Perda Copas dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dari Kabupaten Karawang

 Perda Copas dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dari Kabupaten Karawang

Ilustrasi (JalaStoria.id)

Oleh: Anwar Ma’arif alias Bobi

Karawang merupakan salah satu dari 20 besar kabupaten pengirim pekerja migran Indonesia. Mayoritas pekerja migrannya bekerja sebagai PRT, salah satu sektor yang paling rentan karena kondisi kerjanya yang sangat buruk. Berita-berita sedih menyebar di media nasional dan lokal. Alih-alih  mendapatkan kesejahteraan, mereka justru terjerumus dalam kemiskinan yang lebih dalam termasuk memasuki area berbahaya dalam perdagangan orang.

Pada 2 Juli 2020,[1] DPRD Kabupaten Karawang [2] membentuk Panitia Khusus untuk menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia asal Kabupaten Karawang.  Merujuk pada berita Jabar Pojok Satu, Raperda ini tercetus akibat dari persoalan Fadilah Bandi Amir warga Dusun Ciwaru Desa  Srikamulyan Kecamatan Tirtajaya yang bunuh diri karena kondisi kerja yang buruk saat bekerja di Arab Saudi.

Penyusunan Raperda ini sungguh sesuatu yang sangat mulia dan sesuai dengan landasan filosofis karena tujuan bernegara Indonesia itu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum bagi warganya.

Terlebih lagi penyusunannya di masa sulit yaitu ketika sedang mewabahnya Covid-19, menurut Pendi Anwar Ketua DPRD Karawang, rapat penyusunan Raperda ini dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi  secara online. Tentu nawaitu dan upaya yang sudah dilakukan ini harus diapresiasi.

Cellica Nurrachadiana juga mengapresiasi pembentukan Pansus dalam melakukan kajian terhadap suatu permasalahan, sepeti yang ditulis oleh Tintahijau.com pada 2 juli 2020.

Namun niatan dan upaya yang sangat mulia ini, sepertinya terciderai dengan kebiasaan masyarakat modern yang tidak lepas dari penggunaan teknologi informasi. Salah satu dampak paling marak dari penggunaan teknologi informasi adalah kebiasaan copy-paste. Penggunaan copy-paste di satu sisi memang sangat efisien, tapi di sisi lain  mencerminkan ketidakmampuan dalam menemukenali persoalan kemudian merumusakan kebijakan untuk  menjawab persoalah khusus dan kemudian menjadi frasa dalam Raperda ini.

Berdasarkan penelitian singkat yang dilakukan oleh Serikat Buruh Migran Indonesia, Raperda ini baik dari segi niat, tapi kurang baik dari segi teknis. Karena dari 49 pasal, 80,30% pasal di antaranya adalah copy-paste dari Undang Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Pasal-pasal copy-paste tersebut yaitu: Pasal 1,2,3, 4,5,6,7,8,9,10,11,12, 13 ayat (1,2,3,4,5), Pasal 14 ayat (1,2), Pasal 15 ayat (1,2), Pasal 21 ayat (1,2), Pasal 22 ayat (1,2,3), Pasal 24, Pasal 25 ayat (1), Pasal 26, 27, 30, 31 huruf (a,b,c,d,e), Pasal 32 huruf (a,b), Pasal 33 huruf (a,b,c,d,f), Pasal 34, Pasal 41, 42, 43 ayat (1,2,3), Pasal 44, 45 ayat 1,2), dan Pasal 46.

Dengan mengcopy-paste substansi materi pasal tersebut, jika Raperda ini disahkan, akan berdampak pada kesulitan melaksanakannya. Karena frasa-frasa dalam materi muatan pasal-pasal tersebut memiliki makna umum yang bersifat abstrak, sehingga perlu diterjemahkan ke dalam aturan yang lebih rendah dalam bahasa yang lebih teknis. Kesulitan dalam pelaksanaan bisa berarti juga tidak dapat melaksanakan.

