Agar Kesehatan Perempuan Tak Terabaikan

 Agar Kesehatan Perempuan Tak Terabaikan

Oleh: Melania Pasifika

 

Perempuan lebih suka menerima pelayanan kesehatan seadanya, bahkan lebih banyak diam.

Perempuan sering abai akan kesehatannya. Pemicunya lebih banyak berasal dari dalam diri sendiri yang lebih mengutamakan kepentingan keluarga.

Waktu mereka lebih banyak dialokasikan untuk memikirkan soal ketersediaan logistik dalam rumah tangganya dan biaya sekolah anak. Sehingga urusan kesehatan merupakan urusan nomor dua, bahkan tiga atau empat.

Akibatnya, tidak sedikit perempuan yang mengalami kekurangan asupan gizi hingga mengabaikan pemeriksaan kesehatan pada dirinya.

Ada juga perempuan yang lebih banyak menerima atau diam karena memang telah terkonstruksi seperti itu. Dampaknya, mereka tidak terinformasi dengan baik perihal pelbagai jenis penyakit menular yang rentan mendera perempuan.

Adapun faktor lain yang turut memperburuk tingkat kesehatan perempuan yakni minimnya sarana-prasarana dan jauhnya jarak tempuh ke pusat pelayanan kesehatan.

Dalam situasi itu, perempuan lebih banyak memilih untuk menerima pelayanan seadanya lantaran sumber daya yang dimiliki juga terbatas.

Belum lagi advokasi yang kurang perihal hak kesehatan perempuan. Ini tentu saja perlu menjadi perhatian serius karena konstruksi sosial telah menempatkan perempuan pada posisi tersubordinasi.

Diskusi untuk Edukasi mengenai Kesehatan Perempuan

Berangkat dari kegelisahan itu, sejumlah mahasiswa dan aktivis perempuan di Jayapura menggelar diskusi publik perihal kesehatan perempuan menjelang Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret.

Sebuah film berjudul Tiga Mama Tiga Cinta disajikan sebagai pemantik diskusi. Tidak lupa praktisi kesehatan turut dihadirkan agar pesan mengenai kesehatan dan perempuan dapat tersampaikan secara baik.

Tiga Mama Tiga Cinta mengisahkan tiga sosok perempuan dengan aktivitasnya masing-masing dalam menopang kesehatan perempuan di Kabupaten Mimika, Papua. Ada yang membantu proses persalinan, merawat pasien positif HIV dan menjalankan tugas medis lainnya.

Secara umum, film ini menggambarkan betapa sulitnya akses untuk pemberian layanan kepada masyarakat. Petugas harus menempuh jalan yang cukup jauh untuk melakukan pelayanan.

Bahkan saking terbatasnya sumber daya, petugas medis harus menggunakan kopi untuk memperlancar proses persalinan.

Berbekal pengalaman visual dari film itu, para praktisi kesehatan, yakni Kepala Puskesmas Abepura dan Kepala Bidang Penyakit Menular pada Dinas Kesehatan Kota Jayapura, menarik sekaligus mempertebal penggambaran dalam film tersebut ke konteks nyata yang selama ini dialami perempuan Papua.

Penyakit Menular dan Kerentanan Perempuan Mempertahankan Kehidupan

Menurut praktisi kesehatan ini, jenis penyakit dengan jumlah penderita paling tinggi di Kota Jayapura antara lain HIV (sekitar 1.600 kasus pada 2018) dan kusta.

Sebenarnya, di Jayapura, layanan pemeriksaan HIV sudah sangat mudah untuk diakses bahkan bisa dilakukan di tingkat puskesmas. Masalahnya, sejumlah pasien kurang terbuka dalam menceritakan riwayat penyakitnya.

Padahal, jika seseorang terinfeksi HIV, perlu keterbukaan untuk membawa dirinya atau pasangannya agar diperiksa. Dengan begitu, mereka telah memutus mata rantai virus dan sekaligus membuka peluang perawatan agar kondisinya bisa lebih baik.

Selain perawatan medis, penderita HIV juga diberikan edukasi oleh konselor kesehatan perihal cara mengatasi diri dari stigma yang kadung melekat pada penderita HIV. Lewat kelompok edukasi sebaya (peer to peer) pada penderita HIV tidak merasa bahwa dunianya sudah berakhir.

Para konselor ini juga akan memberikan penguatan dengan menyampaikan bahwa orang dengan HIV positif masih dapat hidup dan menjalankan aktivitas laiknya orang sehat. Sehingga mempertahankan semangat hidup menjadi penting dalam kondisi ini.

