Pelecehan Seksual oleh Kakak Tingkat di UKM

 Pelecehan Seksual oleh Kakak Tingkat di UKM

Ilustrasi (Sumber: The Jakarta Post)

 

Oleh: HR

 

Saat menjadi mahasiswa baru, aku memasuki Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) bidang kesenian karena ingin melanjutkan minatku saat Sekolah Menengah Atas. Pada waktu itu, terdapat salah satu kakak tingkat yang menarik perhatianku, sebut saja kak B. Dia adalah mentor untuk latihan musik yang aku ikuti.

Aku akui pada saat itu aku benar-benar terpana dengan kak B karena dia hampir memenuhi kriteria tipe laki-laki idamanku. Kupikir rasa sukaku hanya bertepuk sebelah tangan, namun tidak lama setelah itu kak B malah memberi respon balik. Dia mulai sering menghubungi diriku melalui chat, kemudian melakukan video call, hingga akhirnya mengajak aku bepergian.

Sebelum kami saling berkontak, sebenarnya aku sudah pernah diberitahukan oleh kakak tingkat lainnya di UKM kesenian. Kata mereka, kak B adalah seorang playboy yang suka bermain-main dengan perempuan. Kak B adalah tipikal laki-laki yang mudah bosan dan akan segera mencari perempuan lain yang menarik perhatiannya. Saat mendengar pernyataan itu, aku tak terlalu menggubris himbauan mereka.

Satu kejanggalan mulai terasa ketika aku dan teman-teman baru selesai latihan saat dini hari. Aku tidak bisa pulang ke kost-an, karena kost-ku dan temanku sama-sama memiliki jam malam. Akhirnya kami memutuskan untuk tidur di kesekretariatan UKM kesenian dan pulang keesokan harinya.

Saat itu sedang banyak kakak-kakak tingkat lainnya yang stay di sana dan pulang saat pagi harinya. Ketika aku sedang mencari tempat untuk tidur, tiba-tiba ada chat masuk dari kak B yang mengajakku untuk pulang. Aku menjelaskan alasanku tidak bisa pulang.

Dia bilang, lebih baik kalau aku ikut pulang ke kontrakannya saja daripada harus tidur di UKM kesenian. Aku langsung berpikir “apakah seorang perempuan pantas untuk menginap di kontrakan laki-laki yang baru dia kenal 1-2 bulan?”, akhirnya aku memutuskan untuk menolaknya. Prinsipku bulat. Namun kak B masih tetap mengajak diriku untuk pulang ke kontrakannya.

Aku tetap menolak dan memilih untuk mengabaikan chatnya. Setelah itu, dia pulang sendiri ke kontrakannya.

 

Baca Juga: Definisi Kekerasan Seksual dalam Hukum di Indonesia

 

Keesokan harinya, aku mulai mengurangi frekuensi komunikasi dengan kak B. Sebenarnya, saat kami dekat dan intens komunikasi pun, tidak ada yang tahu karena kak B tidak ingin memberitahu anggota lainnya. Katanya, ia takut menjadi bahan candaan para anggota.

Aku menurut saja sampai akhirnya ada kejadian yang membuat kami berdua memilih untuk tidak dekat lagi. Aku memilih fokus dengan program kerjaku, karena saat itu akan ada event yang akan berlangsung dalam waktu dekat. Walaupun sudah jarang berkomunikasi dengannya, aku masih sering bertemu dengan kak B karena dia mentor latihan untuk program kerja yang akan berlangsung.

Saat itu, dia terlihat biasa saja setelah kejadian yang kami alami. Bahkan sepertinya, ia sudah menemukan perempuan baru. Aku mengetahuinya lewat story social media yang menampilkan foto dirinya dengan seorang perempuan yang menyandar di pundaknya.

Memang kak B ini sepertinya seorang playboy. Dia dekat denganku tidak sampai dua bulan. Setelah itu langsung menemukan perempuan baru.

 

***

 

Kini, cerita ini akan maju satu bulan saat diriku memilih untuk menjauhinya.

Saat itu tersisa tujuh hari lagi persiapan untuk program kerja. Aku sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan acara, mulai dari menyiapkan properti, dekorasi dan lainnya. Hal ini membuat diriku dan para anggota lainnya memilih untuk tidur di kesekretariatan UKM kesenian selama beberapa hari.

Seingatku, saat itu aku memilih untuk tidur jam 01.00 pagi. Suasana UKM kesenian masih ramai karena anggota lainnya biasanya tidur antara jam 02.00 atau 02.30 pagi.

Dalam ruangan UKM kesenian, kami memang tidur bercampur antara laki-laki dan perempuan. Namun tetap ada jarak pemisahnya antara bagian laki-laki dan bagian perempuan. Saat itu, kak B berada di sebelah kananku. Ia masih membuka laptop untuk mengerjakan tugas kuliahnya.

Kupikir dia akan pulang nanti karena dia bukan salah satu orang yang sering tidur di UKM kesenian.

Saat aku sudah lelap dalam tidurku, tiba-tiba aku merasakan ada yang memegang tangan kananku. Aku tidak tahu siapa karena aku masih menutup mata. Di dalam dan luar ruangan juga sudah hening, yang berarti orang-orang sudah tidur.

Lampu ruangan juga sudah dimatikan karena aku tidak merasa silau saat menutup mata. Kemungkinan saat itu kisaran jam 03.00 pagi. Aku merasakan jemari tanganku disentuh, mulai dari jempol sampai kelingking, kemudian punggung tanganku diusap dan diremas.

Aku takut. Aku tidak tahu harus bagaimana. Perkiraanku, orang ini adalah kak B karena sebelum aku tidur, di sebelah kananku hanya ada dia. Selain itu, tercium wangi parfumnya yang masih aku ingat.

Aku sangat takut. Aku takut kalau aku membuka mata, akan membuat gempar satu ruangan dan malah mempermalukan diriku sendiri. Akhirnya aku hanya bisa membiarkannya.

 

Baca Juga: 7 Cara Mendukung Korban Berani Bersuara

 

Namun, lama-lama dia menarik tanganku ke bagian perut bawahnya dan mulai memasukkan tanganku kearah penisnya. Aku bingung, tidak tahu harus bagaimana. Akhirnya aku tetap pura-pura tertidur dan menarik tanganku lagi sebelum benar-benar menyentuh bagian penisnya. Sepertinya kak B masih belum sadar bahwa aku sebenarnya sudah terbangun. Dia malah menarik Kembali tangan kananku dan memasukkannya kedalam celananya sampai kebagian penisnya. Aku bisa merasakannya secara langsung.

Akhirnya aku menarik tanganku lagi sambal meracau seolah-olah tidurku terganggu. Kupikir dia akan berhenti setelah itu. Ternyata tidak. Dia malah mendekatkan wajahnya ke wajahku dan berusaha mencium bibirku.

Aku mengelak dengan masih berpura-pura tidur, tetapi ia masih mencoba mendekatkan lagi bibirnya ke bibirku. Aku mengalihkan wajahku dengan lebih jelas. Mungkin dia sadar bahwa aku sudah bangun, karena dia langsung berhenti dan memunggungiku saat itu juga.

Aku takut, aku gemetaran. Aku tidak bisa menggerakkan badanku untuk memunggunginya balik. Aku hanya tetap terjaga sampai alarmku berbunyi. Setelah itu, aku langsung bangun, mencuci tangan dan membangunkan temanku untuk bergegas pulang.

Sebenarnya aku ingin langsung menceritakan kejadian yang kualami itu, tetapi aku takut malah disalahkan temanku karena aku tidak bisa bertindak. Akhirnya aku memilih untuk diam.

Suatu hari, aku pernah mencoba bercerita ke salah satu temanku. Namun responnya malah menyudutkanku seolah aku menikmati perbuatan kak B. Ia menyalahkanku karena aku tidak bertindak saat itu. Akhirnya aku menyesal telah bercerita, padahal aku korban tetapi kenapa aku yang disalahkan?

Kalau saja aku bisa bertindak saat itu, tentu aku akan bertindak. Namun aku sangat ketakutan sampai tidak dapat berpikir dan tidak tahu harus bagaimana. Apalagi setelah kejadian itu, kak B terlihat biasa-biasa saja seperti tidak pernah melakukan pelecehan seksual kepadaku.

Aku marah, aku adalah korban. Namun aku takut, apabila aku mem ­blow-up cerita ini, yang disalahkan dan dipermalukan adalah aku.

 

 

*Sebagaimana yang diceritakan penyintas (7/9), identitas penyintas ada pada redaksi.

Digiqole ad