Ramadan dan Penghapusan Kekerasan Seksual
Oleh: Ninik Rahayu
Hakekat puasa sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surat al-Baqarah ayat 183 adalah membentuk manusia-manusia yang bertaqwa. Dalam taqwa maka terdapat kesadaran kuat untuk senantiasa berbuat dan bersikap selaras dengan yang diperintahkan Allah SWT, serta tidak berbuat kerusakan di muka bumi.
Di antara wujud nyata peningkatan ketakwaan terhadap Allah adalah pemenuhan atas hak-hak dasar manusia dalam Islam. Alquran dalam surat al-Isra ayat 70 telah menegaskan kehormatan manusia yang harus dilindungi.
Artinya:
“Sungguh telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Surat Al-Isra: 70).
Ayat ini kemudian diturunkan menjadi lima hak dasar yang dijamin oleh Islam yang disebut ad-dharuriyyatul khams, yaitu: 1) Hifzhun nafs (jaminan keselamatan jiwa) 2) Hifzhul aql (kebebasan berpendapat), 3) Hifzhud din (jaminan keberlangsungan agama), 4) Hifzhul mal (hak atas kepemilikan) dan 5) Hifzhul irdh (jaminan atas nama baik dan kehormatan nonmaterial).
Baca Juga: Membumikan Pancasila
Jaminan keselamatan jiwa mendapatkan tempat tersendiri dalam ayat ini karena berdasarkan ayat ini esensi dari fitrah manusia terletak pada terjaganya keselamatan jiwa manusia dari kerusakan atau bahkan penghilangan.
Puasa menjadi media yang baik dalam melakukan refleksi (muhasabah) atas apa yang terjadi pada diri kita maupun lingkungan sekitar kita. Salah satu hal yang meresahkan dan tentu saja sangat bertentangan dengan tuntutan agama adalah kekerasan seksual.
Data menujukkan bahwa dari tahun ke tahun kekerasan seksual senantiasa meningkat dengan subyek dan tempat kejadian serta bentuk yang sama sekali tidak pernah dibayangkan sebagai perilaku manusia sebelumnya. Di berbagai media masih selalu saja ditayangkan betapa kekerasan seksual itu dilakukan oleh orang-orang yang sesungguhnya sangat dekat dengan korban dan dilakukan di tempat-tempat “suci” dan mengagungkan “akhlak mulia” yang sangat tidak layak bagi adanya kekerasan seksual (seperti sekolah, kampus, pondok pesantren, gereja, dan lain-lain).
Kekerasan seksual menjadi suatu kejahatan yang durjana (graviora delicta) yang sangat layak kita kutuk dan sama-sama kita cegah. Hal ini selaras dengan perintah Allah untuk senantiasa memuliakan manusia sebagaimana firman Allah surat Al-Isra ayat 70 di atas. Kebutuhan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di sekitar kita adalah kebutuhan pokok dan mendesak. Selain harus menjadi perhatian negara/pemerintah, sebagai sesama manusia beragama juga harus membangun suatu gerakan kolektif yang mantap dalam mencegah dan menghapuskan kekerasan seksual di sekitar kita.
Baca Juga: Kemanusiaan sebagai Ruh Pendidikan
Bulan suci Ramadan adalah momentum yang sangat baik dalam membangkitkan semangat kolektivitas guna menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Sebagaimana yang disampaikan dalam gagasan Nurudin Mukhtar Al- Khadimi dalam Kitab Fiqhut Tahadhdhur-Ru’yah Maqashidiyyah yang meminjam pendekatan sosiologis Ibnu Khaldun menekankan betapa pentingnya upaya kolektif dalam pemenuhan hajat maupun menghindarkan kerusakan di muka bumi. Hal ini sangat selaras dengan upaya politik hukum penghapusan kekerasan seksual yang tengah diperjuangkan di Indonesia. Selain menangkap urgensitas, kolektivitas dalam suatu gerakan kultural juga menjadi elemen amat penting guna tercapainya politik hukum penghapusan kekerasan seksual yang komprehensif di Indonesia.
