Mencermati Pemenuhan Hak Konstitusional (Bagian 2)
UUD 1945 pasca amandemen ke-4 mengandung norma yang menjadi dasar jaminan hak konstitusional warga negara Indonesia. Komnas Perempuan mengidentifikasi setidaknya terdapat 40 hak konstitusional dalam 14 rumpun yang terkandung di dalamnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, adalah tanggungjawab negara untuk menghormati, memenuhi, dan melindungi hak konstitusional tersebut. Bagaimana realisasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? Berikut selanjutnya:
8. Hak Atas Kesehatan dan Lingkungan Sehat
Negara juga bertanggung jawab atas hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin [Pasal 28H ayat (1)]. Termasuk juga hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat [Pasal 28H ayat (1)] dan hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan [Pasal 28H ayat (1)].
Merefleksikan rumpun ini, mari berkaca dari konflik sumber daya alam. Komnas Perempuan mengungkap sepanjang 2020 hingga paruh kedua 2022 terdapat 13 laporan pengaduan terkait kondisi perempuan adat dalam konflik sumber daya alam (SDA). Komnas Perempuan mengidentifikasi kerentanan perempuan adat terletak pada kekerasan dan diskriminasi berbasis gender. Selain itu, lenyapnya lingkungan yang aman dan sehat, menghadapi polusi udara dan rusaknya tanah, kesulitan air bersih, kehilangan sumber penghidupan juga menjadi kerentanan bagi perempuan adat dalam konflik tersebut. Kondisi ini mengakibatkan perempuan adat kurang istirahat berkualitas, terpapar penyakit baik ISPA, gatal-gatal, maupun depresi.
9. Hak Berkeluarga
Setiap warga negara mempunyai hak untuk membentuk keluarga sebagaimana diatur dalam Pasal 28B ayat (1). Lebih lengkapnya, Pasal 28B ayat (1) menyatakan, “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”
Baca Juga: Mencermati Pemenuhan Hak Konstitusional (Bagian 1)
Namun demikian, ketentuan itu tidak berlaku bagi anak. Ketentuan Pasal 28B ayat (1) tersebut dalam implementasinya harus pula memerhatikan ketentuan dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Perkawinan. Dalam UU tersebut, setiap laki-laki dan perempuan yang akan memasuki perkawinan harus memenuhi syarat sekurang-kurangnya berusia 19 tahun.
10. Hak Atas Kepastian Hukum dan Keadilan
Dalam hal ini menyangkut hak atas pengakuan, jaminan, dan perlindungan dan kepastian hukum yang adil [Pasal 28D ayat (1)]. Terdapat pula hak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum [Pasal 28D ayat (1), Pasal 27 ayat (1)]. Di samping itu, setiap warga negara memiliki hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum [Pasal 28I ayat (1)] dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut [Pasal 28I ayat (1)].
Akhir Maret lalu Komnas Perempuan mengajak Mahkamah Agung untuk menguatkan pemenuhan jaminan hak atas kepastian dan perlindungan hukum terkait perempuan yang berhadapan dengan hukum. Termasuk dalam penyelenggaraan otonomi khusus di Aceh melalui implementasi Qanun No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Kajian Komnas Perempuan menunjukkan pengaturan Qanun Jinayat tentang perkosaan yang menyamakan dengan perbuatan zina mengabaikan kerentanan perempuan korban. Korban perkosaan menjadi rentan diabaikan atas alasan tidak cukup bukti. Korban perkosaan rentan dikriminalisasi dengan delik zina. Dalam kasus ini, cambuk menjadi pengaturan pemidanaan bagi pelaku perkosaan dan pelecehan seksual. Meski kini Surat Edaran MA No. 3/SEMA 10/2020 memberlakukan pidana penjara bagi pelaku perkosaan dan pelecehan terhadap anak. Namun, pengaturan ini tidak berlaku terhadap korban perempuan di atas usia 18 tahun.
Hal lain yang juga merugikan perempuan berhadapan dengan hukum adalah penguasaan hakim agama pada hukum pidana dan keterampilan pemeriksaan tindak pidana yang lemah.
11. Hak Bebas dari Ancaman Diskriminasi dan Kekerasan
Rumpun ini mencakup empat hak. Pertama, hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi [Pasal 28G ayat (1)]. Kedua, hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia [Pasal 28G ayat (2), Pasal 28I ayat (1)]. Ketiga, hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun [Pasal 28I ayat (2)]. Keempat, hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan [Pasal 28H ayat (2)].
