Lanjutkan Upaya Pencegahan Perkawinan Anak

 Lanjutkan Upaya Pencegahan Perkawinan Anak

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

Indonesia berkomitmen menurunkan angka perkawinan anak dari 11,21% pada 2018 menjadi 8,74% di tahun 2024. Komitmen ini tertuang dalam dalam Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) yang diluncurkan Februari 2020.

Data menunjukkan kasus perkawinan anak masih cukup tinggi. Mengutip data perkawinan anak dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2018 BPS mencatat angka perkawinan anak di Indonesia tembus 1,2 juta kejadian. 1 dari 9 perempuan usia 20-24 tahun berstatus kawin menikah di usia anak. Sedangkan pada laki-laki, 1 dari 100 laki-laki berumur 20–24 tahun berstatus kawin menikah saat usia anak.

Sementara itu berbagai pihak tak terkecuali pemerintah dan masyarakat sipil telah melakukan sejumlah langkah percepatan penghapusan perkawinan anak. Setidaknya terdapat 7 langkah pencegahan perkawinan anak yang telah dilakukan sebagaimana diidentifikasi oleh INFID pada 2020. Berikut ulasannya:

  1. Harmonisasi Kebijakan

Upaya pencegahan perkawinan anak di tingkat nasional salah satunya adalah Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Berkelanjutan. Aturan ini menjadi acuan pencapaian butir 5.3 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs), “Menghapuskan semua praktik berbahaya, seperti perkawinan anak” sebagai bagian dari tujuan 5 “Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan.”

Baca Juga: Suara Anak: Beri Kami Kesempatan dan Stop Jadikan Kami Dekorasi

Berdasarkan regulasi tersebut segenap program dan kegiatan pemerintah hendaknya ditujukan untuk mencapai target penghapusan perkawinan anak.

  1. Pembentukan Kebijakan Daerah

Beberapa di antaranya Peraturan Daerah Kabupaten Katingan Nomor 9 Tahun 2018, dan Peraturan Daerah Lombok Barat Nomor 30 Tahun 2018.

Ada juga SE Gubernur NTB Nomor 150/1138/Kum/2014 tentang Pendewasaan Usia Perkawinan dan Peraturan Bupati Gunung Kidul Nomor 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Perkawinan Usia Anak.

  1. Kebijakan di Tingkat Desa

Upaya pencegahan perkawinan anak juga diperkuat oleh sejumlah peraturan desa setempat. Beberapa di antaranya Perdes Pati’di, Mamuju, Sulawesi Barat (April 2019). Kemudian ada Perdes Bialo Nomor 7 Tahun 2018 di Bulukumba, Sulawesi Selatan dan Perdes Desa Kediri di Lombok Barat NTB (Maret 2019).

  1. Pembentukan RUU TPKS

RUU ini sudah disahkan menjadi UU TPKS pada 12 April 2022 dan diundangkan pada 9 Mei 2022. Pasal 10 ayat (2)   UU TPKS menyatakan, “Termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. perkawinan anak…”

Baca Juga: 5 Risiko Perkawinan Anak

Ancaman hukuman bagi mereka yang memaksakan perkawinan anak diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU TPKS, “Setiap Orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp200.00O.0O0,00 (dua ratus juta rupiah).”

  1. Membangun Komitmen dengan Berbagai Pihak

Antara lain Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak yang diinisiasi KPPPA pada 3 November 2017. KPPPA kemudian membentuk Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak (GEBER PPA) dengan melibatkan masyarakat, tokoh, aktivis anak, dan lintas kementerian.

Komitmen lainnya ditandai penandatanganan pakta integritas 20 pemerintah provinsi yang teridentifikasi sebagai kantong perkawinan usia anak. Termasuk peningkatan kapasitas hakim dan petugas KUA oleh Mahkamah Agung, Kementerian Agama, serta masyarakat sipil.

  1. Sosialisasi dan Kampanye

Upaya ini dilakukan melalui pendidikan dan kampanye nasional, misalnya pada program Kursus Calon Pengantin yang diselenggarakan kementerian agama. Sosialisasi dan kampanye juga sudah dilakukan melalui penelitian dan kajian dengan melibatkan masyarakat sipil(Pusat Kajian Perlindungan Anak/Puskapa), mitra pembangunan (UNICEF, AIPJ1), dan berbagai perguruan tinggi.

Baca Juga: Anak yang Dilacurkan itu AYLA

Selain itu sosialisasi dan kampanye juga dilakukan dengan menyediakan alternatif seperti pekerjaan dan pendidikan keterampilan (kursus). Dalam hal ini KPI Tangerang selain edukasi, juga mencarikan informasi pekerjaan ke korporasi.

7. Partisipasi dan Pelibatan Organisasi Keagamaan

Pembinaan umat beragama di lingkungan organisasi keagamaan dan pelibatan organisasi keagamaan menjadi salah satu upaya dalam mencegah perkawinan anak. Termasuk Reinterpretasi ajaran agama dan penghayatan kepercayaan yang mendukung pencegahan perkawinan usia anak.

***

Sekalipun berbagai langkah telah diambil, upaya mencegah perkawinan anak harus tetap dilanjutkan. Jika merunut ke perjuangan pahlawan nasional, dikutip dari Historia.id (22/12/18) Raden Dewi Sartika menegaskan bahwa praktik perkawinan anak ibarat penyakit yang hanya bisa sembuh oleh pendidikan. [Nur Azizah]

Sumber:

INFID (2020). Laporan Studi Kualitatif Persepsi dan Dukungan Pemangku Kepentingan Terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Perkawinan. Diakses pada 2 Agustus 2022.

Digiqole ad