Mengenal Tindakan Femisida, Ini Arti dan Jumlah Korbannya di Indonesia
Tahukah kamu apa itu femisida? Belakangan ini istilah tersebut marak dibicarakan terkait dengan beredarnya film Vina: Sebelum 7 Hari. Film yang diangkat dari kisah nyata pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis di Cirebon itu disebut sebagai bukti nyata femisida ada di Indonesia.
World Health Organization (WHO) mendeskripsikan femisida sebagai pembunuhan yang terjadi pada perempuan. Sementara PBB juga mendefinisikan femisida sebagai pembunuhan terkait gender terhadap perempuan dan anak perempuan.
Melihat definisi dari dua organisasi dunia tersebut maka femisida bisa dimaknai sebagai pembunuhan perempuan yang menekankan adanya unsur ketidaksetaraan gender, penaklukan, opresi, dan kekerasan sistematis terhadap perempuan, termasuk transpuan. Tindakan yang termasuk femisida adalah peristiwa yang terjadi baik di dalam ranah personal seperti hubungan keluarga dan intim/romantis, maupun ranah publik (tempat kerja misalnya).
Baca Juga: Film Vina: Sebelum 7 Hari, Bukti Nyata Femisida Ada di Indonesia
Tidak hanya di dunia, di Indonesia isu femisida merupakan bentuk paling ekstrem dari isu kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan. Femisida pun menjadi perhatian dunia serta patut dikaji dalam konteks nasional.
Pasalnya, femisida sebagai sebuah tindak pidana, yang menyebabkan kematian terhadap perempuan dan menjadi bagian dari tindak pidana penghilangan nyawa atau pembunuhan, serta merupakan salah satu kejahatan yang tertinggi hirarkinya dalam klasifikasi kejahatan internasional.
Kasus Femisida
Berdasarkan pemantauan media massa daring terkait femisida, Komnas Perempuan memetakan dan mendokumentasikan tindak kejahatan femisida yang terjadi di Indonesia selama 2016-2020. Hasil temuan tersebut kemudian diolah dan masing-masing kasus dikategorisasikan
Sebanyak 421 kasus femisida kemudian menjadi acuan sampel yang didokumentasikan dari berbagai media massa daring. Dari 421 data yang telah terkumpul, 25 kasus di antaranya (5,94%) merupakan kasus yang terjadi pada 2016. Sebanyak 34 kasus (8,08%) merupakan kasus yang didokumentasikan terjadi pada 2017.
Baca Juga: Film Vina: Sebelum 7 Hari, Kisah Nyata Gadis Muda Alami Kekerasan Seksual hingga Meregang Nyawa
Terjadi kenaikan hampir tiga kali lipat dibanding tahun sebelumnya terjadi pada 2018, di mana sebanyak 100 kasus femisida (23,75%) berhasil didokumentasikan. Pada 2019, kasus femisida di Indonesia tercatat sebanyak 167 kasus (39,67%). Sementara pada 2020, sebanyak 95 kasus (22,57%) berhasil didokumentasikan oleh berbagai media massa daring.
Di sisi lain kasus indikasi femisida yang kuat pada 2020 terpantau 95 kasus, pada 2021 terpantau 237 kasus, pada 2022 terpantau 307 kasus dan pada 2023 terpantau 159 kasus yang indikator berkembang seiring perkembangan pengetahuan tentang femisida. Pantauan setiap tahunnya menempatkan femisida intim yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, mantan pacar atau pasangan kohabitasi sebagai jenis femisida tertinggi.
Keadilan untuk korban Femisida
Saat ditemui dalam kegiatan Penyusunan Rekomendasi Bimtek K/L tentang Pencegahan KDRT di Jakarta, Rabu (15/5/2024) lalu, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Eni Widiyanti, mengungkapkan salah satu poin penting dari femisida. Menurut Eny, Sebagian motif dari femisida erat kaitannya dengan relasi kuasa yang terjadi antara perempuan dan laki-laki.
Banyak korban femisida yang posisinya memang berada di bawah tekanan atau di bawah bayang-bayang pria. Semisal istri yang berada di bawah tekanan suami, karyawan wanita yang ditekan oleh atasan pria, atau wanita yang ditekan oleh kekasihnya.
Eni mengungkapkan data survei bahwa sekitar 30 juta perempuan mengalami pembatasan perilaku dari suami. Dan 10,6 juta perempuan korban KDRT termasuk di antaranya kasus femisida.
Baca Juga: Pilu, Kisah Korban Pemerkosaan Tragedi Mei 1998
Untuk itu, ia pun menekankan, khusus untuk kasus femisida, meski korban sudah meninggal namun keadilan untuk keluarga dan kerabat tetap ditegakkan.
“Kasus femisida, meski korban sudah meninggal tetap harus menerima keadilan untuk keluarga terdekatnya. Pelaku tetap diberikan efek jera agar keluarga korban mendapatkan keadilan,” kata Eni.
Elvira Siahaan, perempuan apa adanya, mencintai anjing, dan suka petualangan baru.