RUU PPRT Tutup Celah Kekerasan
Kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (PRT) kembali terjadi di akhir pekan Oktober tahun ini. R (29) disiksa dan disekap di tempat kerjanya di sebuah rumah di Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Perempuan asal Limbangan, Kabupaten Garut itu diselamatkan warga setempat. Hasil visum menunjukkan luka di sekujur tubuh R. Saat ini R masih dalam penanganan RS Sartika Asih, seperti dikutip detik.com (30/10/2022).
Kasus yang dialami R menambah angka kekerasan terhadap PRT. Ini menyusul kasus RNA (18) yang mengemuka pada Kamis (26/10/2022) akibat kekerasan bertubi-tubi dari kedua majikannya yang adalah suami istri.
Menurut data, sepanjang 2015-2022 Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mencatat 3.255 kasus kekerasan dialami PRT di Indonesia. Temuan ini terus meningkat setiap tahunnya. Tahun 2018 misalnya, JALA PRT mencatat 434 kasus kekerasan terhadap PRT. Di tahun berikutnya, 2019, angka kekerasan meningkat menjadi 467 kasus.
Baca Juga: Air Mata Sutinah Adalah Suara PRT
Angka ini dipastikan akan terus bertambah bila DPR tak segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT (RUU PPRT) yang sudah mandeg hampir dua dekade. Meski begitu, upaya Koalisi Sipil untuk UU PPRT tak berhenti sampai di sini. Advokasi dan lobi terus dilakukan. Upaya membangun kesadaran publik terus pula digalang.
Pemerintah, dalam hal ini diwakili Kantor Staf Presiden (KSP) menyambut baik upaya koalisi. KSP mendukung langkah pembentukan regulasi bagi PRT dengan membentuk Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT melalui Surat Keputusan Kepala Staf Kepresidenan RI Nomor 7 Tahun 2022. Gugus Tugas ini beranggotakan delapan kementerian lembaga, antara lain KSP, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Sosial, Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak, Kepolisian RI, dan Kejaksaan Agung.
PRT rentan mengalami kekerasan baik fisik, psikis, seksual, maupun ekonomi. PRT masih terganjal atas pemenuhan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Padahal jumlah PRT yang merupakan ujung tombak rumah tangga terus meningkat.
Laporan International Labour Organization (ILO) dalam “Pekerja Rumah Tangga di Indonesia” mengungkap analisa data Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) 2008-2015. Selama kurun waktu tersebut jumlah PRT usia 10 tahun ke atas cenderung meningkat. Tahun 2008 terdapat 2,6 juta dan 2015 meningkat menjadi 4 juta.
Baca Juga: Chicha Koeswoyo dan Iis Sugianto: Dukung RUU Perlindungan PRT
Dalam analisa Sakernas tersebut, ILO mengungkap ada dua karakteristik. Pertama, bekerja tanpa hari libur atau 6 sampai 7 hari per minggu. Mereka adalah 81% PRT dewasa dan 92% PRT anak. Karakteristik kedua yaitu bekerja 40 jam atau lebih per minggu. Dari karakteristik ini ditemukan pekerja rumah tangga anak (PRTA) masih lebih banyak dibanding PRT dewasa yaitu, 60% PRT dewasa dan 76% PRT anak.
Data Sakernas juga mengungkap lima provinsi dengan jumlah PRT tertinggi yaitu Jawa Barat 859.000, Jawa Timur 779.000, Jawa Tengah 630.000, Jakarta 481.000, dan Banten 244.000.
Kasus kekerasan yang dialami R (29), RNA (18), dan PRT lain di luar sana menjadi tanda minimnya perlindungan negara. Sudah saatnya ini menjadi gong untuk menghentikan kekerasan terhadap PRT dengan mendukung pengesahan RUU PPRT segera. [Nur Azizah]