Mempercepat Pembangunan Kesetaraan Gender di Indonesia

 Mempercepat Pembangunan Kesetaraan Gender di Indonesia

Ilustrasi (JalaStoria.id)

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicanangkan sejak tahun 2015 diharapkan akan membawa perubahan signifikan ketika nanti berakhir di tahun 2030. Jangka waktu 15 tahun bukanlah jangka waktu yang panjang, sehingga semua pihak terutama Pemerintah harus menetapkan kebijakan, program, dan anggaran yang fokus dan tepat sasaran agar 169 target dalam 17 tujuan sasaran dalam SDGs dapat tercapai.

Kesetaraan gender adalah salah satu tujuan dalam SDGs. Mengutip Bappenas, pengertian kesetaraan gender merujuk kepada suatu keadaan setara antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban.

Tujuan kesetaraan gender dalam SDGs memuat  sejumlah target di dalamnya, yaitu:

5.1 Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan dimanapun.

5.2 Menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap kaum perempuan di ruang publik dan pribadi, termasuk perdagangan orang dan eksploitasi seksual, serta berbagai jenis eksploitasi lainnya.

5.3 Menghapuskan semua praktik berbahaya, seperti perkawinan usia anak, perkawinan dini dan paksa, serta sunat perempuan.

5.4 Mengenali dan menghargai pekerjaan mengasuh dan pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar melalui penyediaan pelayanan publik, infrastruktur dan kebijakan perlindungan sosial, dan peningkatan tanggung jawab bersama dalam rumah tangga dan keluarga  yang tepat  secara nasional.

5.5 Menjamin partisipasi penuh dan efektif, dan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat.

5.6 Menjamin akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi, dan hak reproduksi seperti yang telah disepakati sesuai dengan Programme of Action of the International Conference on Population andDevelopment and the Beijing Platform serta dokumen-dokumen hasil reviu dari konferensi-konferensi tersebut.

 

5.a Melakukan reformasi untuk memberi hak yang sama kepada perempuan terhadap sumber daya ekonomi, serta akses terhadap kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk kepemilikan lain, jasa keuangan, warisan dan sumber daya alam, sesuai dengan hukum nasional.

5.b Meningkatkan penggunaan teknologi yang memampukan, khususnya teknologi informasi dan komunikasi  untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan.

5.c Mengadopsi dan memperkuat kebijakan yang baik dan perundang-undangan yang berlaku untuk peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan kaum perempuan di semua tingkatan.

Target tersebut barangkali mudah diucapkan, tapi ia hanya akan menjadi deretan huruf jika  setiap komponen dalam Negara tidak bersama-sama bergerak untuk mewujudkannya.

Untuk tiba pada tujuan yang diharapkan di tahun 2030, tentu saja kita harus melihat sampai di mana kita pada hari ini. Segala upaya yang dilakukan, termasuk kebijakan dan program yang disusun harus mengarah pada langkah untuk mempersempit kesenjangan gender. Ibarat meniti tangga, yang harus dilakukan adalah menapaki setiap anak tangga tersebut, dan sekaligus bekerja keras agar hambatan di tiap anak tangga dapat teratasi agar tidak menganggu langkah di anak tangga berikutnya.

Sejumlah pertanyaan dapat diajukan: Apa saja yang menghambat pencapaian kesetaraan gender? Apa yang melanggengkan ketimpangan gender? Apakah narasi yang dibangun dalam pendidikan di masyarakat sudah mendukung  penghapusan ketimpangan gender? Apa saja intervensi yang sudah dilakukan Pemerintah dan para pihak terkait  serta apakah intervensi tersebut efektif merespons dinamika yang terjadi?

Informasi yang dihimpun diharapkan akan mengarahkan kepada berbagai akar masalah yang menghambat kesetaraan gender di Indonesia.  Informasi tersebut selanjutnya perlu menjadi pertimbangan Pemerintah dan para pihak terkait dalam membentuk kebijakan dan program yang tepat untuk memitigasi kendala dalam mewujudkan kesetaraan gender di berbagai bidang. Dengan mengambil langkah yang didasarkan pada penuntasan akar masalah, bukan tidak mungkin cita-cita yang diidealkan akan dapat diraih.

Di era digital media seperti sekarang ini, dengan mudah justru kita dapat menjumpai berbagai tulisan, artikel, atau dalam bentuk lainnya yang justru melemahkan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesetaraan gender. Agenda terkait kesetaraan gender senantiasa dikaitkan sebagai agenda asing, atau dicap bertentangan dengan ajaran agama tertentu, dan disebut-sebut bertentangan dengan fitrah manusia karena dipahami keliru sebagai hendak menyamakan perempuan dengan laki-laki.

Apakah kekeliruan tersebut sudah berupaya diluruskan? Tentu saja iya. Namun, tentu memerlukan upaya lebih lanjut agar informasi yang tepat dapat tersampaikan kepada mereka yang berpikiran negatif terhadap upaya pemajuan kesetaraan gender di Indonesia.

Upaya masyarakat sipil yang secara swadaya menyuarakan kesetaraan gender secara terus menerus selanjutnya perlu mendapatkan dukungan konkret dari Negara. Negara sudah saatnya menyatakan sikap dengan tegas mendukung upaya peningkatan kesetaraan gender di berbagai bidang, tidak sekedar bekerja menyusun perencanaan pembangunan dalam skala makro melainkan harus juga bergerak dalam tataran praktis di tengah masyarakat.

Oleh karena itu, prasyarat utama agar Negara mampu bergerak menyuarakan kesetaraan gender adalah segera membentuk sumber daya manusia di lingkungan aparatur negara sebagai champion dalam menyuarakan kesetaraan gender. Selanjutnya, setiap sumber daya manusia dalam birokrasi negara perlu diuji pemahamannya tentang kesetaraan gender. Mekanisme reward mungkin perlu dipertimbangkan, sambil membangun ruang penguatan pemahaman tentang kesetaraan gender di internal lembaga, dan mereproduksi narasi di sosial media yang membangkitkan semangat masyarakat luas untuk mendukung kesetaraan gender di segala bidang.[]

 

Ema Mukarramah

Managing Editor

Digiqole ad