The Glory: Rantai Kekerasan yang Sulit Terputus, Korban Berubah Menjadi Pelaku

 The Glory: Rantai Kekerasan yang Sulit Terputus, Korban Berubah Menjadi Pelaku

Gambar (Tangkapan Layar The Glory | Trailer Resmi | Netflix)

Oleh: Mifta Sonia

Drama Korea The Glory karya sutradara Ahn Gil Ho dan penulis naskah ternama Kim Eun Sook berhasil menjadi drama terpopuler dan banyak dibicarakan di media sosial. Drama ini bertemakan revenge atau balas dendam. Drama dengan rate 18+ mengangkat isu yang sangat penting yakni tentang bullying atau perundungan dan kekerasan di sekolah.

Alasan drama ini memiliki rating 18+ karena adegan-adegan kekerasan dan bullying ditampilkan secara eksplisit. Namun kurangnya, drama ini tidak memberikan peringatan lebih atau trigger warning kepada penonton. Bagi penonton yang memiliki trauma dengan kekerasan atau perundungan, drama ini mungkin akan membuat ‘tidak nyaman’ karena sang sutradara terbilang sukses dalam menggambarkan bagaimana buruknya kekerasan dan bullying serta dampaknya.

Drama ini mengisahkan perjalanan Moon Dong Eun, seorang korban kekerasan dan bullying dalam membalaskan dendamnya. Semasa SMA Moon Dong Eun menjadi korban kekerasan dan bullying oleh lima siswa yang berasal dari keluarga kaya dan berpengaruh. Berbagai siksaan ia dapatkan, tak hanya secara fisik, namun juga mental. Bahkan Moon Dong Eun juga dilecehkan secara seksual oleh dua siswa laki-laki dalam komplotan tersebut. Berbagai upaya dilakukan oleh Moon Dong Eun untuk mengakhiri apa yang ia alami, seperti melapor kepada wali kelas, bahkan melapor ke pihak kepolisian.

Baca Juga: Waspada KBGO dalam Ospek Online!

Wali kelas dan pihak polisi menganggap masalah yang dialami Moon Dong Eun hanyalah masalah sepele, yakni hanyalah pertengkaran antar teman. Pihak polisi berpendapat bahwa pertengkaran antar teman tidak perlu sampai melapor. Pihak perawat sekolah yang mengetahui luka-luka yang dialami Moon Dong Eun juga mencoba melaporkan ke pihak sekolah, namun bukannya mendapat penanganan, perawat sekolah tersebut malah dikeluarkan.

Tidak berhenti disitu, penyiksaan yang biasanya dilakukan di sekolah bahkan berlanjut hingga di luar sekolah. Lima siswa tersebut masuk secara paksa ke kamar kos Moon Dong Eun dan menyiksa dengan lebih parah. Moon Dong Eun tidak memiliki support system satupun, orangtuanya menelantarkannya dan meninggalkannya seorang diri. Tidak ada satu orang pun yang berpihak kepadanya, sehingga beberapa kali ia mencoba bunuh diri. Hingga pada akhirnya ia memilih untuk mengundurkan diri dari sekolahnya. Dalam formulir pengunduran dirinya, ia menuliskan bahwa ia menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh lima siswa dan menyebut nama mereka. Tentu saja, hal tersebut tidak berjalan mulus. Wali kelas Moon Dong Eun yang telah tunduk kepada orangtua pelaku menjadi murka dan menganggap Moon Dong Eun berlebihan. Sang wali kelas berpendapat bahwa tidak masalah jika teman memukul temannya yang lain, sehingga Moon Dong Eun disuruh mengubah alasan pengunduran dirinya. Bahkan sang wali kelas memukul Moon Dong Eun karena alasan pengunduran diri tersebut.

Wali kelas dan salah satu orangtua pelaku akhirnya memanggil ibu Moon Dong Eun dengan memberikan uang dan mengubah alasan pengunduran diri Moon Dong Eun menjadi ‘tidak dapat beradaptasi’. Moon Dong Eun merasa bahwa ini semua tidaklah adil, lalu dia bertekad membalas dendam pada mereka semua yang tidak memberikan keadilan untuknya.

