Lembaga Pemantau TPKS
Oleh: Zainab Az Zahro
UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) telah mengamanatkan pembentukan peraturan pelaksana dari UU tersebut. Dengan demikian, disahkannya UU TPKS bukan berarti berakhirnya perjuangan masyarakat sipil untuk menghapuskan kekerasan seksual. Justru sebaliknya, UU ini menjadi pedoman utama bagi peraturan pelaksana yang masih perlu dibentuk. Adapun aturan pelaksana yang harus dibentuk berdasarkan UU ini adalah 5 peraturan pemerintah dan 5 peraturan presiden. Di antaranya, adalah peraturan pemerintah mengenai pemantauan terhadap TPKS. Hal ini telah sesuai sebagaimana dalam Pasal 83 ayat (5) yang berbunyi:
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UU TPKS menyatakan agar pemantauan dilakukan oleh Menteri secara lintas sektor dengan kementerian/lembaga terkait, seperti komisi yang menangani kekerasan terhadap perempuan, hak asasi manusia, perlindungan anak, dan disabilitas serta dilaksanakan oleh Masyarakat. Kemudian jika pemantauan di daerah, maka dilakukan oleh Gubernur dan bupati/wali kota. Pengertian Pemantauan sendiri terdapat pada Pasal 1 Angka 4 dalam draft Rancangan PP yakni kegiatan mengamati, mengidentifikasi, mencatat, mendokumentasikan, mengkaji, dan menilai atas pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sehingga diperoleh laporan hasil Pemantauan dan atau rekomendasi terkait efektivitas pelaksanaannya.
Adapun berikut ini adalah lembaga yang diberi mandat menyelenggarakan pemantauan berdasarkan UU TPKS.
A. Kementerian dan Pemerintah Daerah
- Menteri
Pasal 1 angka 25 UU TPKS menyebutkan bahwa menteri adalah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan dan tugas pemerintahan di bidang perlindungan anak. Pasal 83 ayat (1) UU ini juga menjelaskan bahwa dalam rangka efektivitas pencegahan dan penanganan korban tindak pidana kekerasan seksual, Menteri melakukan koordinasi dan pemantauan secara lintas sektor dengan kementerian/ lembaga terkait. Lebih lanjut dalam pasal 83 ayat (4) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri, komisi yang menangani kekerasan terhadap perempuan, hak asasi manusia, perlindungan anak, dan disabilitas serta dilaksanakan oleh Masyarakat.
Dalam penjelasan Pasal 83 ayat (1) diuraikan bahwa yang dimaksud dengan “kementerian/lembaga terkait” adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
- Gubernur dan Bupati/Walikota
Gubernur dan bupati/walikota dalam UU TPKS telah diamanatkan untuk melakukan pemantauan bersama kementerian yang terkait.
Salah satu tugas gubernur dan bupati/wali kota yang diamanatkan dalam UU TPKS ialah melakukan koordinasi dan pemantauan Pencegahan dan Penanganan Korban di daerah. Koordinasi dilakukan melalui perencanaan, evaluasi, dan pelaporan. Untuk pelaksanaan tugas tersebut, selanjutnya perlu dielaborasi dalam peraturan pelaksana mengenai pemantauan.
Baca Juga: 10 Peraturan Pelaksana UU TPKS
B. Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia
Selain itu, berdasarkan UU TPKS, terdapat empat lembaga nasional hak asasi manusia yang bertugas melakukan pemantauan. YaituKomnas HAM, Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Komisi Nasional Disabilitas (KND).Berdasarkan rancangan peraturan pemerintah yang diakses oleh penulis, berikut ini sejumlah kewenangan yang perlu dilekatkan pada lembaga-lembaga tersebut:
- membaca dokumen, termasuk juga membaca dokumen Berita Acara Pemeriksaan (BAP);
- mendapat salinan dokumen, termasuk dokumen elektronik;
- melakukan pemeriksaan setempat;
- memanggil pelapor, saksi, korban dan/atau pendamping korban, dan pihak- pihak yang terkait dengan Tindak Pidana Kekerasan Seksual;
- memberikan saran dan pertimbangan kepada para pihak terkait;
- menyelenggarakan koordinasi antar pihak terkait;
- mengakses korban dan/atau pendamping korban dimana ditempatkan. Dalam hal ini, baik pelapor, saksi, korban tidak datang secara bersamaan, tergantung situasi dan kondisi. Tujuannya adalah agar dapat mengakses informasi secara mendalam khususnya informasi dari korban.Sedangkan jika korbannya ialah anak, maka dapat merujuk pada PP 8/2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pemantauan, Evaluasi, Dan Pelaporan Sistem Peradilan Pidana Anak.
