Sekelumit UU Pelecehan Seksual Lebanon
Lebanon menorehkan sejarah sebagai negara pertama di belahan dunia Arab yang memiliki UU yang mengkriminalkan pelecehan seksual. Melalui UU yang disahkan pada 21 Desember 2020 ini, Lebanon mengatur sejumlah aspek terkait pelecehan seksual, mulai dari definisi dan pemidanaan pelaku sampai perlindungan korban.
Pelecehan seksual dalam UU ini didefinisikan sebagai berikut: “any recurring bad behaviour that is out of the ordinary, unwanted by the victim, with a sexual connotation that constitutes a violation of the body, privacy, or feelings”.
“Setiap perilaku buruk yang dilakukan berulang kali dan di luar kebiasaan, tidak dikehendaki oleh korban, disertai konotasi seksual yang mengandung pelanggaran terhadap tubuh, privasi, atau perasaan (Terjemahan bebas-Red)”
Ketentuan ini diharapkan dapat mencakup segala bentuk pelecehan seksual yang sebelumnya tidak terakomodasi dalam KUHP Lebanon. Sebelum adanya UU ini, KUHP Lebanon hanya mencakup pengaturan perkosaan dan perbuatan tidak etis (“unethical behavior”).
Melalui UU ini, pelecehan seksual mencakup segala bentuk pelecehan seksual. Yaitu, pelecehan seksual berupa ucapan, perbuatan, isyarat atau petunjuk bernuansa seksual dan/atau pornografi (“through words, actions, signals or sexual or pornographic hints”). Selain itu, UU ini menyatakan pelecehan itu juga dapat dilakukan melalui sarana media elektronik. Ini artinya pelecehan seksual melalui media sosial juga dapat dikenai UU ini.
Definisi pelecehan seksual dalam UU ini mengandung satu unsur yang menuntut terjadinya perbuatan itu lebih dari satu kali. Namun, UU ini juga menegaskan apabila ada paksaan atau tekanan psikis, moral, keuangan, atau ras yang digunakan oleh pelaku untuk tujuan seksual, maka unsur “keberulangan” tidak diperlukan.
Pemidanaan Pelaku
UU ini menetapkan ancaman pidana beragam. Pidana penjara yang dijatuhkan mulai dari satu bulan penjara dan satu tahun penjara. Selain itu, pidana dapat disertai juga dengan denda yang berkisar antara tiga sampai 10 kali lipat dari batas minimum gaji per bulan di Lebanon. Di Lebanon, upah minimum ditetapkan sebesar 675ribu Pounds Lebanon, atau sekitar 6juta rupiah.
Pidana penjara itu dapat meningkat menjadi antara 6 bulan penjara hingga 2 tahun penjara, dan denda menjadi 10 hingga 20 kali lipat dari upah minimum jika antara korban dan pelaku ada hubungan ketergantungan (“relationship of dependency”). Demikian juga jika ada hubungan kerja antara pelaku dan korban. Ketentuan ini juga berlaku apabila pelaku menggunakan posisi kekuasaannya terhadap rekan kerja, atau jika pelecehan terjadi di lingkungan institusi negara, universitas, sekolah, atau di transportasi umum.
Baca Juga: UU Kekerasan terhadap Perempuan, Kemajuan dari Tunisia
Adapun jika pelaku memiliki kekuasaan materil atau moral terhadap korban (“who have material or moral power over the victim”) pemidanaan ditambah menjadi 2 sampai 4 tahun penjara dan denda antara 30 sampai 50 kali lipat dari upah minimum. Ketentuan pemidanaan ini juga dijatuhkan apabila korban adalah penyandang disabilitas fisik atau dalam kondisi tidak mampu melindungi diri sendiri. Selain itu, ketentuan ini juga berlaku jika pelaku menggunakan tekanan materi, mental atau moral yang berat untuk memperoleh layanan seksual.
