Hari Buku Nasional, Menulis Bagi Penyintas Adalah Ruang Pemulihan

 Hari Buku Nasional, Menulis Bagi Penyintas Adalah Ruang Pemulihan

JalaStoria.id

Menyambut Hari Buku Nasional yang diperingati setiap 17 Mei, JalaStoria punya buku yang bisa lho jadi referensi untuk menguatkan upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.

Nah, di tahun 2022 lalu, tepatnya bulan November, JalaStoria menerbitkan sebuah buku berjudul “Bangkit untuk Memulihkan”. Ini merupakan himpunan artikel yang terbit di kanal Storimini Jalastoria.id antara Agustus 2018 sampai Oktober 2022.

Buku ini terdiri dari beberapa bagian. Secara garis besar, buku ini menyajikan 3 isu, yaitu fakta kekerasan berbasis gender dalam berbagai bentuk, upaya penanganan kasus, dan pemulihan korban.

Dalam buku ini, peristiwa kekerasan seksual, KDRT, tindak pidana perdagangan orang, pembedaan perlakuan, dan berbagai peristiwa lainnya memberikan informasi yang sangat kaya mengenai fakta kekerasan yang terjadi. Informasi ini sekaligus merupakan data berbasis bukti atas peristiwa kekerasan berbasis gender yang terjadi sehingga upaya penanganan kasus serta pemulihan korban menjadi hal penting yang harus dilakukan.

Adapun bagian dalam buku ini yang terkait dengan penanganan kasus dan penguatan untuk pemulihan korban, menyajikan informasi yang menginspirasi untuk turut serta dan aktif membantu korban untuk bangkit dan berdaya. Tentu saja, mengingat setiap kasus adalah unik, karakter tiap upaya penanganan dan pemulihan yang diceritakan dalam buku ini mungkin tidak dapat diaplikasikan apa adanya terhadap kasus lainnya walaupun serupa. Penyesuaian dan pengadaptasian tentulah diperlukan sesuai situasi khusus korban.

Dalam kesempatan ini, JalaStoria mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang telah berkontribusi menyumbangkan karya. Bagi penulis yang sekaligus korban atau penyintas, semoga penulisan ini menambah ruang healing yang menguatkan dan memberdayakan.

Sebagian cerita yang tersaji dalam buku ini mungkin akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pembaca. Hal ini dimaklumi karena peristiwa kekerasan berbasis gender, apalagi kekerasan seksual, dapat menimbulkan trauma bagi banyak pihak: yang mengalami, mengetahui, atau membaca. Hal ini menunjukkan bahwa pengungkapan fakta kekerasan secara tidak langsung dapat membuka mata dan hati mengenai bagaimana traumatiknya korban, sehingga hal ini hendaklah menggelorakan semangat kita semua untuk bergerak dan bangkit memulihkan korban.[]

 

 

Digiqole ad