Diskriminasi terhadap Perempuan di Ruang Kerja

 Diskriminasi terhadap Perempuan di Ruang Kerja

Ilustrasi (Sumber: Fauxels/Pexels.com)

Saya sangka diskriminasi di ruang kerja awalnya hanya dialami segelintir orang saja, dan dalam pikiran saya, “Ah, mana mungkin saya mengalaminya?” Toh selama ini saya bekerja pada bidang yang sangat menghargai kesetaraan dan tidak membeda-bedakan pekerja berdasarkan gendernya.

Akan tetapi, semua berubah ketika saya memasuki salah satu kantor di bilangan Jakarta. Ketika hari pertama saya diwawancarai oleh petinggi kantor tersebut saya belum merasa adanya keanehan. Hanya pertanyaan seputar pekerjaan yang pernah saya jalani, pengalaman organisasi dan lain-lainnya.

Lalu, di hari kedua wawancara di kantor tersebut, barulah saya merasa banyak kejanggalan. Beliau pun berkata “Ini pekerjaan laki-laki, mental laki-laki yang mampu mengerjakan semua ini, sedangkan kamu seorang perempuan”.

Sontak saya merasakan adanya desakan emosi yang begitu dalam, memangnya kenapa kalau saya perempuan? Pekerjaan yang saya lamar adalah sebagai penerjemah, yang notabene bisa dilakukan oleh semua gender. Bahkan saya rasa jika bukan pekerjaan itu, saya pun masih bisa melakukannya. Tidak ada hambatan berarti selagi kita mau berusaha untuk menguasai suatu bidang pekerjaan, baik perempuan maupun laki-laki.

Saya hanya bisa menjawab kalau saya bisa melakukannya, karena saya sudah memiliki pengalaman. Pertanyaan selanjutnya pun ditanyakan oleh beliau “Kamu perempuan, IPK standar apakah kamu bisa bersaing dengan laki-laki dengan IPK sama seperti kamu di kantor ini?”

Saya bingung saat itu. Apa hubungan antara IPK dengan gender. Menurut pendapat saya, skill terasah bukan karena faktor gender, yang mana bukan berarti saya perempuan lalu saya tidak bisa diperhitungkan dibandingkan dengan gender lainnya.

Akhirnya, saya pun diterima bekerja disana. Sebulan pertama tidak terjadi hal yang aneh karena atasan saya tidak pernah ke kantor pada saat itu dikarenakan pandemi. Akan tetapi di bulan kedua, diskriminasi yang terjadi karena saya perempuan kembali berlanjut.

Suatu waktu, saya tidak diperbolehkan izin karena sakit, padahal kondisi saya sedang sakit cukup parah. Sedangkan rekan saya (seorang laki-laki) diperbolehkan izin selama tiga hari karena alasan yang tidak cukup tinggi urgensinya. Saya juga selalu disalahkan dengan embel-embel “Perempuan itu gak bisa kerja di bidang ini.” Bahkan saya diminta untuk mengundurkan diri karena atasan saya merasa bahwa menjadi perempuan satu-satunya yang bekerja di sana adalah hal yang kurang pas.

Diskriminasi itu terus berlanjut bahkan setelah tiga bulan saya bekerja. Hasil pekerjaan saya yang meskipun benar, selalu dibanding-bandingkan dengan hasil pekerjaan para lelaki di kantor tersebut. Selain itu, untuk beribadah hanya laki-laki yang diizinkan beribadah di area kantor, sedangkan perempuan harus ke tempat beribadah di luar kantor. Alasannya pun tidak jelas dari mulai yang membuat kantor kotor, membuat kantor berantakan, dan lain sebagainya. Saya pun mengetahui bahwa sebelum saya, ada juga perempuan yang bekerja di sana dan menerima perlakuan yang sama dengan saya, dan akhirnya memilih untuk resign.

Akhirnya saya pun juga memilih untuk resign dari tempat tersebut. Bukan karena saya kalah, tapi karena saya merasa saya tidak bisa diperlakukan seperti itu hanya karena gender saya. Saya percaya semua gender harus diperlakukan adil di ruang kerja. Bukan karena saya perempuan lantas saya dianggap tidak dapat melakukan apapun dengan benar.

Barulah mata saya terbuka, bahwa diskriminasi di ruang kerja memang nyata adanya. Hal yang awalnya saya kira tidak akan pernah terjadi pada saya, akhirnya terjadi. Tetapi semua itu jadi membuka mata saya bahwa, perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender agar mendapatkan perlakuan sama di dalam ruang kerja harus sangat diperjuangkan. Jika tidak, akan semakin banyak kantor yang memberlakukan sistem tidak adil kepada perempuan hanya karena mereka adalah seorang perempuan.

Bagi teman-teman yang mengalaminya, bicaralah! Jangan biarkan orang lain menginjak-injak kita hanya karena kita perempuan. Buktikanlah bahwa kita bisa bekerja dengan baik dan menorehkan prestasi!

 

Sebagaimana diceritakan oleh R kepada JalaStoria.id pada 19 Mei 2021. Identitas penyintas ada pada redaksi.

 

Editor: Ema Mukarramah

Digiqole ad