Perlindungan Korban
Untuk menunjang proses pemidanaan terhadap pelaku, UU ini mengatur pelindungan terhadap korban dan saksi yang memberikan kesaksian atas perbuatan pelaku. UU ini juga melarang tindakan diskriminasi, penyelewengan, atau pendisiplinan terhadap orang yang melaporkan pelecehan atau memberikan kesaksian. Pelanggaran atas ketentuan ini diancam pidana penjara 6 bulan dan denda 20 kali lipat dari upah minimum.
Baca Juga: Perbedaan Dampak Kekerasan Seksual Antara Laki-laki dan Perempuan
Tidak hanya itu, UU ini juga membentuk pendanaan khusus di bawah Kementerian Sosial yang bertugas memberikan dukungan dan pemulihan terhadap korban. Tugas lainnya adalah membangun pemahaman tentang pelecehan seksual di masyarakat dan pemenuhan hak korban untuk memperoleh kompensasi.
Pasal 6 UU ini menetapkan tiga sumber pendanaan untuk pemenuhan tugas tersebut. Pertama, alokasi anggaran negara. Kedua, sumbangan. Ketiga, 10 persen dari denda yang dijatuhkan kepada pelaku.
Memerlukan Penyempurnaan
Sekalipun UU ini dinilai banyak pihak sebagai kemajuan yang fundamental di jazirah Arab, sejumlah pihak melontarkan catatan atas UU ini, terutama dari aspek perlindungan korban.
Antara lain, catatan dari Human Rights Watch yang menyayangkan UU ini merumuskan definisi pelecehan seksual di bawah standar internasional, dengan merumuskan pelecehan seksual sebagai kejahatan yang berdiri sendiri dengan mengabaikan pencegahan, reformasi hukum ketenagakerjaan, pengawasan, dan pemulihan perdata (civil remedies). Oleh karena itu, Human Rights Watch menyarankan agar Pemerintah Lebanon mengadopsi pendekatan yang komprehensif, termasuk dengan meratifikasi dan mengimplementasikan Konvensi ILO tentang Kekerasan dan Pelecehan Seksual di Dunia Kerja.
Pihak lainnya juga memberikan catatan bahwa UU ini masih perlu dilengkapi dengan kewajiban bagi pemberi kerja untuk mencegah dan merespons pelecehan seksual di tempat kerja, pengawasan, dan penegakan hukum. Ketentuan lain yang perlu dibangun untuk mengefektifkan UU ini adalah pelaksanaan pelatihan sensitif gender bagi petugas kepolisian, jaksa, dan hakim sehingga penanganan korban dilakukan dalam situasi yang menjamin rasa aman bagi korban.
Hal lainnya yang menjadi sorotan adalah UU ini membuka peluang korban untuk menempuh jalur pidana, di mana hal ini justru akan membuat korban dan kasusnya menjadi terbuka di depan umum. Mungkin ini terkait dengan hukum acara di Lebanon yang belum mengatur kerahasiaan identitas bagi korban pelecehan seksual.
Di sisi lain, UU ini tidak membuka peluang korban untuk menempuh jalur perdata. Korban akan sulit memperoleh ganti rugi karena hak ganti rugi hanya dapat diakses melalui peradilan pidana.
Selain itu, UU ini masih meletakkan beban pembuktian terhadap korban. UU ini tidak meminta pelaku untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Adapun penuntutan hanya akan dilakukan apabila terdapat laporan dari korban. Namun, tindak lanjut dari penuntutan sepenuhnya berada di tangan jaksa.
Untuk efektivitas UU ini, sejumlah pihak meminta Pemerintah Lebanon untuk segera menetapkan sejumlah kebijakan, terutama untuk berjalannya mekanisme perlindungan korban.[]
Ema Mukarramah
Senang menulis seputar isu hukum, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak
Sumber: Aljazeera, Human Rights Watch, dan AlArabiya