Air Mata Sutinah Adalah Suara PRT

 Air Mata Sutinah Adalah Suara PRT

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

Berorganisasi bagi Sutinah bukan sekedar berkumpul dengan teman-teman seprofesi. Berorganisasi bagi Sutinah menjadi cara menyembuhkan trauma diri.

Kisah Sutinah dimulai pada akhir 2001. Ia mencoba peruntungan dengan bekerja di Singapura sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Di sana, Sutinah mengalami perlakuan buruk oleh majikan.

“Saya dituduh mencuri tanpa bukti dan akhirnya saya harus bertelanjang dada dan berjalan di mall yang begitu banyak orang. Ada yang mengasihani saya. Ada juga yang meneriaki saya maling. Dan itu rasanya sangat sakit sekali karena saya itu baru selesai belajar, masih 18 tahun dan mengalami hal seperti itu, rasanya trauma sekali,” ungkap Sutinah sembari menahan air mata.

Dalam kondisi trauma Sutinah tetap harus bekerja tanpa digaji. Jam kerja Sutinah dimulai sejak pukul 5 pagi dan baru selesai dini hari. 6 bulan kemudian Sutinah pindah dan bertemu dengan majikan baru. Masih di Singapura, majikan Sutinah kali ini membantu penyembuhan traumanya.

“Pada waktu itu saya sangat ingin sekali menemukan organisasi pekerja rumah tangga. Tapi pada saat itu belum ada organisasi PRT. Tapi tetap saya berdoa terus semoga suatu hari nanti ada organisasi pekerja rumah tangga,” ucap perempuan yang akrab dipanggil Uti.

Baca Juga: PHK pada PRT Selama Pandemi

Dua tahun bekerja di Singapura, Sutinah memilih kembali ke tanah air. Kali ini Sutinah menjajal profesi sebagai guru honorer di desanya.  Ia hanya bertahan setahun lantaran kondisi ekonomi keluarga yang tak kunjung membaik. Sutinah lalu terbang lagi ke Singapura.

Tahun 2014 Sutinah pulang ke Indonesia. Ini kepulangan ketiganya di tanah air. Keinginan Sutinah untuk berorganisasi tak berkurang. Ketertarikan Sutinah pada Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) bermula sejak Koordinator JALA PRT Lita Anggraini membagikan kegiatan-kegiatan PRT.

“…itu rasanya ingin pulang banget. Pengen bergabung tapi enggak tahu caranya waktu itu,” katanya.

Berorganisasi, Berbagi Kisah dan Berdiskusi

Di tahun yang sama Sutinah bertemu dengan serikat pekerja rumah tangga (SPRT) Sapulidi. Semula Sutinah menolak lantaran ia hanya ingin bergabung dengan JALA PRT.  Tapi kemudian ia luluh dengan penawaran kursus bahasa Inggris gratis dan sekolah wawasan yang menjadi program unggulan organisasi.

“Tadinya saya di Jakarta bener-benar yang tidak betah. Kerja di Jakarta rasanya asing sekali karena sudah 7 tahun di Thailand kan. Tapi dengan menemukan organisasi, menemukan kawan-kawan yang luar biasa, solidaritasnya mereka luar biasa, sehingga saya menjadi betah,” terang Sutinah dengan penuh antusias.

Dengan berorganisasi Sutinah mendapat banyak kawan seperjuangan. Mengenal dan bertemu dengan banyak orang yang peduli dan mendukung perjuangan PRT. Dengan berorganisasi, Sutinah melindungi diri dan profesinya. Pengalaman ini pernah dirasakan Sutinah saat melaporkan majikan  yang mencoba melakukan kekerasan terhadapnya. Akibat pelaporan itu nama Sutinah diblacklist dari daftar pencari kerja di lingkungan ekspatriat.

“Akhirnya saya ditangani JALA PRT dan memenangkan kasus. Blacklist dibuka dan saya mendapatkan pekerjaan lagi. Alhamdulillah selalu dapat majikan yang baik. Dan didukung juga untuk berorganisasi,” terang Sutinah yang ditemui dalam kegiatan Santuy Bareng Puan, Minggu (9/10/22).

