Upaya Penghapusan Diskriminasi Berbasis Gender dalam Pemasyarakatan

 Upaya Penghapusan Diskriminasi Berbasis Gender dalam Pemasyarakatan

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

Oleh: Zainab Az Zahro

Sejumlah riset menunjukkan hak-hak narapidana yang menjalani pemasyarakatan belum sepenuhnya terpenuhi, khususnya perempuan yang menjadi warga binaan. Dari sisi kondisi biologis, laki-laki dan perempuan memiliki kebutuhan berbeda, sehingga dalam proses pemasyarakatan perbedaan tersebut juga perlu diperhatikan.

Oleh karena itu, bukan hanya penyediaan tempat pemasyarakatan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, seperti halnya toilet yang dipisahkan berdasarkan gender. Melainkan pemenuhan khusus hak perempuan yang menjalani fungsi reproduksi seperti menstruasi, melahirkan, dan menyusui.

Riset Azalia (2015) tentang warga binaan di Lapas Pekanbaru menunjukkan hak perempuan yang sedang menjalani fungsi reproduksi masih belum sepenuhnya terpenuhi. Dalam riset tersebut, warga binaan dengan inisial A, K, I, dan Z pada Lapas Pekanbaru ketika melahirkan tidak mendapat tempat khusus untuk merawat, menyusui, dan mengawasi tumbuh kembang anaknya.  Tidak ada pembedaan bagi perempuan yang mengasuh anak dengan perempuan yang tidak membawa serta anaknya.

Keluhan lainnya antara lain kesulitan mendapatkan pembalut bagi perempuan. Perhatian terhadap gizi bagi perempuan pun belum mendapatkan perhatian khusus. Hal serupa juga dijumpai dalam riset lainnya, misalnya riset di Kota Palopo yang mengidentifikasi fasilitas bagi perempuan sangat kurang memadai (Musbirah Arrahmania, 2021). Di Langkat, riset oleh Utami (2020) juga mencatat bahwa pelayanan kesehatan perempuan juga kurang mendapatkan perhatian secara khusus.

Baca Juga: Loncatan Layanan Publik Bidang Hukum di 2017

Pasal 12 UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menegaskan bahwa dalam penggolongan narapidana, perbedaan jenis kelamin merupakan salah satu ukuran. Namun, ketentuan ini masih sangatlah umum karena tidak disertai ketentuan lebih lanjut mengenai pemenuhan hak-hak narapidana yang terkait dengan situasi biologisnya, terutama perempuan dengan fungsi reproduksi yang diembannya. Ini yang menjadi salah satu hambatan manakala situasi khusus tersebut terutama terkait fungsi reproduksi tidak menjadi perhatian dalam regulasi.

Terkait dengan pemenuhan hak perempuan yang menjalankan fungsi reproduksi, regulasi nasional yang dapat menjadi acuan adalah UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Adapun regulasi di tingkat internasional yang terkait dengan narapidana dapat mengacu pada Konvensi Internasional yakni The Standart Minimum Rules For The Treatment of Prisioner (Fitriyah 2020).

Selain dari sisi aturannya, tantangan yang terkadang membuat hak-hak perempuan tidak diperhatikan secara khusus adalah minimnya anggaran dari pemerintah. Demikian juga dengan urgensi persamaan hak bagi setiap narapidana perempuan. Persamaan hak bukan berarti sama rata, tetapi mempertimbangkan perbedaan yang ada, sehingga semua mendapat hak yang layak.

RUU Pemasyarakatan telah disahkan menjadi UU No 22 Tahun 2022 pada Agustus 2022. Bagi sebagian kalangan, UU Pemasyarakatan ini dinilai sudah lebih progresif.

Baca Juga: Melawan Deraan Diskriminasi

Antara lain tercantum dalam Pasal 60 ayat (2) UU pemasyarakatan. Pasal ini menyatakan, setiap warga binaan baik di LAPAS maupun BAPAS atau yang sejenisnya berhak atas perawatan meliputi pemeliharaan kesehatan, rehabilitasi, dan pemenuhan kebutuhan dasar. Lebih lanjut seperti halnya pemenuhan kebutuhan dasar yang dimaksud adalah pemenuhan air bersih, air minum, makanan bergizi dan layak, peralatan kebersihan badan dan lingkungan, pakaian, peralatan khusus perempuan dan bayi, serta perlengkapan tidur.

Artinya, secara normatif hak atas ruang laktasi dan perawatan anak serta penempatan yang terpisah dari narapidana lainnya yang tidak sedang merawat anak atau menyusui menjadi langkah konkret untuk merealisasikan UU ini. Sehingga UU ini secara tidak langsung mendukung pemenuhan hak perempuan berdasarkan situasi khusus fungsi reproduksi yang melekat pada perempuan khususnya yang sedang menjalani pemasyarakatan. Ini juga diperkuat dalam Pasal 67 ayat (2) yang pada intinya menyatakan bahwa pemberian sanksi tidak diperkenankan bagi warga binaan perempuan  yang sedang dalam fungsi reproduksi. []

 

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

 

REFERENSI:

Arrahmania, Musbirah, Abd. Asis, Audyna Mayasari Muin. 2021. “Efektivitas Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Terkait Hak-Hak Warga Binaan Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Palopo”. Dalam Jurnal: Al-Qadau Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Volume 8, no. 2 Desemeber 2021 (hlm.2–8).

Evita Azalia, Larissa. 2015. “Pemenuhan Hak-Hak Khusus Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas Iib Pekanbaru.” Dalam Jurnal: Jom Fakultas Hukum Volume 2, No. 2 Oktober 2015 (Hlm. 248–253)

Markus Marselinus Soge, Rikson Sitorus. 2022. “Kajian Hukum Progresif Terhadap Fungsi Pemasyarakatan Dalam Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan.” Dalam Jurnal: Hukum Dan Perundang-Undang Volume 2, No. 2 Agustus 2022, (hlm.  80-99)

Siti Rahmatillah Fitriyah, SH. 2020. “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Narapidana Yang Menyusui Saat Di Lembaga Pemasyarakatan.”. Jember: Thesis Universitas Jember. (hlm. 104-105)

Utami, Penny Naluria. 2020. “Pemenuhan Pelayanan Kesehatan Bagi Narapidana Langkat (Fulfillment of Health Services for Female Inmates at Langkat Narcotics Correctional Institution).” Dalam Jurnal: Ham volume 2 No 3 (hlm. 419–430).

“UU Pemasyarakatan Harus Segera Dijalankan.” WASPADA.id, 5 Agustus 2022. (Medan: DerapJuang). https://waspada.id/medan/uu-pemasyarakatan-harus-segera-dijalankan/. Diakses pada 1 Februari 2023.

“DPR Sahkan UU Pemasyarakatan, Puan: Bentuk Akomodasi Perkembangan Hukum”. 7 Juli 2022. (Jakarta; DERAPJUANG.ID). https://derapjuang.id/featured/dpr-sahkan-uu-pemasyarakatan-puan-bentuk-akomodasi-perkembangan-hukum/. Dakses pada 1 Februari 2023

 

 

Digiqole ad