Berikut ini uraian empat lembaga nasional hak asasi manusia yang diberikan mandat dalam melakukan pemantauan dalam UU TPKS:
- Komnas HAM
Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini serupa sebagaimana yang telah diatur dalam UU HAM dan Pasal 5 ayat 1 Peraturan Komnas HAM Nomor 2 tahun 2019 tentang Tata Tertib Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Keberadaan Komnas HAM sebagai salah satu lembaga pemantau mengingat karena kekerasan seksual tidak hanya pelanggaran hak asasi manusia. Menurut Mentei PPPA Bintang Puspayoga, kekerasan seksual juga merupakan pelanggaran terhadap konstitusi, kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan (Republika, 2022). Oleh karena itu, peran Komnas HAM dalam memantau TPKS sangat dibutuhkan.
Baca Juga: Jaringan Perempuan Dorong Pemerintah Segera Terbitkan PP dan Perpres untuk UU TPKS
Adapun fungsi, tugas, dan wewenang Komnas HAM dalam Pemantauan dapat merujuk pada Pasal 8 Peraturan Komnas HAM Nomor 2 Tahun 2019 yakni sebagai berikut:
Pasal 8
Komnas HAM dalam melaksanakan fungsi pemantauan, bertugas dan berwenang melakukan:
- pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut;
- penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia;
- pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya;
- pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya baik secara lisan dan tertulis, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan;
- peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu;
- pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan baik secara lisan maupun secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan;
- pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan; dan
- pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.
Baca Juga: UU TPKS: Tonggak Baru Peradaban Indonesia
- Komnas Perempuan
Komnas perempuan adalah lembaga yang bertugas untuk menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, melaksanakan pengkajian dan penelitian, melaksanakan pemantauan, pencarian fakta, dan pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan, memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif dan yudikatif serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan, dan mengembangkan kerja sama regional dan internasional dalam menangani kekerasan terhadap perempuan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk mendukung adanya anti kekerasan terhadap perempuan, tugas Komnas Perempuan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Dalam Pasal 4 huruf c Perpres ini memiliki makna tersirat mengenai pemantauan. Komnas Perempuan memiliki tugas yakni melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian tentang segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi manusia perempuan serta penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan. Pelaksanaan tugas tersebut mengingat Komnas Perempuan memiliki tujuan berupa pertama mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia. Adapun yang kedua ialah meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia perempuan.
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
KPAI adalah lembaga negara independen yang memiliki fungsi dan wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak anak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan UU TPKS, KPAI juga memperoleh penambahan tugas yaitu menjadi salah satu lembaga yang ditunjuk untuk melakukan pemantauan TPKS. Terkait pemantauan oleh KPAI, tentunya bukan hal asing jika dilihat dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 66 UU Nomor 35 Tahun 2014 menugaskan KPAI untuk melakukan pemantauan terhadap anak-anak yang dalam situasi darurat.
Baca Juga: Pendidikan Seks untuk Anak Usia Dini
Adapun tugas KPAI berdasarkan pasal 76 UU No. 35/2004 tentang Perubahan Atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak ialah sebagai berikut;
- Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak;
- Memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan Perlindungan Anak.
- Mengumpulkan data dan informasi mengenai Perlindungan Anak;
- Menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan Masyarakat mengenai pelanggaran Hak Anak;
- Melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran Hak Anak;
- Melakukan kerja sama dengan lembaga yang dibentuk Masyarakat di bidang Perlindungan Anak; dan
- Memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang ini.
Dengan demikian, pelaksaanaan pemantauan TPKS oleh KPAI dapat dilakukan selaras dengan ketentuan yang telah terlebih dahulu terbit.
- Komisi Nasional Disabilitas (KND)
KND adalah lembaga nonstruktural yang bersifat independen dalam rangka pelaksanaan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun tugas KND telah teramanatkan dalam PP Nomor 68 Tahun 2020 tentang KND. Pasal 4 berbunyi “Tugas melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan advokasi pelaksanaan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas”. Kemudian Pasal lainnya yakni pasal 5 berbunyi “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, KND menyelenggarakan fungsi: b. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.” Hal ini selaras dengan yang ada dalam UU TPKS, yang selanjutnya perlu dielaborasi lebih lanjut dalam peraturan pelaksana.[]
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang
Daftar Pustaka
Peraturan Komnas HAM RI No 2 Tahun 2019 Tentang Tata Tertib Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Perpres RI No 65 Tahun 2005 Tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Perpres RI No 68 Tahun 2020 Tentang Komisi Nasional Disabilitas
UU RI No 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
UU RI No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak