Jangan Anggap Sepele, Ini Tindak Kekerasan pada Perempuan yang Disebut KDRT
Masih banyak perempuan yang belum paham apa itu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Bahkan mirisnya, masih ada perempuan yang tak menyadari bahwa tidak kekerasan yang mereka alami masuk dalam KDRT.
Lantas apa itu KDRT? Menurut Jaksa Ahli Madya Jampidum Kejaksaan Agung, Erni Mustikasari, jenis-jenis kekerasan yang masuk dalam KDRT terbagi dalam empat kelompok. Ada kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi.
“Masing-masing kekerasan memiliki definisi yang berbeda. Dan semua jenis kekerasan tersebut diatur dalam UU PKDRT,” kata Erni pada Penyusunan Rekomendasi Bimtek K/L tentang Pencegahan KDRT yang digelar 15 Mei 2024 di Jakarta.
Erni memaparkan, kekerasan fisik sama dengan penganiayaan dalam KUHP, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Penganiayaan itu menyebabkan halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari.
Baca Juga: JalaStoria dan Kemen PPPA Gelar FGD Bersama Lembaga Perempuan untuk Sempurnakan Materi Bimtek PKDRT
Sementara kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Erni juga menjelaskan arti dari kekerasan seksual, yakni pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
“Pemaksaan hubungan seksual bisa terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu,” katanya.
Baca Juga: Jaring Masukan untuk Bimtek PKDRT, Perkumpulan JalaStoria dan Kemen PPPA Gelar Workshop 3 Region
Ditekankan Erni dalam BAB II Pasal 4 ayat (2) UU TPKS terkandung konsep “lisiting”. Konsep tersebut memilliki arti Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga meliputi: a. perkosaan; b. perbuatan cabul; c. persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan/ atau eksploitasi seksual terhadap Anak; d. perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban; e. pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual; f. pemaksaan pelacuran; g. tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual.
Terakhir kategori keempat dalam KDRT, yakni kekerasan ekonomi, adalah setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
Sayangnya, khusus dalam aksi kekerasan ekonomi, tidak dijelaskan secara spesifik berapa lama rentang waktu untuk menentukan seorang perempuan mendapat perlakuan kekerasan tersebut. Semisal, dalam rumah tangga jika suami tidak menafkahi istri selama beberapa bulan apakah masuk dalam tindakan KDRT jenis kekerasan ekonomi atau tidak.
Baca Juga : Peduli pada Kasus KDRT, Hati-Hati Saat Menentukan Pelaku dan Korban
Salah satu kasus yang belum lama ini viral tentang penelantaran ekonomi yakni saat seorang ibu menjual gawai milik anaknya demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Terungkap keputusan sang ibu menjual gawai anaknya karena sang suami tidak memberi nafkah selama beberapa hari.
Dampaknya, sang anak depresi karena gawainya dijual sang ibu tanpa izin. Kondisi anak yang depresi bahkan harus dilarikan ke rumah sakit, karena selalu marah-marah pada sang ibu.
Dari contoh kasus itulah terbukti bahwa KDRT yang terjadi pada perempuan masih marak terjadi. Bahkan sang perempuan yang menjadi korban kerap merasa terpinggirkan karena tak memiliki dukungan dari orang terdekat untuk keluar dari masalah itu.
Elvira Siahaan, perempuan apa adanya, mencintai anabul dan suka petualangan baru.