Mengenal Catcalling dan Bahayanya

 Mengenal Catcalling dan Bahayanya

Ilustrasi (Sumber: Free-photo/Freepik.com)

Pengguna akun Instagram @sell.a mengunggah pengalaman kurang menyenangkan ketika mengalami catcalling. Melalui story Instagramnya akun tersebut menuliskan, “jalan pagi trs ada tukang suwit2 gt, bnr2 gw samperin “Kenapa suwit2 engga sopan dasar” Cm jawab “ora”sambil ketawa. oh pantes otaknye kena semen mulu sih @dearcatcallers.id”

Story yang diunggah Jumat (10/6) itu kemudian direpost akun @dearcatcallers.id melalui Instagram story-nya.

Dua bulan sebelumnya (April 2022) seorang laki-laki pengguna akun Twitter @tanyakanrl mengunggah pengalaman serupa melalui Twitter. Begini isinya, “Halo, aku cowok yang mengalami kejadian kurang mengenakkan semalam, tepatnya Kamis malam kira-kira pukul 23.00. Aku di catcalling oleh beberapa cewe di sebuah rumah dari lantai dua. Di perjalanan menuju counter pulsa yang melalui rumah para cewe ini, aku di-catcalling dengan kata-kata “fokus banget sama hpnya bang” “Sendiri aja?” “lirik sini dong”. Di situ aku merasa ga nyaman dan memutuskan untuk menghiraukan mereka.”

Parahnya, dia kembali mengalami catcalling saat hendak kembali ke kosan, masih dengan pelaku yang sama. “Di perjalanan balik menuju kosanku, aku di-catcalling lagi dengan kata-kata “eh abang tadi balik lagi”, “kalau lewat lagi aku kasih nomor WA nih” dan satu orang cewek lainnya menyaut “cium aja ga sih” dia bilang. Saat itu aku mulai ga nyaman banget dan mempercepat langkahku. Aku heran kenapa aku di catcalling, apa karena aku menggunakan celana pendek? Atau karena aku lewat di depan rumah mereka? Aku baru ngerantau 1 bulan disini karena kuliah offline, di catcalling seperti itu sedikit membuatku shock.”

Apa saja yang perlu diketahui tentang catcalling? Berikut ulasannya:

1. Catcalling Adalah Pelecehan

Hidayat & Setyanto (2019) mengidentifikasi catcalling adalah sebuah istilah yang merujuk pada suatu bentuk verbal berupa siulan atau komentar yang bertujuan untuk menggoda atau mengganggu dengan memberikan perhatian kepada atribut-atribut seksual tertentu. Catcalling biasanya terjadi di tempat umum dan dilakukan oleh gerombolan orang asing yang tidak saling kenal. Perbuatan ini termasuk dalam kategori pelecehan seksual.

Baca Juga: Bolehkah Perempuan Melakukan Pelecehan Seksual?

2. Catcalling  adalah Bentuk Dominasi Pelaku terhadap Korban

Ini lantaran catcalling biasanya dilakukan oleh gerombolan orang. Sehingga pelaku merasa lebih kuat dibanding korban. Hal ini bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan loh.

3. Jenis Perilaku Catcalling

Pelaku catcalling biasanya mengirimkan pesan verbal berupa suara kecupan, suara ciuman dari jauh, atau siulan. Bentuk lainnya adalah mengomentari bentuk tubuh, ucapan salam, terang-terangan mengatakan hal vulgar tentang korban.  Selain itu, pandangan mata berlebihan yang membuat korban merasa tidak nyaman dan mengambil foto tanpa sepengetahuan korban juga termasuk perilaku catcalling.

4. Catcalling merupakan Lapisan Kedua Rape Culture

Jaime Chandra dan Cervix dalam Hidayat & Setyanto (2019) mengidentifikasi catcalling sebagai bentuk pelecehan ringan dan terdapat dalam layer (lapisan) kedua piramida rape culture. Layer pertama adalah perilaku seksis dan rape jokes. Layer kedua adalah aksi. Apabila ini tidak dihentikan, maka kemungkinan besar pelaku akan meneruskan perilakunya ke lapisan selanjutnya yaitu kekerasan yang lebih berbahaya.

Baca Juga: Pemidanaan Korporasi sebagai Pelaku Kekerasan Seksual, Bisakah?

5. Catcalling Sebabkan Rasa Takut

Macmillan et al dalam Hidayat & Setyanto (2019) berpandangan salah satu efek yang terjadi akibat catcalling adalah membatasi kebebasan seseorang untuk bergerak. Catcalling menimbulkan rasa takut pada diri korban, membuat mereka merasa harus selalu waspada ketika berada di luar dan sekitarnya.

Selain itu catcalling juga sering menimbulkan rasa risih dan gusar. Bahkan perilaku catcalling acap kali mengintimidasi korban.

6. Pemahaman Masyarakat Masih Rendah

Tidak sedikit masyarakat yang masih beranggapan bahwa perilaku catcalling adalah lumrah sebagai candaan dan pujian. Padahal, perilaku catcalling justru menabrak etika dalam relasi manusia dengan sesamanya. Oleh karena itu, perlu edukasi dan pemahaman tentang catcalling kepada khalayak luas.

Baca Juga: Survei: Orang Muda Belum Paham Bentuk Kekerasan Seksual

7. Ancaman Pidana bagi Pelaku Catcalling

Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menetapkan sanksi bagi pelaku catcalling. Hal ini diatur dalam Pasal 5 UU TPKS bahwa setiap pelaku perbuatan seksual non-fisik terancam pidana hingga 9 bulan penjara dan denda maksimal Rp 10 juta.

Seperti ini bunyi ketentuannya, “Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).”

***

Catcalling bisa dialami siapa saja tanpa kenal waktu, ruang, gender, dan usia. Catcalling juga jadi pekerjaan rumah antar lintas generasi yang menghendaki ruang aman dan nyaman bagi sesama. Caranya? Berani memutus anggapan catcalling adalah hal wajar yang tidak mengandung unsur bahaya. Karena catcalling bukan pujian, tapi pelecehan. [Nur Azizah]

*Sumber: Hidayat & Setyanto (2019). Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta. Diakses pada 10 Juni 2022 dari Researchgate.com

 

Digiqole ad