Mengaplikasikan Rahmah (Kasih Sayang) dalam Keberagaman dan Keberagamaan

 Mengaplikasikan Rahmah (Kasih Sayang) dalam Keberagaman dan Keberagamaan

Ilustrasi keberagaman (Sumber: Leejoann/Pixabay.com)

JAKARTA, JALASTORIA.ID – Bagi umat muslim, tidak perlu jauh-jauh mencari panutan dalam bersikap dan bertingkah laku dalam keluarga dan rumah tangga. Ya, Nabi Muhammad SAW, adalah contoh utama dalam menyebarkan cinta dan kasih sayang kepada sesama. Bahkan tidak terbatas hanya di lingkungan domestik, Nabi ke-25 itu juga merupakan rahmat bagi semesta alam.

Beliau digambarkan sebagai sosok yang mau mengerjakan pekerjaan domestik, seperti menyapu rumah. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa pekerjaan domestik tidak identik sebagai pekerjaan perempuan. Setiap anggota keluarga justru harus bisa mengerjakannya. Buktinya, Nabi Muhammad SAW saja melakukannya.

Hal itu merupakan salah satu bagian yang dapat direfleksikan dari Kitab Nabiyyurrahmah, karya Faqihuddin Abdul Kodir. Kitab ini menghimpun sejumlah hadist shahih yang menggambarkan cinta dan kasih sayang sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, nabi yang diutus sebagai pembawa rahmah (kasih sayang) bagi semesta alam, atau visi Islam rahmatan lil alamin.

Kitab ini sekaligus menjadi dasar dari penyelenggaraan kegiatan Ramadhan Salam, yang diselenggarakan oleh Rumah Moderasi Beragama IAIN Syekh Nurjati (RMB Sejati), JalaStoria, AMAN Indonesia, KUPI, Mubadalah.id, dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Kegiatan ini mengupas visi Islam rahmatan lil alamin dalam berbagai konteks, antara lain konteks pertahanan dan keamanan, kebangsaan, pelestarian alam, hingga pendidikan.

Jantung Agama Islam adalah Rahmah

Marzuki Wahid menuturkan, kasih sayang dan kedamaian adalah jantungnya Islam. “Rahmat[h] itu adalah inti dari risalah nabi, yang ini merupakan misi utama nabi, diutus oleh Allah ke umat manusia seluruhnya,” tegas dosen IAIN Syekh Nurjati ini dalam acara “Khataman dan Ijazah Kubro Kitab Nabiyyurrahmah” (10/5/2021) yang diselenggarakan secara virtual.

Oleh karena itu, menurut Wahid, orang yang belajar Islam sampai ke jantungnya, tidak akan menjadi keras dan ekstrem. Orang itu justru akan punya sikap yang bijak, arif, dan rahmah.

Sayangnya, menurut Wahid, ada pemahaman yang bukan mainstream, tapi muncul di permukaan dan bersuara nyaring. Yaitu yang memahami Islam dari sisi yang keras dan eksklusif. Sisi ini pula yang lebih menampilkan politik identitas.

Rahmah dalam Konteks Keindonesiaan

Pentingnya ajaran rahmah yang dibawa oleh agama Islam juga ditegaskan oleh Lukman Hakim Saifuddin. Dalam konteks keindonesiaan, mantan Menteri Agama ini menegaskan 2 ciri utama jati diri bangsa Indonesia, yaitu 1) keberagaman, dan 2) keberagamaan.

Keberagaman teridentifikasi dari kondisi bangsa Indonesia yang sangat heterogen dan majemuk di berbagai aspeknya. Adapun keberagamaan menunjukkan sisi religiusitas yang melekat pada bangsa Indonesia, di mana menjadi orang Indonesia pada hakikatnya adalah menjadi orang beragama.

“Dalam konteks kebangsaan, ikatan bukan hanya sedarah, tapi setumpah darah,” ujar Lukman. Ditambahkannya, dalam konteks Indonesia, keberagaman menjadi terkait dengan konteks keberagamaan. Kebangsaan dengan keagamaan menjadi bagian yang tidak terpisahkan.

Pengamalan terhadap ajaran agama adalah dalam konteks kewajiban kewargaannnya. Adapun menunaikan kewajiban sebagai warga negara adalah pengejawantahan dari ajaran agama.

“Ajaran rahmah itu yang menjadi dasar ikatan sedarah dan setumpah darah. Implementasi ajaran agama itu sangat tergantung dari bagaimana kita menjaga hubungan persaudaraan itu,” ungkapnya.

Namun demikian, tak dipungkiri bahwa aksi intoleransi dan praktik diskriminasi masih saja terjadi, yang tentu saja bertentangan dengan konsep rahmah itu sendiri.

