Mencermati Pemenuhan Hak Konstitusional (Bagian 1)

 Mencermati Pemenuhan Hak Konstitusional (Bagian 1)

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

UUD 1945 pasca amandemen ke-4 mengandung norma yang menjadi dasar jaminan hak konstitusional warga negara Indonesia. Komnas Perempuan mengidentifikasi setidaknya terdapat 40 hak konstitusional dalam 14 rumpun yang terkandung di dalamnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, adalah tanggungjawab negara untuk menghormati, memenuhi, dan melindungi hak konstitusional tersebut. Bagaimana realisasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

  1. Hak Atas Kewarganegaraan

Ini meliputi hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28D ayat (4)). Selain itu juga menyangkut hak atas kesamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan yang tercantum dalam Pasal 27 (1), Pasal 28D (1) dan Pasal 28D (3).

Dalam pemenuhan hak atas status kewarganegaraan, terdapat ketentuan lainnya yang juga berlaku bagi warga negara. Antara lain, jabatan publik tidak diperkenankan diisi oleh seseorang yang berkewarganegaraan ganda atau berkewarganegaraan asing. Demikian pula pada posisi lain yang menghendaki nasionalisme yang tinggi. Misalnya,  syarat yang diberlakukan pada pasukan pengibar bendera pusaka. Melansir Kompas.com (15/08/2016), seorang calon pengibar bendera pusaka (Paskibraka) dari Jawa Barat pada  2016 terpaksa gugur lantaran memiliki paspor Perancis.

Demikian pula dengan jabatan menteri. Pelantikan AT sebagai Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 27 Juli 2016 menuai kontroversi lantaran ia memiliki paspor Amerika Serikat. Hingga pada 15 Agustus 2016 Arcandra diberhentikan secara hormat.

2. Hak Atas Hidup

Terdiri dari hak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya [Pasal 28B ayat (2)] dan hak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang [Pasal 28B ayat (2)].

Baca Juga: Hari Konstitusi Republik Indonesia

Pasal 28B ayat (2) berbunyi, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Sayangnya, sampai saat ini anak Indonesia masih belum bebas dari kekerasan. Data SIMFONI PPA per 21 Agustus 2022 mencatat 14.576 kasus kekerasan dilaporkan sejak 1 Januari 2022. Dari data tersebut, terdapat 56,5% korban adalah anak. Pada anak perempuan yang menjadi korban didominasi pelajar yaitu 36,7%.

3. Hak untuk Mengembangkan Diri

Mencakup hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, mendapat pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya seperti yang diatur dalam Pasal 28H ayat (3). Selanjutnya ada hak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat [Pasal 28H ayat (3)]. Lalu juga hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial [Pasal 28F]. Hak mendapat pendidikan [Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 28 C ayat (1)].

Tentang hak pendidikan, dikutip dari Kemenpppa.go.id (10/5/2021) profil perempuan Indonesia 2020 masih tertinggal dari laki-laki. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) laki-laki mencapai 9,08 tahun, melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yakni 8,8 tahun. Sedangkan pada perempuan, RLS baru mencapai 8,42 tahun.

4. Hak Atas Kemerdekaan Pikiran dan Kebebasan Memilih

Pada rumpun ini terdapat enam hak setiap orang. Pertama, hak atas kemerdekaan pikiran dan hati nurani Pasal 28I ayat (1). Kedua, hak atas kebebasan meyakini kepercayaan Pasal 28E ayat (2). Ketiga, hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya  Pasal 28E ayat (1), Pasal 29 ayat (2). Keempat, hak untuk bebas memilih pendidikan dan pengajaran, pekerjaan, kewarganegaraan, tempat tinggal Pasal 28E ayat (1). Kelima, hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul Pasal 28E ayat (3). Keenam, hak untuk menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nurani Pasal 28E ayat (2).

