Perempuan Indonesia tidak ditujukan untuk membentuk ketua atau pemimpin, melainkan untuk mendiskusikan gagasan dalam kerja-kerja spiritual, intelektual, kultural, dan sosial. Sesuai dengan motto KUPI, yakni meneguhkan peran ulama perempuan dalam mewujudkan peradaban yang berkeadilan.
Dalam halakah yang diadakan di Hotel Yuan Garden Jakarta pada Rabu (19/10/22), tiga narasumber hadir. Pertama, Dr. Faqihuddin Abdul Kodir sebagai sekretaris SC KUPI II, menyampaikan tentang capaian dan prospek KUPI. Kedua, Dr. Nur Rofiah Bil Uzm sebagai anggota SC KUPI II, menyampaikan tentang paradigma dan metodologi fatwa khas KUPI. Ketiga, Dr. Ida Budiati, S.H. M.H sebagai dosen Universitas Bhayangkara, menyampaikan tentang urgensi perspektif konstitusi dan pengalaman korban dalam pandangan keagamaan KUPI. Setelah pemberian materi, selanjutnya disusul konferensi pers yang disampaikan oleh Alissa Qotrunnada Wahid selaku SC KUPI II.
Kegiatan ini mengundang perwakilan panitia penyelenggara KUPI II, perwakilan pemerintah, perwakilan lembaga hukum dan HAM, perwakilan ormas Islam dan lintas iman, organisasi masyarakat sipil atau LSM, media, mitra jaringan KUPI, dan lembaga internasional. Adapun output yang ingin dicapai dari kegiatan Halakah Nasional Pra-KUPI II adalah penyampaian gagasan dan tema-tema yang akan diusung KUPI dalam kongres mendatang. Capaian lainnya adalah penyatuan isu-isu aktual agar relevan dengan yang akan dibahas dan diputuskan pada kongres KUPI II dan terbangunnya dukungan publik bagi kegiatan kongres KUPI II secara khusus, dan secara umum bagi kerja-kerja sosial gerakan KUPI untuk agenda membangun peradaban yang berkeadilan di Indonesia dan dunia.
Baca Juga: Penghapusan Kekerasan Seksual dan Kongres Ulama Perempuan Indonesia
KUPI secara fisik tidak hanya digagas oleh perempuan tetapi juga laki-laki. Perempuan ulama memiliki arti perempuan yang menjadi ulama atau mengemban tugas keulamaan. Sementara ulama perempuan yang tercantum di KUPI memiliki makna ulama yang menggunakan perspektif perempuan. Banyak fatwa keagamaan menjadikan suara perempuan sebagai suara sekunder, bahkan dalam aturan kepada perempuan itu sendiri. Akibatnya, ada bias hukum terhadap perempuan. Dalam kongres KUPI, perempuan didudukkan sebagai subyek penuh yang suaranya teramat penting dalam fatwa keagamaan.
Sering terjadi perbedaan hukum antara perempuan yang cantik dan yang tidak cantik. Atas dasar akan menjadi fitnah, sesuatu bisa dihukumi haram bagi perempuan cantik, tapi bisa jadi makruh bagi perempuan yang lain. Jika ukuran standar fitnah disematkan kepada laki-laki, maka akan menjadi tidak adil bagi perempuan. Ujar Dr. Nur Rofiah, Bil Uzm dalam paparan materinya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa semua manusia bisa menjadi sumber fitnah, baik itu laki-laki maupun perempuan. Sebaliknya, keduanya juga bisa menjadi sumber anugerah. Akan menjadi sumber fitnah bagi siapapun yang berbuat buruk dan akan menjadi sumber anugerah bagi siapapun yang berbuat baik. Perempuan harus diperlakukan sama dengan pengalaman yang sama. Misalnya dalam hal pekerjaan di mana keduanya bisa menjadi tulang punggung keluarga. Perempuan harus diperlakukan berbeda dengan pengalaman yang berbeda. Misalnya dalam hal cuti kerja karena hamil. Karena perempuan memiliki pengalaman biologis yang tidak dirasakan laki-laki. “Semua ini harus dilakukan atas dasar tanggungjawab kemanusiaan dalam dunia kerja, lanjut Dr. Nur Rofiah, Bil Uzm.
Baca Juga: Problematika dan Pemberdayaan Perempuan dalam Masyarakat
Paradigma dan metodologi fatwa khas KUPI seperti yang dipaparkan Dr. Nur Rofiah, Bil Uzm adalah satu dari lima poin yang akan dibahas pada kongres KUPI II. Poin lainya meliputi, tema keluarga, kepemimpinan perempuan dalam kerja-kerja kultural dan struktural, gerakan keulamaan perempuan di dunia digital dengan pelibatan jaringan muda dan milenial, serta perlindungan dan pemeliharaan alam.[]
Mahasiswa Pascasarjana ini menerbitkan buku pertamanya “Menggugat Feminisme” dengan nama pena Uunk Crispy
Sumber:
Materi paradigma dan metodologi fatwa khas KUPI oleh Dr. Nur Rofiah, Bil Uzm dalam Halaqah Nasional Pra-KUPI II