Ninik Rahayu, purna komisioner Komnas Perempuan dan mantan Anggota Ombudsman RI,  menggarisbawahi diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan, disabilitas, dan kelompok minoritas agama. Misalnya, diskriminasi di lingkungan pendidikan. Ia mencontohkan suatu kasus diskriminasi di suatu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu diskriminasi terhadap siswi yang tidak mengenakan jilbab. Siswi tersebut mengalami diskriminasi mulai dari pemberian nilai jelek dari guru, dianggap tidak beretika, dibully oleh sesama teman, hingga dorongan orang tua murid lainnya agar ia dikeluarkan dari sekolah.

Mewujudkan Rahmah dalam Konteks Keindonesiaan

Untuk mengatasinya, Ninik mendorong semua pihak untuk bergerak menciptakan tataran hidup yang damai. Ninik juga menekankan pentingnya upaya untuk mencerdaskan secara intelektual dan emosional melalui hal-hal yang inovatif bahkan transformatif.

“Perlu menciptakan pendidikan yang aman, sekaligus mampu mengasah kecerdasan emosional bangsa kita yang peka terhadap masalah sosial dan menghormati keberagaman dan keberagamaan,” tegas Ninik.

Selain melalui pendidikan, Ruby Khalifah, Direktur AMAN Indonesia juga menyarankan untuk mendaratkan konsep Islam rahmatan lil alamin ke dalam aktivitas riil.  “Bicara perdamaian tidak bisa abstrak, harus ada yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, yaitu pembangunan,” ungkap Ruby.

Untuk menciptakan perdamaian, perlu menciptakan ruang bersama yang dapat digunakan oleh masyarakat. Ruby mencontohkan, upaya membangun perdamaian di daerah pascakonflik dilakukan dengan melibatkan warga dari penganut agama yang berbeda untuk bersama-sama mengolah lahan terlantar menjadi kebun organik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Melalui kerja bersama tersebut, baik warga muslim maupun kristiani bersama-sama membangun kebun dan sekaligus melakukan healing dan memaafkan dari kejadian sebelumnya.

Kegiatan lainnya seperti pembersihan rumah ibadah dengan melibatkan sekelompok anak muda lintas agama. Menurut Ruby, kegiatan ini bagian dari  upaya menaklukkan ketakutan yang selama ini menghinggap di banyak kalangan, karena yang diajarkan bahwa masuk rumah ibadah orang lain sama dengan masuk agama lain itu. Demikian pula dengan membaca atau mempelajari kitab agama lain.

Oleh karena itu, dalam catatan tertulis, Ruby mengajak semua pihak untuk bersuara secara lebih lantang mengenai moderasi. Selain itu, menurut Ruby, moderasi beragama juga perlu dijalankan dengan pendekatan moderat dan pendekatan  kemanusiaan.

Apabila hal-hal itu dijalankan, menemukan rahmah sebagai pesan kenabian dalam konteks keberagaman dan keberagamaan Indonesia merupakan suatu keniscayaan. [MUK]

 

Kegiatan Ramadhan Salam telah terselenggara sejak 22 April 2021 hingga 8 Mei 2021 dan tayangannya dapat disimak melalui berbagai kanal media sosial penyelenggara kegiatan ini.

Berikut ini tautan ke kanal Youtube JalaStoria Indonesia

Ramadhan Salam I: Mengulas Visi Islam Rahmatan Lil alamin sebagai Pondasi Kebangsaan (Narasumber Pangdam Jaya, Mayjen TNI Dudung Abdurachman)

Ramadhan Salam II: Visi Islam Rahmatan Lil alamin sebagai Pondasi Bermasyarakat antar Warga yg Berbeda (Narasumber Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo)

Ramadhan Salam III: Tema Visi Islam Rahmatan Lil alamin: Jihad Kebangsaan untuk Perdamaian dan Kesatuan Indonesia yg Beragam (Narasumber: Country Representative AMAN Indonesia, Ruby Kholifah)

Ramadhan Salam IV: Visi Islam Rahmatan Lil alamin dalam Mengelola Keluarga Bahagia: Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam Perspektif Kebangsaan (Narasumber: Ninik Rahayu, JalaStoria Indonesia)

Ramadhan Salam V: Edisi Kelima: Tema Visi Islam Rahmatan Lil alamin dalam Perlindungan Keseimbangan Alam (Narasumber: Majelis Musyawarah KUPI, KH. Helmi Ali Yavie)

Ramadhan Salam VI: Visi Islam Rahmatan Lil alamin dalam Membangun Relasi Bertetangga dengan Baik: Mewujudkan Kesadaran Kolektif untuk Membangun Indonesia (Narasumber: Ketua Dewan Pengurus Yayasan Cahaya Guru, Henny Supolo Sitepu)

 

Digiqole ad