Salah satu contoh pelanggaran dari rumpun ini adalah kasus pemaksaan jilbab pada siswi SMAN 1 Banguntapan Bantul, Yogyakarta. Kejadian bermula saat guru bimbingan konseling, wali kelas, dan guru agama memaksa siswi di sekolah itu untuk memakai jilbab di ruangan guru BK pada Selasa 26 Juli 2022. Pemaksaan tersebut mengakibatkan korban mengalami depresi.

5. Hak Atas Informasi

Yakni hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Ini tercantum dalam Pasal 28F.

Baca Juga: Penindakan Kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

Ruang digital merupakan saluran informasi yang mudah diakses. Namun, percepatan teknologi ini masih belum dibarengi dengan perlindungan privasi di ranah digital. Jaminan hukum bagi korban kekerasan berbasis gender online (KBGO) juga masih menjadi tantangan dalam menekan kasus ini.

Realitanya, catatan SAFEnet sepanjang 2019-2021 menemukan 1.357 aduan kasus KBGO. Laporan lain dari Komnas Perempuan mengungkap 2.625 kasus KBGO terjadi sepanjang 2017-2020. Catatan LBH APIK Jakarta menyebut setidaknya telah menangani 783 KBGO dalam 2018-2021.

Catatan tiga lembaga di atas serasi dengan apa yang disampaikan Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika bidang Digital dan Sumber Daya Manusia, Dedy Permadi. Dikutip dari parapuan.co (26/4/22) Dedy mengungkapkan studi Digital Civility Index (DCI) oleh Microsoft tahun 2020 menunjukkan Indonesia tergolong negara dengan risiko pelecehan seksual daring cukup tinggi, yaitu 42%.

6. Hak Atas Kerja dan Penghidupan Layak

Setiap warga negara memiliki hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan [Pasal 27 ayat (2)].  Setiap individu juga memiliki hak untuk bekerja dan mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja [Pasal 28D ayat (2)].  Termasuk hak untuk tidak diperbudak [Pasal 28I ayat (1)].

Bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT), realisasi Pasal 28D ayat (2) ini masih dirasakan jauh.  Demikian juga dengan buruh perempuan yang bekerja membuat pakaian untuk puluhan merek ternama dunia namun terancam kehilangan pekerjaan karena kehamilan, atau bekerja dalam situasi ketiadaan pelindungan hak atas maternitas. Dikutip dari BBC.com (20/12/17), temuan penelitian Perempuan Mahardhika mengungkap dari 773 responden, terdapat 118 orang yang sedang hamil atau pernah melahirkan dalam kurun tiga tahun terakhir. Tujuh orang di antaranya mengalami keguguran.

Baca Juga: BM Collection:  Usaha Kolektif Penopang Perjuangan Perempuan Pekerja Rumahan

Padahal, tujuan pembangunan berkelanjutan SDGs ke-8 pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi bertujuan mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak bagi semua.

7. Hak Atas Kepemilikan dan Perumahan

Ini terdiri dari hak untuk mempunyai hak milik pribadi [Pasal 28H ayat (4)] dan hak untuk bertempat tinggal [Pasal 28H ayat (1)].

Laporan Profil Perempuan Indonesia 2020 menunjukkan persentase penduduk berumur 5 tahun ke atas yang memiliki telepon seluler lebih tinggi laki-laki dibandingkan perempuan. Secara umum, hasil Susenas 2020 itu mengungkap 68,12% laki-laki berumur 5 tahun keatas yang memiliki telepon seluler. Sedangkan pada perempuan hanya 57,51 persen. Di perdesaan, misalnya, capaian laki-laki yang memiliki telepon seluler lebih tinggi yaitu 61,22 persen dibanding perempuan yang hanya 47,59 persen.

Dalam hal kepemilikan aset, persentase kepala rumah tangga laki-laki juga masih lebih tinggi ketimbang perempuan.  90,85% perempuan kepala rumah tangga memiliki minimal satu aset baik aset transportasi, aset rumah tangga maupun aset rumah tangga lain. Sedangkan persentase pada laki-laki kepala rumah tangga sebesar 96,55 persen.  Kondisi ini terjadi baik di perkotaan maupun di perdesaan. [Ema Mukarramah & Nur Azizah]

Digiqole ad