Mahariah, Aktivis Lingkungan dan Ibu Kepulauan Seribu
”Tidak ada yang mustahil. Kalau ada kesulitan, kegagagalan dalam hidup itu pasti. Tapi jangan sampai berhenti. Pasti Allah memberi jalan”.
Kalimat di atas disampaikan Mahariah Sandri (59 tahun). Perempuan pendiri Rumah Hijau, sebuah komunitas yang bergerak menyelematkan lingkungan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Kegiatan komunitas yang sebagian besar anggotanya ibu-ibu ini antara lain melakukan penanaman mangrove di area pantai Pulau Pramuka dan sekitarnya, menanam sayuran untuk konsumsi rumah tangga, membersihkan pantai dari sampah, dan berbagai kegiatan lainnya. Menanam dan memanen sayuran di wilayah berpasir tentu tak mungkin dilakukan. Mahariah bersama komunitas Rumah Hijau menyulapnya dengan mengolah sampah organik dengan bantuan kencing kelinci yang menghasilkan kompos. Kini, di sekitar rumah tinggal penduduk, tanaman hijau dapat dinikmati masyarakat.
Begitu juga dengan lingkungan ijo royo-royo mangrove di sekitar pantai. Mahariah bersama para nelayan dan warga di Pulau Pramuka tak lelah menanami mangrove yang saat ini bisa mereka nikmati hasilnya. Atas kegigihan, keuletan, dan tidak kenal menyerah memperjuangkan lingkungan tempat tinggal yang ramah alam dan aman dari ancaman abrasi inilah Mahariah diganjar pengharagaan Kalpataru oleh Presiden Joko Widodo pada 2017.
Baca Juga: Laut Bercerita
Gerakan membersihkan laut dari tempat sampah dan menanami pantai di Kepulauan Seribu dengan tanaman Mangrove dilakukan Mahariah sejak tahun 2006. Sejak melihat sampah berserak yang jumlahnya di sekitar pantai terus bertambah. Perempuan yang menjadi guru PNS (pegawai negeri sipil) juga guru ngaji ini sedih. Jika dibiarkan bukan tak mungkin pulau yang ditinggalinya makin lama akan menjadi gunungan sampah.
Usai mengajar ngaji di sore hari, bersama murid-murid Mahariah nyemplung ke laut membawa karung untuk memunguti sampah.
“Anak-anak murid ngaji punya hobi renang. Supaya renang ada manfaat sosial, saya ajak mereka memungut sampah,” ujar Mahariah dalam webinar online yang diselenggarakan Institut Kapal Perempuan, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang fokus terhadap isu-isu pemberdayaan perempuan, beberapa waktu lalu menceritakan kisah mula gerakan yang ia rintis.
Saat kegiatan anak-anak memungut sampah di laut, Mahariah melihat ibu-ibu membuang sekantong plastik sampah. Dari situlah Mahariah lantas mendirikan Rumah Hijau pada 2015. Sebuah komunitas yang mengajak partisipasi ibu-ibu bersama anak-anaknya untuk menjaga dan melindungi lingkungan. Semua kegiatan mulai dari pembuatan kompos, mendaur ulang sampah menjadi produk bernilai ekonomi Mahariah dan ibu-ibu pelajari secara otodidak dengan coba-coba dan melihat dari Youtube. Ada yang berhasil namun ada pula yang gagal. Jika gagal, Mahariah mengundang mentor yang berpengalaman untuk mengajarinya.
Baca Juga: Membaca Kartini dalam Panggil Aku Kartini Saja
Perjalanan gerakan ’laut bukan tempat sampah’ tidak selalu mudah. Apalagi di awal-awal. Mahariah ditolak menjadi menjadi ketua komunitas karena ia seorang perempuan. Namun Mahariah membuktikan dengan kerja nyata. Dengan komunikasinya yang baik, masyarakat tak pernah menolak jika diajak Mahariah berpartisipasi membersihkan lingkungan dan membangun tempat mereka tinggal. Kini berkat kegigihan dan perjuangannya Kepulauan Seribu yang tandus, gersang, sering terjadi abrasi kini ijo royo-royo dengan aneka tumbuhan dan laut bersih. []
Kustiah