Unorthodox

 Unorthodox

Ilustrasi (FB Unorthodox Film Netflix)

Oleh: Anastasia Satriyo

 

Serial drama yang tayang di Netflix ini bercerita tentang perempuan muda usia 19 tahun yang seumur hidup besar di Yiddish Community, sub-grup Yahudi yang sangat ultra konservatif.di Brooklyn, New York. Mereka bahkan tidak menonton televisi dan membuka youtube.

Anak-anak usia remaja akhir tidak berpacaran. Mereka dijodohkan antarkeluarga. Menikah usia 17-19 tahun adalah biasa dan kewajaran.

Anak perempuan dibesarkan dengan indoktrinasi tugas perempuan adalah menjadi istri, ibu, dan merawat rumah serta anak.

Sebelum menikah anak perempuan adalah bagian dari keluarga dan ayah, setelah menikah identitas dan tanggung jawab berubah menjadi “istrinya siapa…”

Fokus menikah adalah untuk bereproduksi sehingga dari hari ketiga menikah semua orang kepo, apakah sudah “sukses” melakukan hubungan seks. “Kapan hamil?”, kalau nggak hamil-hamil salah istrinya dan harus memperlakukan laki-laki sebagai “Raja” di atas ranjang.

Anak laki-laki walaupun sudah menikah, ia harus menurut kepada ibu kandung. Sebagai suami, laki-laki mengatur istri untuk mengikuti semua yang diminta ibu kandung atau ibu mertua istrinya. Anak laki-laki belum keluar dari fantasi masa kecil, merasa ibunya adalah manusia yang paling benar di muka bumi.

Tidak ada healthy boundaries antara anak laki-laki dan ibu sehingga semua detil kehidupan rumah tangga -yang seharusnya didiskusikan dengan pasangan- justru diceritakan kepada ibunya. Kemudian ibunya akan datang “menyelesaikan masalah” ke istri anaknya.

Obrolan di meja makan antara suami istri jarang membahas tentang hal personal seperti hobi, apa yang dicita-citakan dan diimpikan, tapi fokus dan terlalu occupied soal menjalani kewajiban, keharusan, tugas dan “bagaimana di mata orang”.

Perempuan di budaya ini tidak diperbolehkan membaca Talmud. Pengetahuan dan mempertanyakan bukan hak “perempuan”. Kalau masyarakat ini berkumpul, laki-laki dan perempuan duduk terpisah. Laki-laki dan perempuan tidak boleh saling bersentuhan fisik dan bertatap-tatapan. Bahkan pada saat resepsi pernikahan, tempat acara laki-laki dan perempuan dipisah.

Saat hubungan seks bahkan nggak saling tatap-tatapan dan nggak ada foreplay.

Refleksi

Sebagai penganut agama Katolik-Roma, saya jadi dapat melihat hubungan dan benang merah serta kesamaan beberapa tadisi dan ritual antara agama yang saya anut dengan Yahudi dan Islam yang sama-sama agama Abrahamisme/Samawi.

Melihat aspek budaya dan kehidupan masyarakat dalam serial drama ini, spontan saya berpikir, “Kok mirip banget sama di Indonesia, ya ampun ternyata ada yang mengangkat ke Netflix!”[]

Psikolog

Digiqole ad