Adapun selain HIV, secara khusus, penyakit yang mendera perempuan, di antaranya, hepatitis, TBC, kanker payudara dan kanker serviks.

Mereka yang menderita penyakit hepatitis dan kanker kebanyakan memperoleh informasi yang minim dan abai untuk melakukan deteksi dini. Sehingga kasus yang ditemukan, khusus untuk kanker, biasanya sudah stadium lanjut.

Padahal pemeriksaan terhadap deteksi dini kanker melalui pap smear dan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) sudah tersedia di puskesmas. Namun, sarana ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh perempuan.

Bagi mereka yang pernah melakukan hubungan seks, misalnya, beberapa di antaranya enggan memeriksakan diri lantaran merasa malu karena proses pemeriksaannya melalui vagina.

Mengenali Kanker Serviks

Diskusi semakin interaktif setelah praktisi kesehatan memaparkan pengalamannya menangani pelbagai jenis penyakit yang mendera perempuan. Hingga pembahasan mengenai kanker serviks pun mengemuka.

Perempuan yang menikah muda atau aktif secara seksual perlu segera melakukan pemeriksaan khusus untuk memastikan kesehatannya. Sebab pada banyak kasus, penderita kanker serviks ditemukan setelah memasuki stadium lanjut.

Saat ini, deteksi dini kanker serviks sudah ada di sejumlah puskesmas. Namun memang, untuk vaksinasinya masih harus diakses di klinik tertentu.

Penyebab kanker serviks atau kanker leher rahim adalah virus Human Papilloma Virus (HPV) yang menular melalui hubungan seksual.

Risikonya semakin tinggi bagi mereka yang memiliki partner hubungan seksual lebih dari satu, melakukan hubungan seks pada usia dini, dan individu dengan kekebalan tubuh lemah serta menderita infeksi menular seksual.

Penelitian menunjukkan lebih dari 99% kasus kanker serviks terkait dengan HPV, meskipun tidak semua HPV menyebabkan kanker serviks. Ada 100 lebih tipe virus HPV, hanya 15 di antaranya yang terkait kanker serviks, terutama HPV 16 dan HPV 18.

Faktor pemicunya, antara lain, adalah merokok. Perempuan perokok dua kali lebih berisiko terserang kanker serviks karena zat kimia dalam rokok diyakini dapat memengaruhi sel tubuh dan memicu berbagai jenis kanker, termasuk kanker serviks.

Faktor lain adalah berat badan berlebih atau obesitas, kurang konsumsi buah dan sayuran, mengonsumsi obat pencegah keguguran dalam masa kehamilan, mengonsumsi pil KB selama lima tahun atau lebih, melahirkan lebih dari lima anak atau melahirkan di bawah usia 17 tahun, dan riwayat kanker serviks dalam keluarga.

Ciri-cirinya antara lain: keluar bercak darah di luar masa haid, biasanya setelah berhubungan seks, atau haid dengan jumlah darah yang lebih banyak dari biasanya, panggul terasa sakit setelah berhubungan seks, keputihan yang tidak normal, BAB yang tidak lancar, dan tubuh mudah lelah.

Pencegahannya dapat dilakukan lewat vaksinasi HPV, menjalankan pola hidup sehat dengan olahraga rutin, berhenti merokok, menerapkan pola makanan sehat, rutin melakukan pemeriksaan pap smear bagi perempuan yang telah menikah dan yang aktif secara seksual.

Adapun deteksi dini kanker serviks dilakukan melalui pap smear dan IVA.

Pemeriksaan IVA dilakukan dengan mengoleskan asam asetat pada leher rahim yang kemudian akan dengan mudah dan cepat diketahui hasilnya.

Sementara pemeriksaan pap smear dilakukan dengan mengambil sampel cairan vagina lalu diperiksa melalui pemeriksaan laboratorium dan memerlukan waktu lebih lama.

Jadi, jangan pernah memilih diam atas kesehatan yang ada pada diri kita. Perempuan berhak untuk sehat dan mengetahui serta memahami jenis penyakit yang membahayakan nyawanya.[]

Usai menamatkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih, ia aktif menggeluti isu perempuan, pendampingan hukum bagi perempuan korban, penguatan kapasitas perempuan akar rumput, dan terlibat dalam penulisan laporan tentang situasi perempuan di Papua, termasuk penyusunan kebijakan bagi perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Perempuan. Saat ini, ia bekerja sebagai Asisten Pratama Ombudsman Republik Indonesia di Provinsi Papua.

Digiqole ad