The Crucible (Silenced/Dogani) (2011)

 The Crucible (Silenced/Dogani) (2011)

ilustrasi: Samgeori Pictures

Film yang tayang perdana di bioskop tahun 2011 ini berasal dari sebuah novel berjudul The Crucible karya Gong Ji-young, ditulis berdasarkan kejadian nyata pada tahun 2005. Film ini disutradarai oleh Hwang Dong-hyuk dan skenario yang ditulis oleh Hwang Dong-hyuk, juga dibintangi oleh Gong Yoo dan Jung Yu-mi. Pasca perilisan, film ini menerima beberapa penghargaan antara lain Best Music dari 32nd Blue Dragon Film Awards dan Best Film dari KOFRA Film Awards.

Film ini mengangkat kisah nyata peristiwa di Gwangju Inhwa School, di mana seorang siswa menjadi korban kekerasan seksual berulang hampir selama lima tahun. Dampak dari film ini sangat menggemparkan dan sampai membuat kasus biadab di Gwangju Inhwa School akhirnya dibuka kembali, para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal akibat dari perbuatannya.

Latar yang gelap dan menyeramkan mengiringi alur cerita pada film ini, seperti film horor tetapi yang muncul bukan setan, tetapi orang-orang bejat yang berperilaku seperti setan. Kegiatan yang bisa dibilang “menyeramkan” juga sering berulang di film ini.

Gambar dimulai dengan munculnya Gong Yoo yang berperan sebagai Kang In-ho yang menuju sekolah tempatnya yang akan mengajar seni adalah sekolah tuna rungu. Setelah beberapa saat mengajar di sana, dia merasa ada yang tidak beres, beberapa anak sulit diajak berinteraksi dengannya.

Ketika malam hari, dia mendengar ada suara jeritan anak kecil dari dalam toilet, ketika dia hendak membuka pintu untuk melihat apa yang terjadi, dia ditahan oleh penjaga sekolah. Kejanggalan lain saat di ruang guru, seorang guru laki-laki menganiaya  bocah laki-laki bernama Min Soo, Biadabnya guru-guru yang ada pun membiarkan, seolah itu hal yang lumrah untuk dilakukan.

Lalu, dia juga melihat anak kecil yang duduk di jendela kamar. Karena khawatir dengan bocah perempuan tersebut, akhirnya In Ho berlarian ke kamar anak itu dan menurunkan anak itu dari posisinya. In Ho kaget setelah melihat bagaimana kondisi wajah anak bernama Yoo Ri itu babak belur.

Yoo Ri lalu memberitahu In Ho suatu tempat begitu lalu pergi kembali ke kamarnya. Tempat yang diberitahu Yoo Ri tersebut adalah tempat di mana seorang anak kecil disiksa oleh seorang nenek-nenek. Kepala gadis itu (Yeon Do) diceburkan ke mesin cuci. In Ho tentu saja langsung membawa Yeon Do ke rumah sakit begitu Yeon Do jatuh pingsan.

Di hari pertama masuk ke sekolah, dia bertemu dengan seorang aktivis HAM di jalan. Kondisi Yeon Do, Min Soo, dan juga Yoo Ri membuat dia tergerak menghubungi gadis muda bernama Yoo Jin.

Selama di rumah sakit, Yoo Jin yang menjaga Yeon Do, di sana Yeon Do bercerita bagaimana dia hampir diperkosa oleh kepala sekolah. Suara anak kecil yang waktu itu In Ho dengar ternyata suara saat Yeon Do berteriak untuk menolak melakukan hubungan badan dengan si kepala sekolah.

Disinilah kasus dimulai, yang ternyata dilecehkan bukan hanya Yeon Do saja, tapi bahkan Yoo Ri dan Min Soo mendapat pelecehan yang lebih parah. Yoo Ri ini punya masalah dengan mentalnya, masih bersikap seperti anak kecil, dia memang anak kecil tapi sikap dia itu lebih kecil dari umur aslinya. Parahnya ia dilecehkan tidak hanya oleh satu orang, tapi oleh ketiga pelaku bejat.

Min Soo, si anak laki-laki selain dipukul terus menerus oleh si guru bejat, dia juga dilecehkan. Si guru bejat bahkan juga melecehkan adik laki-lakinya dan membunuh adik laki-lakinya atas perbuatannya bejatnya tersebut.

Saat kasus ini sampai ke pengadilan, justru masyarakat sekitar kota malah membela si Kepala sekolah, dan masyarakat sekitar menganggap bahwa kepala sekolah sudah berjasa membangun kota, juga seorang jemaat yang taat, mereka justru menganggap anak-anak itu memfitnah orang yang dianggap religius itu oleh mereka. Ceritanya di sini masyarakat terkena “Grooming” dari Kepala sekolah.

Akhir dari film ini diambil dari kisah nyata, penyelesaian kasus ini pun sesuai dengan kisah nyatanya. Uang membuat mereka lepas dari tanggung jawab. Jika punya uang dan koneksi maka seorang jahat sekalipun bisa lolos begitu saja.

Walaupun begitu, film ini juga membuat penonton dan masyarakat meminta kasus ini untuk diungkap kembali, masyarakat menuntut sebuah keadilan bagi para kaum difabel. Hasilnya aturan baru dibuat dan kasus pun dibuka kembali, para penjahat dihukum lebih berat dan sekolah itu pun resmi ditutup dua bulan setelah film diangkat ke layar lebar.

Digiqole ad