Pesan yang ingin disampaikan melalui puasa adalah pesan kemanusiaan, di mana melalui metode puasa kita diajarkan untuk bisa secara lebih tulus berefleksi atas sisi-sisi kemanusiaan kita. Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi aspek kemanusiaan ini. Dalam surat al-Hujurat ayat 13 Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari seorang pria dan seorang wanita dan kami menjadikan kamu berbagai bangsa dan suku, agar kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antaramu di sisi Allah ialah orang yang saling bertaqwa”. (Q.S. al-Hujarat: 13).
Kekerasan seksual adalah suatu kejahatan yang merendahkan martabat kemanusiaan manusia yang tentu saja sangat tidak sejalan dengan nilai-nilai islam. Kekerasan seksual apapun bentuknya menjadi perbuatan merusak dan mereduksi manusia dari aspek kemanusiaannya.
Puasa adalah metode ampuh dalam membangun kembali aspek-aspek kemanusiaan kita, sehingga kita menjadi manusia-manusia yang utuh (kaffah). Hal ini harus dibarengi dengan kepedulian kita dalam melihat dan merespons hal-hal yang dapat merusak aspek kemanusiaan yaitu kekerasan seksual.
Akhirnya bahwa bentuk ketakwaan yang diharapkan lahir dari seorang mukmin setelah berpuasa salah satunya adalah adanya penguatan atas nilai-nilai kemanusiaan dan kepedulian terhadap sesama manusia. Hal tersebut bisa terwujud jika sesama kita bisa saling terbuka dan berefleksi tentang apa yang telah, sedang, dan akan kita perbuat terhadap problem-problem kemanusiaan kita yang salah satunya adalah berbentuk kekerasan seksual. Upaya kolektif mencegah dan menghapuskan kekerasan seksual adalah komitmen amar ma’ruf nahi mungkar atas dasar keadilan. Bulan Ramadan menjadi momentum penting untuk memupuk dan memperkuat nilai-nilai tersebut.
Baca Juga: Mengaplikasikan Rahmah (Kasih Sayang) dalam Keberagaman dan Keberagamaan
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan kita kesehatan untuk melalui bulan suci ini dengan amalan ibadah yang dapat mengantarkan kita pada rahmat dan ampunan Allah SWT sehingga kita terlahir menjadi pribadi-pribadi yang bertaqwa. Amin ya rabbal alamin….
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Artinya : “Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah SWT, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, aku memohon ampunan dan bertaubat hanya pada-Mu.”
ﺭَﺏِّ ﺍْﻧﻔَﻌْﻨَﺎ ﺑِﻤَﺎ ﻋَﻠَّﻤْﺘَﻨَﺎ، ﺭَﺏِّ ﻋَﻠِّﻤْﻨَﺎ ﺍَّﻟﺬِﻱْ ﻳَﻨْﻔَﻌُﻨَﺎ، ﺭَﺏِّ ﻓَﻘِّﻬْﻨَﺎ ﻭَﻓَﻘِّﻪْ ﺃَﻫْﻠَﻨَﺎ، ﻭَﻗَﺮَﺍﺑَﺎﺕِ ﻟَﻨَﺎ ﻓِﻲ ﺩِﻳْﻨِﻨَﺎ، ﺗَﻮَﺳَّﻠْﻨَﺎ ﺑِﺘَﻌَﻠُّﻢٍ، ﺗَﻮَﺳَّﻠْﻨَﺎ ﺑِﺘَﻌْﻠِﻴﻢٍ، ﺍَﻥْ ﺗَﺮْﺯُﻗَﻨَﺎ الوَاسِعَةَ، ﻭَﺍَﻥْ ﺗَﺮْﺯُﻗَﻨَﺎ ﺍﻷَﻣَﺎﻧَﺔ
Artinya: “Ya Allah, berilah kami manfaat dari apa yang telah engkau ajarkan pada kami. Ya Allah, berilah kami pengetahuan terhadap apa yang bermanfaat bagi kami. Ya Allah, berilah pemahaman pada kami, dan pada keluarga kami, serta para kerabat kami dalam memahami agama. Kami bertawasul dengan belajar, kami bertawasul dengan mengajar. Agar Engkau beri kami rejeki yang luas dan agar Engkau beri kami rejeki amanah.” []
Direktur JalaStoria