Baca Juga: Perempuan dan Hak Asasi Manusia
Nah, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan seksual, dan kekerasan berbasis gender lainnya adalah pelanggaran atas hak dalam rumpun ini, terutama hak atas rasa aman. Jika kekerasan terjadi, siapapun wajib memberikan pelindungan terhadap korban. Adapun pelaku, tentu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
12. Hak Atas Perlindungan
Negara bertanggung jawab melindungi setiap warga negaranya. Dalam hal ini terdapat lima hak atas perlindungan. Pertama, hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya [Pasal 28H ayat (1)]. Kedua, hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif [Pasal 28I ayat (2)]. Ketiga, hak atas perlindungan identitas budaya dan hak masyarakat tradisional yang selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban [Pasal 28I ayat (3)]. Keempat, hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi [Pasal 28B ayat (2)], Pasal 28I ayat (2)]. Kelima, hak untuk memperoleh suaka politik dari negara lain [Pasal 28G ayat (2)].
Salah satu kasus yang ramai diperbincangkan adalah pemecatan seorang pengurus badan Ekskutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor pertengahan Juli lalu. Dikutip dari Kumparan.com (30/7/22) pengurus sekaligus mahasiswa tersebut dianggap mendukung lesbian, gay, bisexual, transgender, queer, intersex, asexual (LGBTQIA+). Ia yang menggunakan foto pelangi sebagai foto profil laman pribadinya dituding sebagai tindakan melanggar Peraturan Senat Akademik IPB 33/SA-IPB/P/2019 pasal 8 (delapan) ayat 1 (satu) huruf (c).
Sikap simpati dan empati Arlen kepada kelompok yang kerap menerima perlakuan diskriminasi dan persekusi itu dijadikan alat untuk menjegal karier kepengurusan Arlen di BEM KM IPB. Dari peristiwa ini, ia merupakan pihak yang terlanggar hak-haknya dalam rumpun ini.
13. Hak Memperjuangkan Hak
Rumpun ini meliputi hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif [Pasal 28C ayat (2)] serta hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat [Pasal 28, Pasal 28E ayat (3)].
Sepanjang 2019 terdapat 53 kasus pelanggaran kebebesan berekspresi, 32 kasus pelanggaran kebebasan berkumpul, dan 2 kasus pelanggaran kebebasan berserikat. Temuan ini merupakan Laporan Hukum dan HAM 2019 dan Proyeksi 2020 Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dikutip dari Beritasatu.com (15/1/20).
Baca Juga: Marsinah: Kekerasan terhadap Perempuan dan Pelanggaran HAM Pekerja
Modus pelanggaran yang umum dilakukan antara lain kriminalisasi, pembatalasan izin kegiatan, pelarangan kegiatan. bentuk pelarangan lainnya adalah intimidasi, penghalangan kegiatan, razia, dan pembubaran paksa.
Laporan mengungkap 51% pelanggaran dilakukan dengan modus kriminalisasi. 29% pembubaran paksa, pembatalan izin 9%, penghalangan informasi 5%. Adapun 6% sisanya berupa intimidasi, razia publikasi, dan pembubaran paksa.
14. Hak Atas Pemerintahan
Di sini setiap warga negara memiliki hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan [Pasal 28D ayat (3), Pasal 27 ayat (1)].
Dalam rumpun ini terlihat bahwa capaian angka keterwakilan perempuan dalam Pemilu Legislatif 2019 hanya 20%. Angka tersebut masih belum mencapai target 30% kuota perempuan di parlemen. Dikutip dari voaindonesia.com (21/8/22) kuota 30 persen perempuan di parlemen menurut Perludem masih sulit terealisasi. Pertama, partai sekadar memenuhi kuota 30 persen calon legislatif perempuan tanpa memperjuangkan keterpilihan mereka. Kedua, kebanyakan calon legislatif perempuan berada di nomor bawah.
Hasil penelitian Perludem mengungkap 64% caleg perempuan terpilih pada Pemilu 2019 berada di urutan 1, disusul kemudian di nomor urut 2. Ini berkebalikan dengan calon legislatif perempuan yang paling banyak ditempatkan pada nomor urut 3, 5, dan 6. Strategi partai politik ini justru menurunkan potensi keterpilihan perempuan di parlemen.
***
Demikian 40 hak konstitusional yang termaktub dalam konstitusi Indonesia. Demikian pula catatan refleksi terhadap hak konstitusional setiap warga negara Indonesia. [Ema Mukarramah & Nur Azizah]