Serangan KBGO Sasar Perempuan Pembela HAM

 Serangan KBGO Sasar Perempuan Pembela HAM

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

7 September ditetapkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM. Tanggal itu mengacu pada peristiwa pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib pada 2004 lalu.

Bagaimana dengan perempuan Pembela HAM (PPHAM)? Catahu 2022 Komnas Perempuan masih menerima laporan tentang serangan dan intimidasi PPHAM berupa serangan fisik dan psikologis. Serangan juga menargetkan keluarga PPHAM. Ini dialami saksi dan pendamping korban kekerasan seksual di pesantren Jombang, Jawa Timur. Dalam kasus ini, serangan dan intimidasi terjadi baik di rumah, saat pengajian, di ruang publik, maupun di ruang digital.

Seperti apa serangan terhadap PPHAM di ruang digital? Tulisan ini akan mengutip laporan awas KBGO berjudul “Kami Jadi Target: Pengalaman Perempuan Pembela HAM Menghadapi Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)” yang diluncurkan pada Maret 2022. Berikut ulasannya.

  1. Siapa Perempuan Pembela HAM (PPHAM)

Komnas Perempuan dalam Catahu 2021 mendefinisikan PPHAM adalah perempuan dan pembela hak asasi manusia lainnya yang bekerja membela hak-hak perempuan untuk memperoleh kesetaraan dan keadilan. Termasuk pendampingan bagi perempuan korban kekerasan.

Baca Juga: Serangan KBGO di Tengah Upaya Penghapusan Kekerasan Seksual

  1. Tahap-tahap KBGO yang dialami PPHAM

Pertama, Adu argumen yang biasanya dilontarkan adalah hate comment (komentar negatif menyerang hal personal-RED). Di sini pelaku belum menyerang identitas gender. Kedua, trolling, yaitu ungkapan bernada seksual dan merendahkan; sengaja mengirimkan foto intim. Tahap ketiga, manipulasi foto dengan cara mengedit foto korban dalam bentuk meme atau video merendahkan. Manipulasi foto juga biasanya dilakukan dengan nuansa seksual. Keempat adalah ujaran kebencian. Di sini pelaku menyeru dan memprovokasi warganet untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap korban seperti pemukulan, pembunuhan, atau pemerkosaan. Kelima, ancaman kekerasan ditujukan kepada korban bahkan keluarganya berupa ancaman pemerkosaan hingga pembunuhan.

  1. Bentuk Kekerasan Online terhadap PPHAM

Dalam laporan ini, para narasumber mengungkap rentetan kasus pelanggaran privasi yang dialami mereka. Mulai dari doxing (menggali dan menyebarkan informasi pribadi seseorang, kadang-kadang dengan maksud untuk memberikan akses untuk tujuan jahat lain seperti pelecehan atau intimidasi di dunia nyata-RED), outing (pengungkapan identitas gender dan atau orientasi seksual orang lain, yang dilakukan tanpa persetujuan-RED), pengintaian, penyebaran foto tanpa persetujuan, hingga upaya peretasan.

  1. Pelaku KBGO terhadap PPHAM

Laporan ini memetakan tipe pelaku KBGO yaitu pelaku yang anonim (akun bodong dengan identitas palsu-RED), pasukan siber atau buzzer, pelaku kekerasan berbasis gender, kelompok berbasis agama, kelompok nasionalis, korporasi, aparat, serta media massa.

Akun bodong biasanya melakukan trolling dan doxing. Jenis trolling yang dilakukan akun-akun bodong ini pun beragam. Salah satu yang dialami narasumber mulai dari permintaan open booking out (Open BO) yaitu menanyakan tentang layanan berbayar untuk berhubungan seks, sampai ancaman pembunuhan.

Baca Juga: Waspada KBGO dalam Ospek Online!

Pelaku lain adalah buzzer politik atau pasukan siber atau cyber troops (adalah sekumpulan aktor pemerintahan atau partai politik yang bertugas memanipulasi opini politik publik secara online-RED). Serangan dan intimidasi buzzer menyasar PPHAM yang aktif mengerjakan isu-isu feminisme, demokrasi, dan hak-hak LGBTQ (lesbian, gay, biseksual, transgender, queer).

Tipe lainnya adalah pelaku kekerasan berbasis gender online dengan motivasi agenda ideologi. Pelaku tipe ini mengancam PPHAM yang bekerja untuk isu-isu feminisme; isu LGBTQ; sampai hak masyarakat Papua. Pelaku tipe ini pun beragam, seperti kelompok berbasis agama, kelompok nasionalis, dan kelompok anti-feminis.

Dugaan keterlibatan aparat menjadi tipe pelaku yang biasanya menargetkan PPHAM yang aktif mengadvokasi hak-hak masyarakat Papua. Seorang narasumber mengaku mendapatkan serangan dan ancaman dari berbagai kanal (digital dan nyata) dalam berbagai bentuk. Baik pelanggaran privasi maupun doxing.

Pengakuan narasumber mengungkap salah satu motivasi pelaku kekerasan berbasis gender online yang umum adalah menjaga status sosial dan balas dendam. Motivasi pelaku ini dialami PPHAM yang mendampingi korban kekerasan berbasis gender.

Baca Juga: 12 Tahun Silam Banyak Orang yang Belum Mengetahui: Apa Itu Kekerasan Seksual?

Tipe terakhir adalah media digital. Tipe pelaku KBGO ini dilakukan secara langsung maupun tidak langsung kepada PPHAM. Sebuah media online yang berfokus pada edukasi politik, diakui narasumber, menggunakan fotonya tanpa persetujuan. Meme wajah ini menjadi ilustrasi utama artikel opini yang mengkritik feminisme.

***

Pengakuan 11 PPHAM yang tersebar di wilayah Jabodetabek, Yogyakarta, Sumatera, dan luar negeri ini mengungkap bahwa tidak ada ruang aman bagi perempuan. Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang menyasar PPHAM menjadi risiko yang bukan main-main. Jadi, sudah selayaknya PPHAM mendapat perlindungan baik di kehidupan nyata (offline) maupun  kehidupan digital (online). [Nur Azizah]

Digiqole ad