Berdasarkan Pasal 5 Undang Undang Nomor 11 tahun 2011, kriteria pembentukan perundang-undangan yang baik itu di antaranya meliputi kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, sehingga dapat dilaksanakan, dan dampaknya ada kedayagunaan dan kehasilgunaan. Pasal 7 menjelaskan  jenis, hierarki, dan materi perundang-undangan terdiri atas UUD 45, TAP MPR, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Belajar dari pengetahuan dan logika Pasal 7 itu, semakin tinggi jenis dan hierarki peraturan, semakin umum penggunaan bahasa dalam materi muatannya, dan semakin rendah jenis dan hierarki peraturan maka semakin khusus, semakin teknis penggunaan bahasa dalam materi muatannya. Kesimpulannya jika Raperda ini mengcopy-paste dari muatan materi dalam Undang-Undang maka akan mengakibatkan kesulitan dalam pelaksanaanya, sehingga Raperda ini tidak berdayaguna dan berhasil guna, atau bahasa masyarakatnya adalah mubazir.

Dalam ilmu tata negara yang berkembang pada saat ini, ada pembagian kewenangan antara pemerintah pusat (urusan absolut) dan daerah (konkuren). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI), sejatinya sudah mengikuti kerangka itu dan membagi tugas dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah. Hal itu dapat dilihat dari Pasal 39 sampai Pasal 43 UU PPMI.

Berdasarkan Pasal 41, ada 11 tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah Kabupaten, yang jika disederhanakan menjadi sebagaimana berikut ini:

  1. Mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan PMI
  2. Memberikan pelindungan PMI sebelum bekerja dan sebelum bekerja
  3. Membentuk Layanan Terpadu Satu Atap:
  • a. menyosialisasikan informasi dan permintaan PMI kepada masyarakat;
  • b. membuat basis data;
  • c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan;
  • d. menyediakan dan memfasilitasi pelatihan vokasi kepada calon PMI;
  • e. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga diklat;
  • f. mengurus kepulangan Pekerja Migran Indonesia dalam hal terjadi peperangan, bencana alam, wabah penyakit, deportasi PMI; dan
  • g. melakukan reintegrasi sosial dan ekonomi bagi PMI dan keluarganya.

4. Melaporkan hasil evaluasi terhadap Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) secara periodik kepada Pemerintah Daerah provinsi.

Atas dasar pemikiran tersebut di atas, Serikat Buruh Migran Indonesia merekomendasikan bahwa meskipun kebijakan pembentukan peraturan perundang-undangan tidak mewajibkan membuat Naskah Akademik, sebaiknya dalam perencanaan Raperda Kabupaten Karawang ini didahului dengan Naskah Akademik, dengan melibatkan para akademisi dan organisasi yang concern dalam memperjuangkan hak-hak buruh migran.

Selain itu, mumpung masih dalam proses perencanaan, sebaiknya Pemerintah Daerah dan DPRD Karawang tidak terburu-buru menerbitkan Raperda ini, mengingat masih ada aturan UU PPMI yang belum diterbitkan seperti Peraturan Pemerintah tentang Penempatan dan Pelindungan PMI dan Pelindungan Pelaut Awak Kapal, serta beberapa Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.

Terakhir, perlu memperbaiki kembali kembali Rancangan Perda Pelindungan PMI Karawang, dengan rumusan yang fokus pada teknis muatan materi sebagaimana diatur dalam Pasal 41 UU PPMI agar Perda Pelindungan PMI Karawang itu bermanfaat, berdayaguna, dan berhasilguna.[]

 

Penulis adalah Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia

 

[1] https://jabar.pojoksatu.id/karawang/2020/07/07/dprd-karawang-bentuk-pansus-raperda-terkait-pekerja-migran/

[2] http://www.tintahijau.com/pemerintahan/legislatif/21161-karawang-godok-raperda-perlindugan-migran-dan-desa-wisata

 

Digiqole ad