Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masih menjadi momok di banyak negara, tak terkecuali Indonesia. Modus dan sasaran korban TPPO kini makin berkembang, meluas dan tak pandang bulu.
Dahulu, pelaku kerap mengincar korban dari kalangan masyarakat bawah, yakni ekonomi rendah dan kurang berpendidikan. Mereka menjadi incaran pelaku karena mudah dibohongi.
Sekarang pelaku makin menyasar korban yang berpendidikan. Salah satu modus yang dipakai untuk merayu adalah magang kerja hingga beasiswa.
Sayangnya para pencari kerja ini justru berujung menjadi korban TPPO mulai dari penjualan organ (ginjal) hingga kekerasan seksual.
Menurut data yang dihimpun oleh Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), duketahui dari tahun 2020 sampai 2022, terdapat 1.418 kasus dan 1.581 korban TPPO yang dilaporkan. Dari data tersebut menunjukkan sebanyak 96% korban perdagangan orang adalah perempuan dan anak.
“TPPO merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang perlu penanganan secara komprehensif dari hulu sampai hilir. Kasus TPPO melibatkan banyak sindikat dengan jaringan yang besar dan luas. Pelaku TPPO juga seringkali mengiming-imingi korban dengan pekerjaan melalui rekrutmen sebagai pekerja migran. Modusnya bermacam-macam mulai dari iming-iming tawaran magang kerja, beasiswa, hingga pendapatan instan melalui online scamming (judi online),” kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Ratna Susianawati.
Baca Juga: Dirayu Bekerja ke Luar Negeri Malah Jadi Korban TPPO ABK
Melihat masih banyaknya korban TPPO, adakah layanan perlindungan bagi korban? Semisal ada, apa saja perlindungan yang diberikan bagi korban TPPO?
Berikut ini tim JalaStoria merangkum beberapa layanan perlindungan bagi korban TPPO:
- Layanan dari Pemerintah
Merespons beragam modus TPPO, pemerintah menegaskan komitmen melalui UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, dan dikuatkan dengan penerbitan berbagai aturan turunan sebagai pelaksanaan atau operasionalisasinya di lapangan. Pemerintah juga membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GT PP TPPO) di Pusat dan Daerah yang diimplementasikan melalui rencana aksi dan penerbitan berbagai standar operasional prosedur terkait pencegahan dan penanganan TPPO.
GT PP TPPO Pusat terdiri dari 27 Kementerian/Lembaga yang terdiri dari 6 sub Gugus Tugas yaitu Sub Gugus Tugas Pencegahan, Sub Gugus Tugas Rehabilitasi Kesehatan, Sub Gugus Tugas Rehabilitasi Sosial, Pemulangan, dan Reintegrasi Sosial, Sub Gugus Tugas Pengembangan Norma Hukum, Sub Gugus Tugas Penegakan Hukum, serta Sub Gugus Tugas Koordinasi dan Kerja sama. Lalu, GT PP TPPO daerah juga sudah terbentuk di 32 Provinsi dan 245 Kabupaten/Kota.
Baca Juga: Ingin Meraih Mimpi, Malah Berujung Jadi Korban Eksploitasi Seksual
Ada juga kampanye “Dare to Speak Up” bagi korban kekerasan termasuk TPPO, untuk berani mengungkapkan kasus-kasus yang dialaminya.
“Kehadiran negara melalui KemenPPPA diwujudkan dengan Hotline SAPA 129 atau Whatsapp 08-111-129-129 sebagai layanan pengaduan perempuan dan anak korban kekerasan termasuk TPPO,” kata Ratna.
- Pendampingan Psikologis
Korban TPPO juga mendapatkan pendampingan psikologi. Hal itu dikemukakan oleh Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang KemenPPPA, Priyadi Santosa. Dia mengatakan pihaknya telah berkoordinasi secara intens dengan Unit Pelaksana Teknis Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPPA) DKI Jakarta untuk pemberian layanan rehabilitasi kesehatan dan pendampingan psikologis bagi korban yang masih mengalami trauma.
“Kami bersama pihak terkait berkomunikasi dan berkoordinasi dalam memastikan pemulihan kondisi korban yang cukup terguncang sebelum membahas rencana pemulangan korban kembali ke daerah asal dan keluarganya. Pihak dari Kepolisian pun telah bergerak untuk melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut. Kami juga akan memastikan seluruh proses penanganan dan pendampingan pada korban terselenggara sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku melalui UPT PPPA DKI Jakarta,” ungkap Priyadi.
- Pendampingan Korban TPPO
Selain pendampingan psikologi, Kepala UPT PPPA DKI Jakarta, Tri Palupi Diah Handayati mengatakan akan ada pendampingan untuk korban hingga kondisi membaik, secara fisik maupun psikologis. Korban TPPO biasanya mengalami kejadian luar biasa yang mengguncangkan hidup mereka. Jadi diperlukan proses trauma healing sebelum dipulangkan kepada keluarga.
Baca Juga: Sering Dianggap Sasaran Empuk, Ini Kasus TPPO dengan Korban Anak 2023
“Korban mengalami kejadian yang mengguncang. Kami pun mengimbau seluruh masyarakat untuk kerja sama dalam upaya pencegahan TPPO agar tidak terjadi kepada siapa pun itu, khususnya perempuan dan anak,” kata Tri.
Itulah beberapa layanan perlindungan bagi korban TPPO yang biasa dilakukan sebelum dipulangkan ke Tanah Air bertemu dengan keluarga mereka.
Apabila Sobat mengetahui atau mengalami TPPO, jangan ragu untuk mencari bantuan layanan penanganan, pelindungan, dan pemulihan. Sobat yang berada di luar negeri dapat menghubungi KBRI setempat, atau kontak BP2MI. Apabila membutuhkan informasi tentang lembaga penyedia layanan untuk korban, dapat menghubungi JalaStoria melalui kontak 0858-4000-1001 atau klik tautan pengaduan yang kami sediakan.
Elvira Siahaan, perempuan apa adanya, mencintai anjing, dan suka petualangan baru.