Bagaimana Mendidik Anak Perempuan Menjadi Feminis? Membaca Anjuran Chimamanda

 Bagaimana Mendidik Anak Perempuan Menjadi Feminis?  Membaca Anjuran Chimamanda

Ilustrasi (Jalastoria)

Oleh: Siti Aminah Tardi

 

Judul: A Feminist Manifesto: Kita Semua Harus Menjadi Feminis

Penulis: Chimamanda Ngozi Adichie

Penerbit: Odysee Publishing (2019).

Tahun terbit: Cetakan Pertama, Agustus 2019

Jumlah halaman: viii + 79 halaman

 

“Saya Siti Aminah Tardi, feminis bahagia, tidak membenci laki laki, sayang anak anak, suka baca buku, rajin mandi, memakai deodorant, bedak, lipstick, dan maskara untuk dirinya sendiri, bukan untuk mengesankan laki laki”

Pernyataan diatas adalah manifesto feminis saya setelah  selesai membaca buku A Feminist Manifesto: Kita Semua Harus Menjadi Feminis, karangan Chimamanda Ngozi Adichie, feminis asal Nigeria. Buku berjudul asli We Should All Be Feminist dan Dear Ijeawele, or Feminist Manifesta in Fifteen Sugestion, diterjemahkan secara apik oleh Winda dan diterbitkan oleh Odysee Publishing (2019).

Buku ini saya baca di sela menunggu boarding pesawat menuju Denpasar untuk sebuah konferensi bantuan hukum, dan tanpa disangka sepesawat dengan saudari lama yang akan mengambil waktu dua minggu untuk menulis puisi-puisinya. Kami adalah teman satu kost di Semarang, persahabatan kami sudah membentang selama 25 tahunan. Berproses di organisasi bantuan hukum dengan banyak bertengkarnya, walau demikian kami sangat solid dalam menangani perempuan korban kekerasan.

Perbincangan dengan saudari saya ini, setema dengan apa yang dituliskan oleh Chimamanda yaitu “bagaimana menjadi feminis?” Sama seperti halnya Chimamanda yang harus mencari apa makna feminis, menghalau rasa takut sekaligus mencari tahu ada apa dengan feminisme, kami juga melalui proses pencarian, pertualangan, dan perenungan. Juga menelusuri pengalaman-pengalaman sebagai perempuan dan merefleksikan dalam cara pandang dan pilihan-pilihan hidup kami yang berbeda. Maka, pertemuan ini menjadi penuh tawa, menertawakan masa lalu kami, menjadi cermin dalam proses menjadi seorang feminis. Terasa lucu, renyah, seperti bahasa dalam buku ini, yang kadang terselip rasa marah dan jengkel atas sebuah kondisi tertentu.

Chimamanda ketika mengeluarkan pemikiran-pemikirannya dengan Okoloma sahabat lelakinya, lantas Okoloma menatapnya dan berkata: “Kau tahu, kau seorang feminist…” (hlm 1). Teman lelaki saudariku berkata: “Tidak akan ada laki-laki yang mau menikahimu…” Sedangkan aku dipandang tajam teman laki-lakiku dan berkata: “Pemikiranmu menakutkan!!” Begitulah feminis fobia ditanamkan. Tidak hanya terhadap lelaki, tapi juga perempuan. Termasuk label-label negatif seperti jelek, lesbi, pro aborsi, benci laki laki, dan pemarah karena tidak menikah atau sudah berumur.

Chimamanda membuat manifesto feminisnya sendiri yaitu: Feminis Afrika bahagia yang tidak membenci pria dan suka memakai lip gloss dan sepatu hak tinggi untuk dirinya sendiri dan bukan mengesankan pria (hlm 3). Manifesto ini dinyatakan setelah melalui pencarian dan menjawab semua mitos yang dilabelkan kepada feminis. Karena itulah, saya membuat manifesto sendiri seperti di atas, untuk menyatakan bahwa feminisme dan feminis itu beragam, seperti halnya spektrum warna-warni pelangi.

