Perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga
Pekerjaan sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) masih dikecualikan perlindungannya, apabila dibandingkan jenis pekerjaan yang lain. Padahal setiap orang memiliki hak atas pekerjaan. Negara telah memberi perlindungan kepada setiap warga negaranya secara konstitusional. Melalui UUD 1945 Pasal 27 ayat (2), negara tidak membedakan jenis pekerjaan yang dilindungi. Maka sudah seharusnya semua jenis pekerjaan mendapat perlindungan.
Namun dalam kenyataannya, PRT dikecualikan dari perlindungan yang sama sebagai pekerja seperti yang lainnya. Ini memperburuk posisi PRT yang selalu rentan. PRT belum diakui negara sebagai pekerja padahal kerentanannya terjadi. Dalam beberapa kasus, terkadang PRT dieksploitasi dan direndahkan.
Ratifikasi Konvensi ILO 189
Konferensi ke-100 Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tanggal 16 Juni 2011 mengesahkan Konvensi ILO 189 tentang kerja layak bagi PRT. Konvensi ini secara resmi sudah diadopsi oleh 70 negara anggota. Konvensi ini merupakan wujud pengakuan dan perlindungan terhadap PRT.
Apabila sebuah negara sudah melakukan ratifikasi, atau sudah memberikan pengakuan terhadap konvensi tersebut, hal ini merupakan sebuah langkah maju. Ratifikasi Konvensi ILO 189 berarti adanya pengakuan terhadap PRT oleh negara, termasuk mengenai hak-hak PRT. Dengan ratifikasi, hukum internasional tersebut bergeser menjadi hukum nasional, karena sudah diundangkan.
Ratifikasi Konvensi ILO 189 ini juga memperkuat pergeseran makna kerja domestik yang sebelumnya sebatas alamiah semata menjadi sebuah profesi. Hal ini sebagai proses langkah maju untuk meneruskan tujuan, agar tidak ada lagi yang tertinggal dari upaya negara memberikan perlindungan dan pengakuan; hal yang seharusnya diwujudkan secara menyeluruh.
Sayangnya pemerintah Indonesia belum melakukan ratifikasi Konvensi ILO 189 ini sebagai dasar hukum perlindungan PRT. Bahkan sebelum adanya Konvensi ILO 189 tersebut tahun 2011, PRT di Indonesia sudah berjuang sejak 2006 untuk mendorong pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Jumlah PRT
Berdasarkan data Organisasi Perburuhan Internasional mengenai jumlah PRT di dunia, dapat terlihat bertambahnya jumlah PRT di dunia. Pada tahun 1995, jumlah PRT mencapai 33,6 juta, di tahun 2010, jumlah PRT bertambah menjadi 52,6 juta. Kemudian, data tahun 2015 menunjukkan jumlah PRT mencapai 67,1 juta.
Artinya, data ini menunjukkan bahwa jumlah PRT ini bukannya mengecil, melainkan membesar. Kebutuhan akan PRT meningkat. Adapun pada data tahun 2015, 84% dari 67,1 juta PRT tersebut adalah perempuan.
Baca Juga: Pekerja Rumah Tangga: Profesi Sektor Jasa
Sebelumnya, tidak ada pengetahuan mengenai jumlah PRT ini. Jumlahnya tidak teridentifikasi. Lambat laun semakin diketahui jumlah ini melalui dokumentasi. Namun, saya juga meyakini bahwa jumlah PRT sebenarnya lebih besar dari yang tercatat ini.
Masih banyak para pekerja yang belum diakui eksistensinya. Mereka tidak terdaftar secara resmi di lembaga pemerintah.
Kebutuhan Berserikat
Seiring bertambahnya jumlah PRT, para PRT di Indonesia sadar harus bergandeng tangan untuk saling memberi perlindungan dan meningkatkan pengetahuannya. Dari dua kali saya menghadirkan narasumber pada acara dialog dengan tema Access to Justice, kawan-kawan PRT menyampaikan bahwa mereka tidak bisa berdiri sendiri.
Para PRT tergabung dalam serikat Sapu Lidi, Jala PRT dan serikat lainnya. Para PRT yang tergabung dalam serikat berupaya meningkatkan penguatan kapasitas PRT. Beberapa juga bergerak dalam advokasi kasus-kasus PRT yang terjadi.
Seperti perjuangan teman-teman Jala PRT, mereka menunjukkan bahwa PRT adalah profesi yang bukan hanya perlu dikenali semata. Namun sudah saatnya diberikan perhatian dan perlindungan kepada mereka. Terutama agar tidak lagi terjadi tindak kekerasan yang kerap ditujukan pada PRT.
Pengesahan RUU PPRT
Sepanjang 17 tahun terakhir, para PRT terus menerus melakukan upaya mendorong pengesahan RUU PPRT agar PRT mendapat perlindungan secara sistemik dan pengakuan profesinya. Para PRT ingin memperjuangkan haknya sebagai manusia yang tidak hanya sekadar bekerja. Mereka juga ingin meningkatkan pengetahuannya dan mengaktualisasikan pengetahuannya. Para PRT ingin supaya berbagai bentuk kekerasan terhadap pekerja tidak terjadi. Jika pun terjadi, maka terdapat UU yang mendukung perlindungan terhadap PRT.
Perjuangan para PRT untuk mengesahkan UU PPRT ini salah satunya juga karena tidak semua PRT mendapat perlindungan dari para pengguna jasa PRT. Ada beberapa pengguna jasa PRT yang memberikan perlindungan. Sebaliknya, ada pula yang justru memperlakukan PRT tidak manusiawi, yaitu memperlakukan mereka seperti budak.
Hemat saya, selain mengakui PRT sebagai pekerja, perlu juga memberi jaminan pada PRT di setiap rumah agar tidak terjadi praktik-praktik perbudakan dan praktik-praktik kekerasan seperti abad ke-19 yang lalu; yang satu menjajah yang lain, yang satu menindas yang lain. Setiap orang perlu memastikan tidak ada praktik-praktik kerja paksa pada PRT.
Dr. Ninik Rahayu, S.H., M.S. (Tenaga Profesional Lemhannas RI, Purna Pimpinan Ombudsman RI 2016-2021, Purna Komisioner Komnas Perempuan 2007-2009 dan 2010-2014)
*Tulisan ini merupakan intisari dari pemaparan Dr. Ninik Rahayu, S.H, M.S. melalui live instagram pribadinya @ninikr2309 yang bertema “Mengenal Profesi Pekerja Rumah Tangga” pada 5 Oktober 2021.