Pilu, Kisah Korban Pemerkosaan Tragedi Mei 1998

 Pilu, Kisah Korban Pemerkosaan Tragedi Mei 1998

Ilustrasi (Sumber: Canva.com)

Tragedi Mei 1998 masih menyisakan cerita pilu di kalangan banyak orang, khususnya para korban dan orang-orang yang terlibat. Meski sudah terjadi 26 tahun silam, kekerasan yang terjadi pada Mei 1998 tak terlupakan dan masih menyisakan tanda tanya.

Ya, faktanya hingga saat ini belum juga bisa terungkap siapa dalang di balik peristiwa naas tersebut. Bahkan, para korban dan keluarga koban kekerasan seksual masih hidup dalam ketakutan atau trauma.

Hal itu diungkap oleh seorang Tim Relawan Kemanusiaan Mei 1998 berinisial IFN saat menceritakan fenomena kelam di tahun itu. Sebagai relawan, IFN menjadi saksi hidup dari kekejaman manusia yang tidak bisa lagi ditolerir.

Dia mengaku melihat banyak korban kekerasan seksual massal yang sekarat hingga meninggal dunia. Bahkan, ada korban yang masih hidup dengan trauma berkepanjangan. Salah satunya saat dia mendampingi seorang gadis cilik keturunan Tionghoa berusia 11 tahun korban pemerkosaan berinisial FC.

 

 Baca Juga: Mengenang Peristiwa Mei 1998, Aksi Kejahatan terhadap Kemanusiaan

 

Mulanya, relawan mendapat telepon pada 14 Mei 2023 untuk menemui FC di Kota Lama, Tangerang. Kala itu, FC sekarat mengalami pendarahan akibat kemaluannya dirusak memakai botol beling yang dipecahkan di dalam. Mirisnya, kakak dan ibu korban telah lebih dulu meninggal karena kasus pemerkosaan pula.

“Kakak dan ibunya telah lebih dulu meninggal karena kasus yang sama. Ibunya diperkosa, kakaknya juga diperkosa hingga meninggal. Sementara korban juga diperkosa tapi masih bertahan hidup,” kenang IFN.

IFN bercerita saat bertemu korban dia melihat seorang gadis cilik yang cantik. Namun, kondisi korban memprihatinkan. Dia mengalami pendarahan hebat di kemaluannya.

“Saya datang di sebuah klinik, anak ini masih kecil, cantik. Tapi bleeding (pendarahan) sudah enggak karuan. Jadi dia diperkosa dengan sebuah botol, dan kemudian dipecahkan di dalam,” kata IFN dalam wawancara melalui daring.

 

                 Baca Juga: 6 Perempuan Inspiratif di Dunia Pendidikan, Jasanya Tak Terlupakan

 

Melihat korban dalam kondisi menyedihkan karena pendarahan, IFN tak tega. Dia pun memangku kepala korban yang sedang berjuang seorang diri. Lama-lama, remasan jari-jari korban di jempol kiri IFN melemah. Korban pun mengembuskan napas terakhirnya di pangkuan IFN sekitar jam 11.15 WIB.

“Dia meninggal di sisi saya, saya pangku begini,” cerita IFN mengenang.

Tak hanya kisah FC, ada lagi kisah pilu seorang anak perempuan berumur 13 tahun dari Kemayoran, Jakarta yang juga menjadi korban kekerasan seksual. Korban berinisial IMH ini menjadi korban perkosaan pada aksi Mei 1998.

Pamannya kemudian melaporkan kalau sang keponakan menjadi korban perkosaan massal. Sayangnya keberanian paman mengadukan nasib keponakan malah berujung petaka. Pihak keluarga korban malah mendapatkan tekanan dari berbagai pihak.

Tak tahan dengan tekanan itu, keluarga memutuskan memberikan racun serangga untuk diminum si anak (korban).

“Dia kemudian meninggal bukan karena perkosaan, tapi karena harus minum Baygon karena keluarganya ditekan,” kata IFN.

 

      Baca Juga: Dilema Perempuan dan Pendidikan yang Masih Terbentur dengan Ketimpangan Gender

 

IFN menceritakan korban adalah siswa kelas 2 SMA. Korban sempat mendapatkan dukungan dari komunitas Buddha Indonesia dan internasional. Korban berencana menceritakan ulang peristiwa yang dialaminya di sidang PBB. Tapi, menjelang kepergiannya ke PBB, dia dibunuh dengan cara sadis.

Menurut IFN, pembunuhan terhadap korban merupakan pesan ancaman kepada korban lainnya yang berani bicara kepada publik. Setelah peristiwa pembunuhan itu, IFN mengatakan banyak korban memilih diam. Pilihan untuk diam, kata dia, masih bertahan hingga sekarang.

“Kasus IMH adalah pembungkaman secara politik dengan cara yang sangat sadis,” kata IFN.

Berkaca dari dua kasus kekerasan seksual tragedi Mei 1998 membuktikan bahwa korban masih menjadi pihak yang tersudutkan. Padahal trauma dan dampak yang dirasakan para korban sangat besar dalam hidup mereka.

Apabila Sobat mengetahui atau mengalami tindak kekerasan seksual, jangan ragu untuk mencari bantuan layanan penanganan, pelindungan, dan pemulihan. Apabila membutuhkan informasi tentang lembaga penyedia layanan untuk korban, dapat menghubungi JalaStoria melalui kontak 0858-4000-1001 atau klik tautan pengaduan yang kami sediakan.

 

Elvira Siahaan, perempuan apa adanya, mencintai anjing, dan suka petualangan baru.

 

 

 

Digiqole ad