Menghadapi KBGO

 Menghadapi KBGO

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

Mendapat ancaman penyebaran video bermuatan kesusilaan bisa menjadi momok yang menakutkan, terlebih jika dilakukan oleh orang terdekat. Seperti yang dialami perempuan berinisial IAK yang dipaksa menjadi pacar pelaku dengan ancaman akan menyebarkan video bermuatan kesusilaan milik korban. Meski pelaku telah divonis 6 tahun penjara dan telah dicabut hak penggunaan internet selama 8 tahun, korban mengalami gejala gangguan kecemasan dan stress pasca trauma akibat kejadian tersebut.

Motif ancaman oleh pelaku bermacam-macam. Selain motif dengan maksud menjerat korban untuk menjadi pacar, ada pula motif lain seperti ekonomi. Hal ini dialami oleh salah satu pemain sinetron Indonesia, RK. Ia diperas dan diancam akan disebarkan video asusila terkait dirinya. Akibat ancaman tersebut, korban mengirimkan uang sebesar 30 juta kepada pelaku, sebelum akhirnya ia melaporkan pelaku kepada pihak berwajib.

Dua kasus di atas hanya sebagian kecil dari sekian banyak kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO)  yang pada umumnya tersebar melalui kanal media sosial. Dalam Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2021, kasus kekerasan berbasis gender online mengalami kenaikan pesat, yakni dari 281 kasus pada 2019 dan naik menjadi 942 kasus pada  2020. Ancaman penyebaran video porno, non consensual dissemination of intimate image, dan diminta mengirimkan foto/video berkonten porno serta penyebaran video/foto porno adalah beberapa jenis kasus KBGO yang paling banyak tercatat.

Baca Juga: Waspada KBGO dalam Ospek Online!

Sepanjang 2022, lembaga penyedia layanan menerima banyak aduan terkait kekerasan berbasis gender online (KBGO). Antara lain Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) dan LBH Apik. Demikian pula Komnas Perempuan sebagai lembaga pemantau hak asasi manusia.  Laporan yang terungkap sampai Mei 2022 saja mencapai angka lebih dari 2.000 laporan. Jenis kasus tertinggi adalah penyebaran konten intim nonkonsensual, dengan kebanyakan korban adalah perempuan.

Kemudahan membagikan konten di media sosial justru disalahgunakan untuk melakukan tindak kejahatan, pelecehan, dan mencoreng martabat seseorang. Melihat dari banyaknya kasus kekerasan berbasis gender online memberi sinyal kewaspadaan pada semua pengguna media untuk lebih berhati-hati.

KBGO sangat memengaruhi kesehatan mental korban. Menurut Psikolog Zoya Amirin, salah satu masalah psikologis yang dialami korban KBGO adalah Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau gangguan stres pascatrauma. Korban cenderung sulit melupakan kejadian yang dialami dan merasa takut untuk mengingatnya kembali. Hal ini membuat korban semakin mengalami teror psikologis lainnya, seperti insomnia atau kesulitan tidur, perubahan sikap, hingga keinginan untuk melukai diri sendiri.

Oleh karena itu, sangat penting melakukan pendampingan psikologis kepada korban KBGO. Beberapa metode yang disarankan adalah melakukan hipnoterapi. Metode ini dilakukan dengan memberikan terapi kepada korban dengan cara memasuki alam bawah sadar untuk memberikan sugesti tertentu.

Metode lainnya adalah Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR). EMDR adalah salah satu teknik psikoterapi interaktif yang bertujuan untuk meredakan stres. Bahkan bila perlu, korban dapat dibantu obat-obatan dari psikiater.

Ketakutan yang dialami korban KBGO bukan tanpa alasan, sebab konten yang bermuatan kesusilaan sangat cepat menyebar di media sosial. Hal ini berkenaan dengan citra atau reputasi korban di tengah masyarakat.

Baca Juga: The Glory: Rantai Kekerasan yang Sulit Terputus, Korban Berubah Menjadi Pelaku

Selain pemulihan mental, korban KBGO juga membutuhkan pemulihan reputasi. Dalam hal ini, korban memiliki hak untuk meminta penghapusan konten yang bermuatan kesusilaan atau biasa dikenal dengan istilah right to be forgotten. Hak ini telah diakomodir dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Nomor 12 Tahun 2022 (UU TPKS) Pasal 70 Ayat 2 Huruf I.

Penyebaran konten kesusilaan yang berkenaan dengan korban akan membangun stigma negatif masyarakat terhadap korban. Pemulihan reputasi ini dilakukan untuk menangkal stigma negatif tersebut. Pulihnnya reputasi korban di masyarakat secara tidak langsung juga akan membantu pemulihan mental korban KBGO.

Sedangkan pelaku penyebaran konten bermuatan kesusilaan dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam salah satu pasal, pelaku dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 ( Pasal 27 ayat (1)). Selain itu, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga dapat digunakan untuk menjerat pelaku dalam hal perbuatan pelaku memenuhi unsur perbuatan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Mencegah terjadinya KBGO sangatlah penting dilakukan. Namun apabila mengalami atau menjadi korban, perlu segera mengambil tindakan agar perbuatan tidak berulang dan menimbulkan kerugian yang lebih besar. Berdasarkan panduan SAFEnet, berikut ini beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Mengumpulkan Barang Bukti

Barang bukti menjadi salah satu kendala yang dihadapi dalam pelaporan dan penanganan kasus KBGO.  Bila memungkinkan, segera kumpulkan hal-hal yang berkaitan dengan kasus yang dialami. Hal ini dapat menjadi bukti untuk memudahkan saat pelaporan.

Baca Juga: Serangan KBGO di Tengah Upaya Penghapusan Kekerasan Seksual

  1. Memantau Situasi

Dalam hal ini, keamanan korban adalah yang utama. Korban dapat melihat situasi terlebih dahulu, apakah korban dapat menghadapinya sendirian atau membutuhkan pertolongan dari orang lain.

  1. Menghubungi Bantuan

Jika merasa membutuhkan bantuan, segera mencari tahu individu atau kelompok seperti lembaga, organisasi dan institusi yang dapat memberikan bantuan dan menjamin keamanan korban selama proses pelaporan dan penanganan kasus KBGO.

Kalau membutuhkan ruang untuk bercerita, terdapat lembaga penyedia layanan yang menyediakan ruang pengaduan. Di antaranya, JalaStoria yang menyediakan kanal sebagai ruang aman untuk berbagi cerita. Sampaikan ceritamu di sini ya: https://www.jalastoria.id/kirim-konsultasi/

  1. Melaporkan Pelaku

KBGO adalah kekerasan yang terjadi menggunakan sarana teknologi terutama media sosial. Hal ini memungkinkan korban dapat melaporkan atau bahkan memblokir pelaku secara online. Korban dapat mengidentifikasi akun-akun yang dianggap mencurigakan, atau bahkan yang telah mengintimidasi korban untuk segera mengambil tindakan. [Uung Hasanah]

Digiqole ad