Sakit

 Sakit

Ilustrasi (Sumber: Canva.com)

 

Oleh: MD

 

“Uhuk, uhuk, uhuk,” batuk Ibu terdengar nyaring di telingaku, anak pertamanya. Sudah hampir dua minggu, tapi ibu masih sakit. Tepatnya kami berempat, tidak termasuk ayah. Begitulah keadaan keluargaku akhir-akhir ini. Kami melakukan isolasi mandiri di rumah. Ayah menjadi satu-satunya orang yang mau tidak mau, harus bisa bertahan sehat sekarang.

Awal penyakit itu datang

Sabtu bulan kemarin (26/6), aku dan ibuku masih bisa menonton salah satu drama korea tentang rumah sakit kapal lewat laptop. Sebab kami tidak punya televisi, dan ibu tidak memiliki smartphone untuk dirinya mencari hiburan online. Maka tiap aku ke rumah, aku akan mengajak ibu nonton, dengan harapan bisa menghibur penatnya.

Saat itu adalah hari pertamaku pulang. Sambil menonton dengan ibu, aku sempat lihat dan mendengar kedua adikku tengah sakit. Mereka batuk-batuk, pilek, lemas, dan hanya beristirahat di kamar. Sedangkan ibuku masih berusaha berjualan di rumah.

Semakin malam, aku sendiri semakin tidak enak badan. Batuk-batuk, sakit tenggorokan, panas, nyeri badan, menggigil dan juga pilek. Betapa parnonya aku! Mengalami gejala macam ini saat berita tentang kasus covid meningkat. Apalagi, senin kemudian, ibuku merasa hal yang sama. Disertai pula dengan kram ototnya dan muntah-muntah. Aku sedih melihat ibuku seperti itu. Ditambah, ibuku tidak napsu makan. Membuatnya lemes dan terlihat sangat tak berdaya.

Sakit ini datang pada kami bahkan tanpa menunggu adik-adikku sembuh. Kami terpaksa tidak berjualan untuk sementara sampai waktu yang belum ditentukan. Akibatnya, tidak ada pemasukan uang untuk keluargaku. Ditambah, ayah sudah tidak bekerja.

 

Baca juga: Sembuh Pasca Positif, Ini 6 Tipsnya

 

Pahit manis keadaan

Kondisi yang kami hadapi cukup untuk mengoyak ekonomi keluarga. Tabungan pribadiku yang masih kucicil untuk kebutuhan lain, terpaksa harus kupakai untuk keadaan tak terduga ini; biaya hidup keluarga, obat-obatan, buah dan beberapa pembayaran lainnya.

Hal ini adalah realita yang menurutku bukan untuk disesali. Aku hanya berusaha melakukan apa saja yang ku mampu. Melihat ibu sakit sangat tidak tenang. Aku tetap berusaha bangkit dan melakukan sesuatu yang kupikir akan membuatnya lebih baik. Entah itu memberikannya obat batuk, vitamin, membuat wedang jahe, teh campur madu dengan perasan jeruk lemon, air hangat untuk diminum, air hangat untuk perutnya, dan lain-lain. Termasuk memijat ibu.

Dengan kondisi saat ini, masih ada hal-hal yang ku syukuri adanya. Salah satunya adalah memiliki ayah yang bisa diandalkan untuk membantu pemulihan kondisi ini. Ayahku bisa diajak kompromi untuk membeli hal-hal yang kami butuhkan. Contohnya, ayah terbiasa ke pasar dengan ibu, sehingga ayah sudah tidak bingung lagi saat berbelanja bahan masakan. Termasuk, membeli obat-obatan di apotik atau toko obat.

Ayah juga bisa memasak dan bebersih rumah. Sikap independen ini yang menurutku memang sudah seharusnya. Artinya, tidak perlu menunggu ibu sembuh untuk ayahku sendiri bisa makan. Seorang ayah atau laki-laki pun mampu memasak makanan bahkan untuk dirinya, bahkan keluarga. Tidak menaruh beban stigma gender memasak adalah kewajiban perempuan atau ibu.

Selain itu, aku juga bersyukur karena hasil test swab PCRku menunjukkan hasil negatif. Biaya testku pun ditanggung kantor, sehingga aku nggak perlu mengeluarkan 700.000 rupiah yang menurutku cukup mahal itu.

Kabar baik lainnya adalah keadaan kedua adikku sudah sembuh pasca isolasi mandiri. Aku pun sama, sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasanya. Sayangnya, kedua adikku dan ibuku tidak melakukan test covid untuk memastikan sakitnya bukanlah covid. Meskipun memang kami pun tidak kemana-mana dan tidak menerima tamu.

Kini, hanya ibu yang masih sakit. Tapi setidaknya, perlahan ini ibuku sudah bisa makan. Ibu juga sudah bisa bangun dan berjalan ke kamar mandi. Aku senang sekali melihat perkembangan ibu.

Aku berharap, semoga sakit ibuku segera pergi dan selesai melakukan isolasi mandirinya. Sebab rasanya sedih saat melihat ibu terbaring lemah. Semoga ibu sehat lagi dan memiliki antibodi yang lebih baik, lebih kuat.

Oh iya, aku tidak tahu bagaimana kondisi keluarga orang lain di luar sana saat ini. Harapannya, semoga lekas sembuh ya, bagi sanak saudara yang sakit dan melakukan isolasi mandiri. Semoga terus sehat bagi yang sehat. Sehat-sehat untuk kita semua. Aaamiin.[]

 

Sebagaimana cerita yang disampaikan penulis pada 7 Juli 2021, identitas penulis ada pada redaksi.

 

Digiqole ad