Baca Juga: Direktur Institut Sarinah: PRT adalah Pahlawan

Ada banyak kebaikan yang Sutinah dapat sejak bergabung dengan SPRT Sapulidi. Selain pengalaman blacklist tadi, Sutinah juga punya keberanian untuk mengambil ijazah SMAnya. Terlebih lagi organisasi juga memfasilitasi penyembuhan trauma Sutinah melalui seni teater. Bagi Sutinah, berorganisasi mendobrak pemahamannya bahwa PRT adalah profesi.

“Kalau dulu saya sangat malu. Kamu kerja apa di Jakarta? Restoran. Kamu kerja apa di Jakarta? Di toko. Padahal saya PRT. Malu sekali untuk mengakui itu karena PRT kan dipandang sebelah mata kan di masyarakat Indonesia. Tapi setelah berorganisasi, No, Im Domestic Worker!

Berorganisasi, Berjuang Demi UU PPRT

Saat ini Sutinah menjabat sebagai pengurus pengorganisasian di SPRT Sapulidi Sub Koperata (SK) Depok, Jawa Barat. Bersama kawan-kawan PRT Sutinah mengorganisir diri memperjuangkan hak PRT.  Meski begitu Sutinah mengakui masih banyak sesamanya yang belum menyadari pentingnya berorganisasi.

“Kami juga PRT suka blusukan nyari-nyari PRT untuk diajak berorganisasi,” kata Sutinah disambut gelak tawa yang lain.

Bagi Sutinah, berorganisasi menjadi cara untuk saling menguatkan. Sutinah yang pernah bergabung menjadi tim kampanye JALA PRT mengaku berorganisasi menjadi cara untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu disahkannya UU Perlindungan PRT (PPRT).

“Di dalam RUU PPRT memang tidak secara langsung menyuarakan bagaimana untuk menangani kasus penganiayaan. Tapi di situ ada unsur-unsur yang bahwa dengan RUU PPRT, selain hak-hak PRT didapat, juga akan mengecil juga penganiayaan kepada PRT baik psikis maupun fisik,” terang Sutinah menahan tangis.

Baca Juga: Jalan Panjang RUU PPRT

Yang menyakitkan bagi Sutinah adalah pernyataan anggota dewan yang merendahkan perjuangan organisasi PRT. Wakil rakyat yang mencibir upaya-upaya PRT menuntut perlindungan dan pengakuan atas profesi mereka.

“…masih banyak yang mengatakan di DPR itu gini, PRT di Indoensia itu kan bisa dua hari sekali pulang ketemu keluarganya, bisa ngapain aja kok, ngapain minta RUU PPRT. Itu masih seperti itu,” ucap Sutinah menelan sesak.

Pernyataan itu menurut Sutinah tidak tepat disampaikan oleh dewan perwakilan rakyat. Atas pernyataan tersebut Sutinah tak tinggal diam.

“Dari situ saya bilang mungkin PRTnya bapak seperti itu, tapi pekerja-pekerja yang di sana yang bapak tidak tahu, tidak seperti itu. Untuk mendapatkan libur mingguan aja diketawain. Itu banyak sekali majikan yang seperti itu karena ya itu tadi PRT belum diakui sebagai PRT, masih dikatakan jongos, pembantu, budak, segala macemnya,” kata Sutinah disambut tepuk tangan rekannya yang lain.

Kepada wakil rakyat di Senayan Sutinah berpesan kalau PRT adalah rakyat kecil yang ikut menyumbang suara kemenangan mereka. Rakyat kecil yang menangis meminta perlindungan seperti pekerja lain tapi malah diremehkan.

“Saya mewakili airmata-airmata PRT mengucapkan banyak-banyak terimakasih karena kalau tidak ada pertemuan seperti ini mungkin tidak tahu berapa banyak air mata yang tertumpah dari kawan-kawan PRT,” ucap Sutinah sembari menangis, disambut riuh tepuk tangan yang lain.

Di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan itu Sutinah dan puluhan PRT lain berhimpun. Saling menyerap semangat, membagikan kisah, dan berharap kelak UU PPRT sah. [Nur Azizah]

 

 

Digiqole ad