Buku ini hanya ada dua tulisan, pertama berjudul “Kita Semua Harus Menjadi Feminis”, dan kedua,”Teruntuk Ijeawele: Manifesto Feminis dalam Lima Belas Anjuran”. Disajikan dalam bahasa tutur dan contoh kehidupan sehari hari yang penuh ketidakadilan gender, yang akan terasa sama karena berdasarkan pengalaman perempuan. Dalam tulisannya, Chimamanda tidak menggurui dan tidak merasa paling feminis. Ia juga mengakui bahwa ia mengalami hambatan untuk mengatasi ekspektasi gender di Nigeria. Pada bagian pertama tulisannya, Chimamanda merefleksikan pencariannya dan menjawab mitos-mitos terkait feminisme dan feminis. Di akhir tulisannya Chimamanda memberikan definisi feminis sangat sederhana yaitu:“mereka baik laki laki maupun perempuan yang mengatakan: “ya, ada masalah dengan gender dan kita harus memperbaikinya, kita harus bertindak dengan lebih baik”. Chimamanda tidak mengkategorikan pro-feminis untuk laki-laki, dan feminis untuk perempuan.

 

Bagaimana Mendidik Anak Perempuan Menjadi Feminis?

Lantas bagaimana pemikiran Chimamanda untuk menjadikan semua menjadi feminis? Jawabannya ada di tulisan kedua, dalam bentuk surat kepada sahabatnya Ijeawele, yang baru saja melahirkan anak perempuan. Chimamanda memberikan 15 anjuran untuk mendidik anak perempuan menjadi feminis berdasarkan pengalamannya terlibat dalam pengasuhan keponakan-keponakan dan perenungannya sebagai seorang feminis. Chimamanda berkeyakinan bahwa  feminisme selalu kontekstual. Rumus termudah adalah dua alat feminis, alat pertama yaitu: Premis feminis: Diriku adalah penting. Aku sama pentingnya dengan orang lain. Selanjutnya alat kedua berupa pertanyaan:  Dapatkah kau membalik X dan mendapatkan hal yang sama?

Kelimabelas anjuran ini menjadi semacam peta pemikiran feminisnya (hlm 37–79), sebagai berikut:

