Mengenal Jenis-Jenis Kekerasan yang Dialami Perempuan dalam UU PKDRT

 Mengenal Jenis-Jenis Kekerasan yang Dialami Perempuan dalam UU  PKDRT

Bimtek JalaStoria dan Kemen PPPA tentang UU PKDRT.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) tepat memasuki usia 20 tahun pada 2024 ini. Kehadiran UU tersebut telah memberikan ruang bagi korban untuk mengakses keadilan walaupun pada implementasinya, masih kerap dijumpai berbagai tantangan.

Tantangan dan kendala yang dialami para korban kekerasan dalam rumah tangga ini tidak bisa dianggap remeh. Terlebih kebanyakan korban masih memiliki rasa takut untuk melapor karena berbagai hal dan alasan pribadi.

Mengacu pada kondisi korban dan masih banyaknya kasus KDRT, sekaligus dalam rangka menjalankan ketentuan Pasal 11 dan Pasal 12 UU PKDRT, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerja sama dengan Perkumpulan JalaStoria Indonesia menyelenggarakan Penyusunan Rekomendasi Bimtek K/L tentang Pencegahan KDRT pada 15 Mei 2024 lalu di Jakarta.

Berbagai Kementerian/ Lembaga ikut terlibat menjadi peserta dalam acara ini. Salah satunya adalah narasumber Jaksa Ahli Madya Jampidum Kejaksaan Agung, Erni Mustikasari.

Erni membagikan pengertian dan pengenalan apa itu KDRT yang masih terjadi di Indonesia, baik di kota besar hingga pedalaman.

Ia mengatakan, jenis-jenis kekerasan dalam UU PKDRT terbagi dalam empat kelompok, yakni kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi.

 

Baca Juga: 3 Kasus Femisida, Miris! Pelakunya Orang Terdekat Korban

 

Kekerasan fisik dalam UU PKDRT, menurutnya, sama dengan penganiayaan dalam KUHP, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Perbedaan dengan penganiayaan adalah, dalam kekerasan fisik yang diatur dalam UU PKDRT, Penuntut Umum tidak harus membuktikan bahwa penganiayaan itu menyebabkan halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari.

“Pembuktian kekerasan fisik salah satunya menyebabkan halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari,” kata Erni saat membagikan materi Bimtek.

Sementara kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

 

Baca Juga: Mengenal Tindakan Femisida, Ini Arti dan Jumlah Korbannya di Indonesia

 

Selain kekerasan fisik dan psikis, Erni juga menjelaskan tentang kekerasan seksual yang masuk dalam UU PKDRT. Kekerasan seksual adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Terakhir adalah Kekerasan Ekonomi yakni setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

“Kekerasan ekonomi yang dimaksud adalah penelantaran. Semisal menelantarkan orang dalam keluarga. Atau bisa jadi membuat orang bergantung hingga tidak bisa bekerja,” kata Erni.

Dia pun menegaskan bahwa penelantaran sebagaimana dimaksud dalam UU juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

 

Elvira Anna, perempuan apa adanya, mencintai anabul, dan suka petualangan baru.

Digiqole ad