Setelah keluar dari sekolah, ia bekerja serabutan, namun tetap belajar dengan sungguh-sungguh. Ia memiliki impian sebagai arsitek,namun karena ingin membalas dendam, dia merelakan mimpinya dan mulai menyusun strategi untuk membalas dendam. Ia memilih jalan tersulit untuk membalas dendam dan melakukannya dengan hati-hati selama bertahun-tahun.

Baca Juga: Mala Tidak Ingin Terbang Lagi

Drama ini menekankan bagaimana rantai kekerasan sangat sulit terputus karena pelaku berasal dari kelas atas yang memiliki banyak koneksi, sedangkan kelompok rentan seperti Moon Dong Eun sangat sulit mendapat keadilan. Dalam drama ini juga disampaikan bahwa para kelas atas menganggap bahwa mereka dapat melakukan apapun yang mereka inginkan, termasuk menyiksa orang lain. Nilai yang ditanamkan pada anak-anak mereka dari kelas atas membuat mereka menjadi pelaku kekerasan walaupun masih di usia remaja. Para pelaku tidak takut apapun karena mereka berpikir orangtua mereka pasti akan membereskan masalah apapun yang mereka buat.

Masyarakat kurang peduli terhadap dampak bullying dan kekerasan pada korban. Dari drama ini, kita mengetahui pentingnya nilai-nilai yang ditanamkan pada anak-anak untuk tidak menjadi pelaku kekerasan atau perundung. Nilai-nilai yang seharusnya ditanamkan sejak kecil untuk saling menghargai terlepas dari golongan, gender, ras, agama, dan suku. Tidak hanya itu, seharusnya lembaga pendidikan juga menjadi tempat teraman untuk siswanya, bukan malah melanggengkan kekerasan yang ada dengan dalih hal tersebut merupakan hal normal. Sekolah dan seluruh tenaga pendidik harus berperan aktif dalam mengurangi kasus kekerasan di sekolah.

Selain sekolah, orangtua juga turut berperan dalam menangani kasus kekerasan. Remaja membutuhkan tempat aman untuk menceritakan masalahnya, namun dalam drama ini orangtua Moon Dong Eun turut menjadi pelaku kekerasan karena menganggap sepele tanpa melihat keadaan anaknya yang menjadi korban.

Sampai di usia menginjak 36 tahun, Moon Dong Eun masih trauma terhadap segala hal yang terjadi di masa lalu. Walaupun ia menjadi orang yang dingin, namun traumanya masih sering kambuh ketika ada pemicu-pemicu yang hadir.

Seperti luka bakar di sekujur tubuhnya yang masih membekas, ia menganggap bahwa dirinya sudah tidak bernilai, sehingga ia akan melakukan apapun untuk membalas dendam termasuk membunuh. Ia menganggap bahwa dirinya sudah ‘kotor’ dan tidak pantas untuk mendapat kebahagiaan akibat kekerasan yang ia terima dalam jangka waktu cukup lama.

Baca Juga: Hari Anak Internasional, Begini Lima Situasi Anak Indonesia

Drama ini memiliki pesan yang cukup dalam. Sang sutradara berhasil menggambarkan bagaimana penderitaan korban kekerasan dan bullying yang tidak mendapat keadilan. Drama ini menekankan bagaimana kompleksnya dampak dari kekerasan dan bullying yang dirasakan korban walaupun itu sudah terjadi di masa lalu.

Penderitaan yang dialami korban menjadi berlipat ganda ketika ia mendapat ketidakadilan. Adegan-adegan kekerasan yang ditampilkan secara eksplisit akan membuat penonton paham bagaimana posisi Moon Dong Eun sebagai korban yang putus asa sehingga ia bertekad untuk membalas dendam dan berubah menjadi pelaku.

Ia mengetahui bahwa selain membalas dendam kepada pelaku, juga akan ada korban tidak bersalah ikut terseret. Namun ia tidak menghiraukan hal tersebut karena ia juga tidak bersalah di masa lalu dan tetap mendapat ketidakadilan.

Kisah ini hanyalah fiktif, begitupun tokoh-tokoh di dalamnya. Namun dalam dunia nyata banyak sekali pelaku-pelaku seperti di drama ini yang masih berbuat seenaknya dan juga banyak korban seperti Moon Dong Eun yang sulit untuk mencari keadilan karena ia perempuan dari kelas bawah tanpa orangtua yang mendukungnya.[]

 

Seorang jurnalis media online yang tertarik pada isu-isu kekerasan berbasis gender serta hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi

Digiqole ad