  1. Jadilah manusia sepenuhnya, supaya sebagai orang tua dapat memungkinkan untuk membagi porsi tugas ganda. Menjadi ibu adalah karunia yang mulia, tapi jangan mendefinisikan dirimu semata-mata seorang ibu, melainkan bekerjalah untuk memenuhi kebutuhanmu atau mencintai pekerjaanmu atau mencintai apa yang dihasilkan. Sebagai ibu, pada tahap awal mintalah bantuan orang lain untuk mengasuh, beri ruang untuk kegagalan dan jangan memiliki gagasan bahwa perempuan dapat melakukan semuanya.
  2. Bagi pengasuhan dan perawatan anak secara setara. Hilangkan kata “bantuan” atas peran laki-laki dalam perawatan dan pengasuhan anak. Karena ini pilihan ketika memutuskan mempunyai anak, maka laki-laki bertanggungjawab sama dengan perempuan untuk mengasuh, merawat, dan mendidik anak.
  3. Jangan jadikan “karena kamu perempuan” sebagai alasan untuk apapun. Peran gender sudah sangat terkondisikan dalam diri kita sehingga kita sering mengikutinya sekalipun bertentangan dengan keinginan sejati kita, kebutuhan kita atau kebahagiaan kita. Alih-alih membiarkan anak perempuan menginternalisasi gagasan tentang peran gender, ajarkan ia soal kemandirian. Katakan pada anak perempuan bahwa penting untuk bisa melakukan berbagai hal bagi dirinya sendiri dan berjuang untuk dirinya sendiri
  4. Waspadai bahaya Feminism Lite yaitu gagasan tentang kesetaraan perempuan yang bersyarat. Feminism lite menggunaan analog atau bahasa ‘mengizinkan, atau ‘membiarkan’. Dicontohkan: “Philip May dikenal dalam politik sebagai seorang pria yang rela duduk di kursi belakang dan mengizinkan isterinya Theresia untuk bersinar. Jika digunakan alat feminis kedua yaitu dibalikkan, maka akan menjadi “isterinya telah mendukungnya sejak awal”, “setia mendampingi”, bukan ‘mengizinkan suaminya bersinar’. Izin adalah soal kekuatan, soal kuasa. Kita dikondisikan sedemikian rupa untuk menganggap kuasa adalah milik lelaki, sehingga perempuan tangguh adalah penyimpangan. Masyarakat menilai perempuan tangguh dengan lebih tajam daripada saat menilai laki-laki tangguh.
  5. Ajari anak perempuan membaca, ajari ia mencintai buku.
  6. Ajari anak perempuan untuk mempertanyakan bahasa, karena bahasa adalah gudang prasangka, keyakinan, dan asumsi kita. Seperti ada apa di balik panggilan tuan puteri atau nyonya. Ajari anak perempuan untuk mengajukan pertanyaan apa saja hal-hal yang tidak bisa dilakukan perempuan karena dia perempuan?
  7. Jangan mengatakan pada anak perempuan bahwa perkawinan adalah sebuah pencapaian. Temukan cara untuk menjelaskan bahwa pernikahan bukanlah sebuah prestasi, juga bukan apa yang harus dicita-citakan, karena ia akan sibuk memikirkan perkawinan, serta memperebutkan laki-laki dengan perempuan lain. Bukan bagaimana membangun dan meningkatkan kualitas diri.
  8. Ajari ia untuk menolak ‘disukai’ berdasarkan standar masyarakat. Pekerjaannya bukan untuk membuat dirinya disukai, menjadi baik, menjadi palsu. Perempuan menghabiskan banyak waktu untuk terlalu memikirkan perasaan orang lain, bukan dirinya. Ajarkan ia menjadi dirinya secara penuh, diri yang jujur, dan berani mengungkapkan pikirannya. Ia tidak perlu disukai semua orang, ia adalah subyek yang bisa menyukai dan tidak menyukai.
  9. Berikan rasa identitas. Ajari anak perempuan nilai dan budaya suku bangsanya yang baik dan indah, dan menolak bagian-bagian yang tidak baik.
  10. Dorong supaya anak perempuan ikut berolahraga. Ajari untuk aktif secara fisik. Hal ini penting untuk mengatasi rasa ketidaknyamanan citra tubuh perempuan. Agar perempuan tidak berhenti berolahraga ketika payudaranya tumbuh. Berhati-hatilah tentang bagaimana kau (ibu) terlibat dengannya dan cara ia berpenampilan.
  11. Ajari ia bahwa biologi adalah subyek menarik dan memesona, tetapi ia tidak boleh menerimanya sebagai pembenaran atas norma sosial apapun. Norma sosial diciptakan untuk manusia dan tidak ada norma sosial yang tidak dapat berubah.
  12. Bicaralah dengannya tentang seks dan mulailah sedini mungkin.
  13. Ajari bahwa mencintai bukan hanya soal memberi, tetapi juga menerima. Ini penting, karena kita memberi isyarat halus kepada para gadis bahwa komponen terbesar akan kemampuan mereka untuk mencintai adalah kemampuan mereka untuk mengorbankan diri sendiri. Ajari dia bahwa untuk mencintai dia harus memberikan dirinya sendiri secara emosional, tetapi juga harus mengharapkan hal yang sama untuk dirinya sendiri.
  14. Ketika mengajarinya tentang penindasan, berhati hatilah agar orang yang tertindas tidak menjadi orang suci.
  15. Ajari anak perempuan soal perbedaan dan buat perbedaan menjadi hal biasa. Dengan mengajarinya perbedaan, kita melengkapinya untuk bertahan hidup di dunia yang beragam

 

Buku ini direkomendasikan untuk yang masih galau tentang feminis atau masih memberikan stereotipe kepada feminis atau untuk ayah bunda yang mencari panduan bagaimana mendidik anak-anak agar menjadi feminis. Kelima belas anjuran itu sifatnya general, hal-hal spesifik harus disepakati bersama.

Seusai membaca buku ini, saya mencari dan mulai menyaksikan pidato Chimamanda tentang feminisme. Chimamanda bicara dengan cerdas memukau, dan energik yang menggambarkan dirinya sebagai Feminis Afrika bahagia yang tidak membenci pria dan suka memakai lip gloss dan sepatu hak tinggi untuk dirinya sendiri dan bukan mengesankan pria. Apa manifesto feminismu?[]

 

Penulis adalah Komisioner Komnas Perempuan 2020-2024, tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat lembaga

Digiqole ad